Tentang IB Sapi
PEDOMAN INSEMINASI BUATAN (IB) PADA TERNAK SAPI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Populasi dan produktivitas ternak potong dan ternak perah selama
beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun. Tingkat
pertumbuhan dapi potong selama 3 (tiga) tahun terakhir hanya mencapai
1,08% per tahun, sedangkan produksi susu dalam negeri juga hanya
mencapai 30-35% dari permintaan.
Sementara di lain pihak, dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat
rata-rata 1,5% per tahun dan pertumbuhan ekonomi meningkat dari 1,5%
sampai 5,0% pada tahun 2005, maka diperkirakan permintaan terhadap
daging dan susu akan terus meningkat.
Bila tidak dilakukan upaya untuk meningkatkan populasi dan produksi,
maka ternak potong lokal akan terkuras karena tingginya angka
pemotongan, sehingga harus dilakukan impor sapi potong sebesar ratarata
300 ribu ekor/tahun, dimana tahun 2009 dapat mencapai 500 ribu
ekor. Sedangkan untuk mengurangi impor bahan baku susu, populasi sapi
perah seharusnya minimal 2 juta ekor.
Pelaksanaan kegiatan Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah satu upaya
penerapan teknologi tepat guna yang merupakan pilihan utama untuk
peningkatan populasi dan mutu genetik ternak. Melalui kegiatan IB,
penyebaran bibit unggul ternak sapi dapat dilakukan dengan murah,
mudah dan cepat, serta diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
para peternak.
Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan IB s/d tahun 2009, pencapaian
sasaran IB belum sesuai dengan harapan. Oleh karena itu, perlu upaya
guna memperbaiki kinerja pelayanan IB yang diatur dalam Pedoman IB
pada Ternak Sapi.
Upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk percepatan peningkatan
populasi melalui penyerentakan birahi dan pemanfaatkan bioteknologi
reproduksi lain selain IB, yaitu dengan optimalisasi reproduksi ternak
betina untuk kelahiran ganda menggunakan kombinasi IB dan Transfer
Embrio (TE) dalam satu masa kebuntingan.
Pedoman ini disusun dengan maksud untuk dapat dipedomani serta
dijabarkan lebih lanjut oleh semua petugas teknis IB, agar dapat
menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan. Dan pedoman ini memuat
tentang Tata Cara dan Syarat-syarat Pelatihan serta Penyelenggaraan
Penyerentakan Birahi, IB dan kelahiran ganda kombinasi IB dan TE.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud ditetapkannya pedoman ini adalah untuk memberikan pedoman
bagi Instansi terkait (Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan
Kesehatan Hewan Propinsi dan Kabupaten/Kota, Balai Inseminasi Buatan)
dan petugas teknis yang melaksanakan kegiatan di bidang pelatihan dan
penyelenggaraan kegiatan Inseminasi Buatan sehingga dapat berjalan
lancar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tujuannya adalah untuk memperjelas sistem dan mekanisme pelayanan
IB dan kelahiran ganda, serta pembinaan hasil IB dalam rangka
memperlancar pelaksanaan penyelenggaraan IB dan kelahiran ganda.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang diatur dalam pedoman ini meliputi latar belakang,
maksud dan tujuan, sistem pelayanan, metode inseminasi, organisasi
pelayanan, sumber daya manusia, sarana prasarana pelayanan,
pembiayaan, pembinaan kelompok ternak serta pencatatan dan
pelaporan.
D. Pengertian
Dalam pedoman ini, yang dimaksud dengan :
1. Inseminasi Buatan (IB) adalah memasukkan mani/semen ke dalam
alat kelamin hewan betina sehat dengan menggunakan alat
inseminasi agar hewan tersebut menjadi bunting;
2. Birahi adalah suatu kondisi dimana sapi betina siap atau bersedia
dikawini oleh pejantan dengan disertai gejala yang khas;
3. Semen adalah mani yang berasal dari pejantan unggul, digunakan
untuk inseminasi buatan;
4. Semen Beku sapi adalah semen yang berasal dari pejantan sapi
terpilih yang diencerkan sesuai prosedur dan dibekukan pada suhu
minus 196° Celcius;
5. Service per Conception (S/C) adalah jumlah pelayanan inseminasi
(service) yang dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadinya
kebuntingan atau konsepsi
6. Conception Rate (CR) adalah prosentase sapi betina yang bunting
pada inseminasi pertama, dan disebut conception rate atau angka
konsepsi;
7. Transfer Embrio yang selanjutnya disebut TE adalah prose kegiatan
yang meliputi produksi embrio, pembekuan, penyimpanan, handling,
thawing, memasukan embrio kedalam alat kelamin ternak betina
dengan teknik tertentu agar ternak itu bunting;
8. Resipien adalah ternak betina yang memenuhi syarat sebagai induk
semang penerima embrio sampai dengan melahirkan;
9. Penyerentakan Birahi adalah menciptakan kondisi pada sekelompok
ternak betina agar mendapatkan gejala berahi pada waktu yang
bersamaan yaitu dengan pemberian preparat hormon;
10. Kelahiran Ganda adalah kelahiran dua anak dalam satu proses
kelahiran yang diperoleh dari perlakuan kombinasi Inseminasi Buatan
dan Transfer Embrio;
11. Produksi semen beku adalah proses kegiatan yang meliputi kegiatan
persiapan, penampungan, evaluasi semen, pengenceran, pembekuan,
pengemasan dan pemeriksaan paska pembekuan;
12. Pejantan adalah ternak unggul yang memenuhi syarat teknis,
reproduktif maupun kesehatan, telah lulus dari uji performans dan uji
zuriat, untuk ditampung semennya dan diproses menjadi semen beku;
13. Akseptor adalah ternak betina produktif yang dimanfaatkan untuk
inseminasi buatan;
14. Pelatihan adalah proses belajar untuk meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan di bidang inseminasi buatan;
15. Inseminator adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan
ketrampilan khusus untuk melakukan inseminasi buatan serta
memiliki Surat Izin Melakukan Inseminasi (SIMI);
16. Inseminator Mandiri adalah inseminator yang berasal dari kalangan
peternak atau masyarakat (bukan pegawai pemerintah);
17. Kader Inseminator adalah calon inseminator yang telah memperoleh
pelatihan di luar ketentuan yang ditetapkan dalam Surat Keputusan
Direktur Jenderal Peternakan Nomor 52/OT.210/Kpts/0896;
18. Surat Ijin Melakukan Inseminator Buatan (SIM-I) adalah bukti sah yang
dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-IB berhak
melakukan inseminasi buatan dan berlaku selama 4 (empat) tahun;
19. Surat Ijin untuk Asisten Teknis Reproduksi (SIM-A1) adalah bukti sah
yang dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-A2 berhak
melakukan pengelolaan reproduksi selama 4 (empat) tahun;
20. Surat Ijin Melakukan Pemeriksaan Kebuntingan (SIM-A2) adalah bukti
sah yang dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-PKB
berhak melakukan pemeriksaan kebuntingan selama 4 (empat) tahun;
21. Surat Ijin Melakukan Selektor (SIM-B) adalah bukti sah yang
dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-B berhak
melakukan seleksi terhadap ternak hasil IB selama 4 (empat) tahun;
22. Surat Ijin Melakukan Pengawasan Mutu Semen (SIM-C) adalah bukti
sah yang dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-C
berhak melakukan pengawasan mutu semen selama 4 (empat) tahun;
23. Pemeriksa Kebuntingan yang selanjutnya disebut sebagai PKB adalah
petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan ketrampilan khusus
untuk melakukan pemeriksaan kebuntingan serta memiliki SIM-PKB;
24. Asisten Teknis Reproduksi yang selanjutnya disebut sebagai ATR
adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan ketrampilan
dasar manajemen reproduksi untuk melakukan pengelolaan
reproduksi;
25. Pengawas Mutu Semen Beku/penangan semen beku adalah petugas
yang telah dididik khusus mengenai tatacara penangan/pengawasan
mutu semen;
26. Selektor adalah petugas yang dididik khusus untuk mencatat, memilih
dan menyeleksi ternak hasil inseminasi buatan;
27. Supervisor I adalah petugas yang telah dididik khusus tentang
pengelolaan SP-IB (Satuan Pelayanan Inseminasi Buatan) tingkat
Provinsi;
28. Supervisor II adalah petugas yang telah dididik khusus tentang
pengelolaan SP-IB tingkat Kabupaten/Kota;
29. Koordinator IB adalah penanggung jawab pelaksanaan IB di Provinsi
maupun Kabupaten/Kota jika petugas yang telah dididik khusus
(Supervisor I dan II) belum ada;
30. Recording System adalah sistem kegiatan yang meliputi identifikasi,
pencatatan produktifitas, pencatatan silsilah, pencatatan reproduksi
dan pencatatan manajemen.
II. TATA CARA PELAYANAN INSEMINASI BUATAN
Wilayah pelayanan Inseminasi Buatan ditentukan atas dasar tahapan
pelaksanaan IB meliputi 3 (tiga) tahapan yaitu wilayah tahapan introduksi,
wilayah tahapan pengembangan, dan wilayah tahapan swadaya. Lokasi
pelaksanaan IB diarahkan kepada sentra produksi dan atau kawasan
pengembangan sapi potong dan sapi perah.
A. Model dan Wilayah Tahapan Pelayanan IB
Model pelayanan IB meliputi 3 (tiga) model yaitu melalui pelayanan aktif
(peternak mendatangi inseminator), semi aktif (inseminator dan peternak
bertemu di suatu tempat) dan pelayanan pasif (inseminator mendatangi
peternak).
Perencanaan pelayanan IB pada setiap SP-IB, dilakukan dengan
memperhitungkan beberapa hal yaitu struktur populasi ternak sapi
(dewasa, muda dan anak baik jantan maupun betina), akseptor, Service
per Conception (S/C) dan Conception Rate (CR), tenaga dan sarana yang
tersedia.
Batasan dan kriteria wilayah tahapan pelayanan IB disajikan pada tabel-1
berikut :
Tabel-1. Batasan dan Kriteria Wilayah Tahapan Pelayanan IB
Uraian Wilayah Tahapan Pelayanan IB
Introduksi Pengembangan Swadaya
KINERJA
Kemampuan Inseminator / tahun (dosis)
S/C
CR (%)
300
3-5
50
500
2-3
70
800
<2
80
BATASAN
1. Waktu Pelaksanaan IB
2. Wilayah
3. Jumlah Akseptor (ekor/
tahun/inseminator)
4. Cakupan Wilayah Binaan (ekor/tahun)
5. Sumber Dana
<5 tahun
SP-IB
>100
1.800
100% APBN
5-10 tahun
SP-IB
>200
3.600
APBN & APBD
10 tahun
SP-IB
>400
7.200
100 %
Peternak/
Koperasi
B. Tolok Ukur Keberhasilan Pelaksanaan IB
1. Petugas Lapangan
Tabel-2. Tolak Ukur Keberhasilan Pelaksanaan IB di Lapangan
Uraian Lokasi
Introduksi Pengembangan Swadaya
Petugas Lapangan
1) Inseminator
- S/C
- CR (%)
- Dinilai oleh
- Waktu pelaksanaan
penilaian dlm setahun
- Pelaporan
2) PKB
- Ketepatan diagnosa
kebuntingan
- Dinilai oleh
- Waktu pelaksanaan
penilaian dlm setahun
- Pelaporan
3) ATR
- Ketepatan diagnosa
gangguan reproduksi
- Keberhasilan
penanganan gangguan
reproduksi
- Dinilai oleh
- Waktu pelaksanaan
penilaian dlm setahun
- Pelaporan
3
50
PKB
4 bulan sekali
Tertib
90 %
ATR
4 bulan sekali
Tertib
70 %
>50 ekor
Supervisor II
3 bulan sekali
Tertib
2
70
PKB
4 bulan sekali
Tertib
90 %
ATR
4 bulan sekali
Tertib
70 %
>50 ekor
Supervisor II
3 bulan sekali
Tertib
1,5
80
PKB
4 bulan sekali
Tertib
90 %
ATR
4 bulan sekali
Tertib
70 %
>50 ekor
Supervisor II
3 bulan sekali
Tertib
2. Wilayah Tahapan
Untuk menilai keberhasilan pelaksanaan IB pada SP-IB di tingkat
Kabupaten/Kota, hal-hal yang perlu dinilai adalah seperti pada Tabel-3
berikut.
Tabel-3. Tolak Ukur Keberhasilan Pelaksanaan IB di SP-IB
Uraian Wilayah Tahapan
Introduksi Pengembangan Swadaya
1) S/C
2) CR (%)
3) Jumlah IB (Dosis)
4) Jumlah akseptor (ekor)
5) Cakupan wilayah binaan (ekor)
6) Kelahiran /tahun minimal
(ekor)
7) Kasus Reproduksi (%)
8) Keberhasilan penanganan
gangguan reproduksi (ekor)
9) Waktu Pelaksanaan penilaian
dalam setahun
10) Pelaporan
3-5
50
1.800
600
1.800
480
5-10
>50
6 bulan sekali
Tertib
2-3
70
2.400
1.200
3.600
960
5-10
>50
6 bulan sekali
Tertib
<2
80
3.600
2.400
7.200
1.920
5-10
>50
6 bulan sekali
Tertib
C. Izin Melakukan Inseminasi Buatan
Untuk dapat melakukan inseminasi buatan di masyarakat peternak,
petugas teknis inseminasi buatan harus memiliki Surat Izin Melakukan
Iseminasi Buatan (SIM) yang dikeluarkan oleh Dinas yang menangani
fungsi peternakan dan kesehatan hewan Provinsi setempat. Masa berlaku
SIM adalah selama 4 (empat) tahun dan dapat diperpanjang setiap kali
untuk masa 4 tahun setelah yang bersangkutan dapat menunjukan
catatan keberhasilan inseminasi buatan 4 tahun terakhir.
Surat Izin Melakukan Iseminasi Buatan (SIM) diberikan sesuai dengan
tingkat keterampilan petugas inseminasi buatan yaitu:
1. SIM-I untuk petugas Inseminator;
2. SIM-A1 untuk petugas Asisten Teknis Reproduksi;
3. SIM-A2 untuk petugas Pemeriksa Kebuntingan;
4. SIM-B untuk petugas Selektor;
5. SIM-C untuk petugas Pengawas Mutu Semen Beku.
III. TEKNIS PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN
Teknis Inseminasi memerlukan keterampilan khusus yang tidak mudah
dilakukan oleh orang yang tidak dilatih khusus untuk keperluan tersebut.
Dengan demikian tidak dibenarkan apabila pelaksana IB di lapangan
diserahkan kepada petugas yang belum atau tidak cukup mengikuti
kursus/latihan lnseminator.
Teori teknis Inseminasi tidak dibahas dalam buku Pedoman ini. Beberapa
hal yang perlu diketahui oleh penata organisasi pelaksanaan IB di daerah
adalah sebagai berikut :
A. Bangsa dan Kualitas Sapi Pejantan IB
Berbagai bangsa sapi telah mulai dicoba dan diperkenalkan di lapangan
dengan mempersilangkannya dengan sapi-sapi lokal. Bangsa-bangsa
sapi yang semuanya telah dipergunakan di Indonesia ialah: Sapi Bali,
Sapi Madura, Sapi Onggole, Sapi Brahman, Sapi Simmental, Sapi
Limousin, Sapi Angus, Sapi Brangus, Sapi Friesian Holstein.
Banyaknya jenis/bangsa sapi tersebut diperhitungkan tidak
menguntungkan ditinjau dari segi praktis pembibitan ternak, terutama
dalam pembinaan dan pengendaliannya.
Langkah-langkah yang telah dilakukan dan masih harus dilanjutkan
ditujukan untuk secepat mungkin dapat menilai bangsa-bangsa sapi
mana yang cocok atau tidak cocok untuk kondisi lokal. Bangsa-bangsa
sapi yang ternyata tidak cocok untuk kondisi tersebut harus segera
dihentikan penyebar luasannya.
Untuk keperluan tersebut perlu diterapkan metoda pengujian, dimana
sistim pencatatan dan pelaporan (recording system) mutlak
dilaksanakan. Dua macam cara dapat ditempuh:
1. Pada satu populasi yang memiliki kondisi lingkungan yang sama dan
merata (ketinggian, temperatur, kelembaban, suplai makanan
ternak, tingkat keterampilan peternak), dicoba persilangan sapi
lokal dengan berbagai bangsa sapi Import. Dari hasil recording akan
dapat diketahui bahwa salah satu bangsa sapi (bangsa sapi X)
menunjukkan prestasi yang lebih baik dari bangsa-bangsa sapi
lainnya yang dicoba pada kondisi lingkungan yang sama. Dengan
demikian selanjutnya untuk lokasi tersebut hanya bangsa sapi X saja
yang akan dipergunakan untuk memperbaiki mutu dan daya
produksi sapi setempat. Penggunaan bangsa-bangsa sapi lainnya
ditentukan, hasil pengujian pada lokasi-lokasi lainnya yang kondisi
lingkungannya sama.
2. Dipilih sejumlah lokasi yang terpisah dengan kondisi lingkungan
yang sama. Pada masing-masing lokasi dicoba satu bangsa sapi,
kemudian diperbandingkan prestasi dari persilangan bangsa-bangsa
sapi tersebut dengan sapi lokal. Hanya bangsa sapi yang
persilangannya menunjukan prestasi yang memuaskan saja yang
terus dikembangkan, lainnya dihentikan dan diganti dengan bangsa
sapi yang hasil penilaiannya memuaskan.
Penggunaan semen beku dari satu pejantan IB pada satu lokasi tidak
boleh lebih dari 3 tahun agar tidak terjadi inbreeding. Mengenai
kualitas semen beku dari pejantan-pejantan IB, hal ini dipercayakan
kepada Balai Inseminasi Buatan (BIB) Pusat dan Balai Inseminasi Buatan
Daerah (BIBD) dalam penerapan sistim pemeliharaan ternak, khususnya
dalam penyediaan pejantan-pejantan IB. Dalam kegiatan ini sekali lagi
sangat penting artinya penerapan recording system, agar Balai
Inseminasi Buatan dapat secepat mungkin menilai kualitas pejantanpejantan
yang dipergunakan.
B. Penyimpanan dan Pemindahan Semen Beku
Semen yang dihasilkan oleh BIB Pusat, BIBD atau semen ex impor sudah
diuji daya tahan penyimpanan dan daya kesuburannya, selanjutnya
daya tahan penyimpanan dan daya kesuburan tersebut akan sangat
dipengaruhi oleh cara-cara penyimpanan dan perlakuan lainnya
sewaktu dalam perjalanan antara BIB, SP-IB, Pos IB hingga saat
diinseminasikan.
Cara penyimpanan dan pemindahan semen telah diajarkan kepada
peserta kursus/latihan Handling Semen. Namun demikian ada
kemungkinan tugas penyimpanan dan pemindahan semen dari satu
wadah (container) ke wadah lainnya di daerah tepaksa dipercayakan
kepada petugas bukan Inseminator. Hal-hal pokok yang harus diketahui
ialah:
1. Straw (semen beku) yang disimpan dalam container (wadah
penyimpanan) ditempatkan dalam goblet yang alas/dasarnya
tertutup rapih, goblet-goblet ditempatkan dalam canister yang
alas/dasarnya tertutup atau berlubang-lubang. Apabila semen
langsung ditempatkan dalam canister (tanpa goblet), maka harus
dipergunakan canister dengan alas tertutup.
2. Canister (1 s/d 6 buah) ditempatkan dalam container yang berisi
Nitrogen Cair (N2). N2 cair tidak boleh sampai habis menguap oleh
karena hal ini akan menyebabkan semua benih yang tersimpan di
dalamnya akan mati. Dianjurkan permukaan N2 cair dalam
container selalu dijaga agar seluruh Straw terendam dalam N2 cair.
3. Pemindahan Semen dari satu container ke container lainnya
dilakukan sebagai berikut:
a. Container dimana Straw akan dipindahkan diisi terlebih dahulu
dengan N2 cair dimana canister dan goblet kosong sudah berada
di dalamnya.
b. Tempatkan kedua container sedekat mungkin.
c. Angkat canister sampai ke mulut container dan jepit tangkainya
dengan penjepit (forcep).
d. Pindahkan Straw secepat mungkin dari canister A ke canister B
dengan memakai pinset atau dengan jari yang bersarung tangan.
Waktu yang dipergunakan untuk pemindahan Straw dari canister
A ke canister B tidak boleh lebih dari 3 detik.
C. Kode Warna dan Kode Nomor Straw
Kode-kode ini dipergunakan untuk mengenal pejantan yang menghasilkan
semen yang bersangkutan secara individu. Juga dapat diketahui nomor
pembuatan (batch number) sehingga kalau ternyata ada sejumlah besar
semen dengan kode yang sama menunjukkan penilaian hasil Inseminasi
yang tidak memuaskan, segera dapat diumumkan kepada daerah-daerah
untuk tidak lagi mempergunakan sisa semen dengan kode dimaksud.
Disamping itu BIB Pusat atau BIB Daerah penghasil semen yang
bersangkutan dapat meneliti sebab-sebab dari pada hal yang kurang
memuaskan ini.
Kode-kode semen sangat vital untuk kita dapat menerapkan sistim
"recording" dalam pelaksanaan IB yang dilengkapi dengan "progeny
testing". Kode-kode semen yang dipergunakan di lapangan hendaknya
dicatat secara lengkap dalam laporan-laporan petugas dalam pencatatan
dan laporan Pelaksanaan IB.
Untuk mempermudah pengenalan jenis/bangsa sapi dari kumpulan
sejumlah semen beku atau straw, dipergunakan straw dengan warna
yang berlainan untuk masing- masing bangsa sebagai berikut:
Tabel-4. Warna dan Kode Straw
Bangsa Sapi Warna Straw
Bali
Madura
Ongole
Frissian Holstein (FH)
Brahman
Angus
Brangus
Simmental
Limousine
Merah
Hijau
Biru Muda
Abu-abu
Biru Tua
Hijau Biru
Hijau Tua
Transparan
Merah Jambu
Contoh Identifikasi Straw
BIB Lembang
BROCK 60653
A 002 SIMMENTAL
Keterangan :
A 002 adalah nomor pembuatan (batch number)
60653 adalah nomor kode pejantan
BROCK adalah nama pejantan
SIMMENTAL adalah jenis/bangsa pejantan
BIB Lembang adalah pabrik yang membuat
Dalam menuliskan kode Straw pada laporan-laporan cukup ditulis
dengan mencantumkan kode batch dan kode pejantan (A 002/60653).
Dengan identifikasi tersebut BIB Lembang sudah akan mengetahui
dengan tepat sapi pejantan yang mana yang menghasilkan semen
dengan kode dimaksud, serta tahun dan nomor
penampungan/pengolahan semen dimaksud.
D. Persiapan dan Teknik Inseminasi
Kegiatan ini dilakukan oleh Inseminator sehingga petunjuk untuk
keperluan ini telah diberikan/diajarkan pada waktu kursus/latihan;
berbagai teknik pengenceran kembali (thawing) semen dan teknik
Inseminasi. Namun demikian standar yang diajarkan pada kursuskursus
sudah diperhitungkan sebagai cara/teknik yang paling praktis
dan baik. Tidak dianjurkan untuk mencoba teknik-teknik yang
menyimpang dari yang telah diajarkan dalam Pelatihan Inseminator.
E. Pengaturan Penyediaan Semen Beku dan Nitrogen Cair
Patokan yang harus diperhatikan ialah:
1. Jangan sampai terjadi seekor sapi betina yang memerlukan
pelayanan Inseminasi tidak dapat diinseminasi oleh karena semen
beku atau jenis yang diperlukan telah habis.
2. Harus diperhatikan agar container selalu terisi nitrogen cair yang
merendam semen beku yang tersimpan di dalamnya.
3. Nitrogen cair untuk keperluan transportasi temasuk untuk
operasional Inseminasi di lapangan harus selalu tersedia.
Untuk keperluan tersebut diatas harus dapat diperhitungkan dengan
tepat jumlah dosis kebutuhan semen beku dari masing-masing bangsa
sapi dan kebutuhan nitrogen cair untuk satu periode tertentu.
Agar mempermudah pengaturan distribusi, jumlah kebutuhan tersebut
sebaiknya diperhitungkan setiap 6 bulan untuk dosis semen beku dan
kebutuhan semen beku sudah harus terperinci untuk masing-masing
bangsa sapi.
Angka-angka kebutuhan semen beku dikirimkan kepada BIB Pusat atau
BIB Daerah yang melaksanakan distribusi semen beku.
F. Sistim Pelaporan Sapi Berahi dan Pelayanan Inseminasi
Ketepatan waktu pelayanan Inseminasi merupakan salah satu faktor yang
menentukan kebuntingan. Sistim/pengaturan pelaporan sapi berahi dan
pelayanan Inseminasi yang disesuaikan dengan kondisi setempat
hendaknya dapat menjamin tidak terlambatnya pelayanan lnseminasi
oleh para inseminator.
Standar yang seragam untuk pengaturan pelaporan dan pelayanan
Inseminasi tidak dapat dibuat oleh karena kondisi lapangan yang
berbeda-beda. Pedoman berikut dapat dipergunakan sebagai bahan
untuk disesuaikan dengan kondisi lapangan setempat:
1. Berdasarkan kepadatan dan penyebaran populasi sapi betina dewasa
akseptor/calon akseptor IB dan dengan memperhatikan sarana
komunikasi/transportasi dibangun Pos Inseminasi Buatan (Pos IB).
Pos IB dilengkapi dengan sebuah kandang kawin, beberapa patok
untuk menambatkan sapi-sapi betina yang menunggu pelayanan IB
dan sebuah kotak tempat menyimpan kartu sapi yang akan diisi oleh
Peternak Peserta IB. Kotak tersebut harus beratap sehingga apabila
hari hujan kartu-kartu sapi tidak basah.
2. Seorang Inseminator melayani beberapa Pos IB tergantung kepada
kemampuan jarak jangkau yang ditentukan oleh keadaan lapangan
dan sarana mobilitas yang diberikan kepada Inseminator tersebut.
3. Peternak sekitar Pos IB yang sapinya berahi membawa sapi tersebut
beserta kartu sapi ke Pos IB yang terdekat saat menjelang waktu
kedatangan Inseminator yang telah ditentukan (jadwal waktu
kunjungan Insemmator untuk masing-masing Pos IB harus dibuat
terlebih dahulu dan dipatuhi oleh Inseminator dengan disiplin tinggi).
Peternak dapat menunggu sampai datangnya Inseminator, atau kalau
waktunya terbatas ia meninggalkan sapi dan kartu sapinya di Pos IB.
Pengaturan kunjungan Inseminator dapat diatur seperti contoh berikut:
Bila seorang Inseminator melayani 5 (lima) buah Pos IB maka jadwal
waktu kunjungannya adalah :
Pos IB No. 1 2 3 4 5
Jam kunjungan pagi hari 7.00 7.45 8.30 9.15 10.00
Jam kunjungan sore hari 14.30 15.15 16.00 16.45 17.30
Urutan nomor Pos IB disesuaikan dengan tempat tinggal Inseminator
atau SP-IB Kecamatan/Puskeswan/KUD dimana ditempatkan
penyimpanan semen beku dan nitrogen cair yang melayani beberapa
orang Inseminator. Pelayanan Inseminasi untuk sapi-sapi milik
perusahaan dilakukan berdasarkan permintaan pelayanan dari
perusahaan yang bersangkutan, yang melaporkan kepada petugas
Inseminator apabila ada sapinya yang memerlukan Inseminasi.
G. Inseminasi dengan Penyerempakan Birahi
Mengingat Indonesia merupakan negara topis, maka pola perkawinan
pada ternak sapi mengikuti kondisi agroklimat/alam yaitu berlangsung
sepanjang tahun. Hal ini merupakan salah satu faktor sulitnya
mendapatkan kondisi berahi pada ternak sapi khususnya sapi lokal.
Upaya terobosan dalam pengembangan IB adalah melakukan
pengaturan masa perkawinan dengan metoda sinkronisasi berahi atau
penyerempakan berahi yaitu dengan pemberian preparat hormon agar
mendapatkan gejala berahi setelah perlakuan dan langsung dilakukan
inseminasi.
Beberapa metoda sinkronisasi berahi berdasarkan hormon yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1. Sinkronisasi menggunakan preparat hormon Prostaglandin (PGF2 )
Penyuntikan PGF2 diberikan pada ternak sapi dengan dosis/ekor 15
mg/I.M setelah dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu secara
palpasi rektal dengan kondisi ternak tidak bunting dan memiliki
Corpus Luteum (CL) yang jelas. Berahi akan muncul antara 48 – 96
jam kemudian. Kelompok ternak yang menunjukkan gejala berahi
dapat langsung di IB. Untuk ternak yang tidak berahi dapat
dilakukan penyuntikan ulang dengan PGF2 pada hari ke-11 dan
segera kawinkan (IB) setelah memperlihatkan gejala birahi.
2. Sinkronisasi menggunakan CIDR
Implant ditempatkan ke dalam vagina dengan menggunakan alat
pemasang, bentuk CIDR ada 2 (dua) yaitu bentuk spiral dan huruf “T”.
Beberapa cara penggunaan CIDR :
a. Kombinasi CIDR dengan Oestradiol
CIDR berisi kombinasi progesteron dan Oestradiol Benzoate,
pemakaian dengan cara implantasi ke dalam vagina selama 10 –
12 hari. Betina dapat di IB setelah 56 jam CIDR dicabut, atau 2 kali
IB pada 48 jam dan 72 jam setelah CIDR dicabut.
b. Kombinasi CIDR dengan PGF2 :
1) Untuk ternak Dara, implantasi CIDR kedalam vagina pada H0,
pada H6 suntik PGF2 (7,5 mg/ekor), dan cabut CIDR pada H10
selanjutnya di IB pada H12 atau 50 jam setelah pencabutan
CIDR.
2) Untuk ternak Potong dan Perah, Implantasi CIDR kedalam
vagina pada H0, pada H6 suntik dengan PGF2 , dan cabut
CIDR H7 selanjutnya ternak di IB pada H9.
Cara ini disamping lebih mudah dalam pengaturan masa perkawinan,
juga sangat efektif dalam mencari akseptor baru (pengembangan
wilayah), IB secara massal, serta pada akhirnya memudahkan
pemasaran hasil ternak.
H. Kelahiran Ganda dengan Kombinasi IB dan TE
Dalam upaya Program Sawembada Daging Sapi (PSDS) Tahun 2014
khususnya dalam mempercepat peningkatan populasi dan mutu genetik
sapi dengan mengoptimalisasikan potensi yang ada, maka perlu dicari
metode lain yang lebih baik dan lebih cepat yaitu teknologi TE yang
memang merupakan alat untuk meningkatkan mutu genetik dan populasi
ternak sapi secara cepat. Penerapan Multiple Ovulation and Embryo
Transfer (MOET) dan produksi embrio invitro akan sangat efektif untuk
meningkatkan populasi ternak.
Untuk lebih mengoptimalkan kinerja IB dan TE diperlukan langkahlangkah
kegiatan yang jelas, terpadu dan efisien dengan dukungan
kebutuhan dan fasilitas yang difokuskan pada upaya pemenuhan
kebutuhan daging sapi dan peningkatan populasi ternak.
Kelahiran ganda (twinning) pada ternak sapi melalui kombinasi IB dan TE
yaitu melakukan TE dengan menggunakan embrio invitro pada sapi betina
resipien yang telah di IB (TE dilakukan 7 hari setelah di IB).
Sasaran aplikasi kelahiran ganda ternak sapi akan diperioritaskan khusus
untuk daerah-daerah dimana inseminasi buatan telah berkembang,
daerah dimaksud mempunyai suatu kawasan yang berpotensi untuk
pengembangan ternak sapi dan telah siap untuk meningkatkan mutu
genetik melalui teknik IB dan TE seperti Perusahaan Peternakan, Koperasi
dan Kelompok-kelompok ternak terpilih dan layak seperti pada kelompok
Sarjana Membangun Desa (SMD) dan Lembaga Mandiri yang Mengakar di
Masyarakat (LM3).
IV. ORGANISASI PELAYANAN IB
Dalam melaksanakan pelayanan IB, dibutuhkan Organisasi yang ideal guna
menunjang kegiatan pelayanan IB secara optimal dan memberikan pelayanan
IB yang memuaskan konsumen, dalam hal ini khususnya peternak sebagai
pelayanan.
Struktur Organisasi Pelayanan Inseminasi Buatan dilaksanakan melalui Satuan
Pelayanan Inseminasi Buatan (SP-IB), yang bertingkat yaitu SP-IB
Kecamatan/KUD/Puskeswan, SP-IB Kabupaten dan SP-IB Provinsi. Selain itu
Struktur Organisasi dibentuk untuk tujuan pengawasan penggunaan sarana
prasarana, pengawasan kualitas semen beku pada setiap jenjang, serta
pengawasan terhadap kualitas SDM pelaksana pelayanan.
Struktur Organisasi kegiatan pelayanan IB, seperti terlampir pada Lampiran-2
dan Lampiran-3. Untuk lebih efisien dan dapat memberikan pelayanan yang
lebih baik setiap Provinsi wajib membentuk Organisasi Pelayanan IB.
Langkah-langkah pembentukan serta uraian tugas teknisi IB dan unit kerja
pelaksanaan IB secara terinci dijelaskan pada butir 1 dan 2 sebagai berikut :
A. Struktur Organisasi Pelayanan IB
1. Tingkat Provinsi
Dibentuk SP-IB Tingkat I dengan petugas yang terdiri dari :
a. 1 (satu) orang Supervisor I
b. 1 (satu) orang Petugas Sterility Control
c. 1 (satu) orang Pengawas Mutu Semen
d. Beberapa orang Staf Administrasi dan Pencatatan
2. Tingkat Kabupaten/Kota
Dibentuk SP-IB Tingkat II dengan petugas yang terdiri dari :
a. 1 (satu) orang Supervisor II
b. 1 (satu) orang Asisten Teknis Reproduksi (ATR)
c. 1 (satu) orang Pengawas Mutu Semen
d. Beberapa orang Staf Administrasi dan Pencatatan
3. Tingkat Kecamatan/KUD/Puskeswan
a. 3-6 orang Inseminator
b. 1 (satu) orang Inseminator Pembantu
c. 1-2 orang Pemeriksa Kebuntingan (PKB)
d. 1 (satu) orang Asisten Teknisi Reproduksi (ATR)
e. 1 (satu) orang Petugas Pengawas Mutu Semen
f. 1 (satu) orang Petugas Pelaporan dan Pencatatan
Dengan jumlah kelompok petani/peternak yang akan dibina sebanyak
6-12 kelompok.
Di setiap kecamatan/KUD/Puskeswan terdapat 1 (satu) SP-IB, tetapi
apabila peternak dan akseptornya memungkinkan dapat dibentuk 2 (dua)
SP-IB atau lebih, sedangkan apabila peternak dan akseptornya kurang,
dapat membentuk 1 (satu) SP-IB dengan operasionalnya 1 (satu) ATR
membawahi 2 (dua) PKB dan 1 (satu) PKB membawahi 3 (tiga)
Inseminator, 1 (satu) Inseminator membina minimal 4 (empat) kelompok
peternak, atau dikaitkan dengan SP-IB terdekat.
B. Langkah-langkah Pembentukan SP-IB :
1. Lokasi IB pada tahap Introduksi
a. 1 (satu) SP-IB dengan akseptor lebih dari 300 ekor, mempunyai
teknisi IB; 3 (tiga) orang Inseminator yang berkedudukan pada 3
Pos IB, 1 (satu) orang PKB dan 1 (satu) orang ATR sebagai
pimpinan SP-IB. Selanjutnya SP-IB tersebut dapat dikembangkan
menjadi 1 (satu) unit SP-IB lengkap sesuai dengan standar, bila
akseptornya bertambah. Demikian juga tenaga Inseminator dan
PKB dapat ditambah sesuai dengan bertambahnya akseptor.
b. Apabila lokasi tersebut hanya terdapat kurang dari 300 ekor
akseptor, jumlah Inseminator kurang dari 3 orang, sehingga hanya
ada 1 atau 2 Inseminator dengan 1 atau 2 pos IB. Maka lokasi
tersebut belum dapat dijadikan 1 (satu) SP-IB, tetapi cukup
dengan 1 atau 2 Pos IB. Sedangkan pembinaan dari aspek
pemeriksaan kebuntingan dan masalah reproduksi, dapat
dilakukan oleh PKB dan ATR pada SP-IB terdekat dengan lokasi Pos
IB tersebut.
2. Lokasi IB pada tahap Pengembangan
a. Apabila pada lokasi tersebut terdapat akseptor minimal 600 ekor
dapat dijadikan 1 (satu) SP-IB dengan teknisi IB; 3 Inseminator
yang berkedudukan pada 3 Pos IB, 1 PKB, 1 ATR sebagai pimpinan
SP-IB. Selanjutnya SP-IB tersebut dapat dikembangkan menjadi 1
unit SP-IB lengkap sesuai dengan standar apabila akseptor
bertambah. Demikian juga tenaga Inseminator dan PKB dapat
ditambah sesuai dengan penambahan akseptor.
b. Apabila pada lokasi tersebut terdapat akseptor kurang dari 600
ekor, berarti jumlah Inseminator kurang dari 3 orang, sehingga
pada lokasi tersebut kemungkinan hanya ada 1 atau 2 orang
Inseminator dengan 1 atau 2 Pos IB. Dengan demikian lokasi
belum dapat dijadikan 1 (satu) SP-IB, tetapi cukup dengan 1 atau 2
Pos IB. Sedangkan pembinaan masalah pemeriksaan kebuntingan
dan reproduksi dapat dilakukan oleh PKB dan ATR pada SP-IB
terdekat dengan lokasi Pos IB tersebut.
3. Lokasi IB pada tahap Swadaya
a. Apabila pada lokasi terdapat akseptor minimal 1.200 ekor dapat
dijadikan 1 SP-IB dengan teknisi 3 orang Inseminator yang
berkedudukan pada 3 Pos IB, 1 PKB, 1 ATR sebagai pimpinan SP-IB.
Selanjutnya SP-IB tersebut dapat dikembangkan menjadi Unit SPIB
lengkap sesuai dengan standar apabila akseptornya bertambah.
Demikian juga tenaga Inseminator dan PKB dapat ditambah sesuai
dengan penambahan akseptornya.
b. Apabila lokasi tersebut terdapat akseptor kurang dari 1.200 ekor,
berarti jumlah Inseminator kurang dari 3 orang sehingga pada
lokasi tersebut kemungkinan hanya ada 1 atau 2 Inseminator
dengan 1 atau 2 Pos IB. Dengan demikian belum dapat dijadikan 1
(satu) SP-IB, tetapi cukup dengan 1 atau 2 Pos IB. Sedangkan
pembinaan yang menyangkut pemeriksaan kebbuntingan dan
masalah reproduksi dapat dilakukan oleh PKB dan ATR pada SP-IB
terdekat dengan lokasi Pos IB tersebut.
C. Uraian Tugas Teknisi IB dan Unit Kerja Pelaksana IB
Secara garis besar uraian tugas teknisi IB dan unit kerja pelaksana
kegiatan IB adalah sebagai berikut :
1. Dinas Propinsi
a. Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan kegiatan IB di
Provinsi.
b. Mengawasi distribusi semen beku ke Dinas Peternakan
Kabupaten/Kota (SP-IB Kabupaten/Kota) berdasarkan kebijakan
pemuliabiakan.
c. Mengadakan supervisi pelaksanaan IB di Provinsi.
d. Mengadakan evaluasi IB di Provinsi.
e. Mengeluarkan Surat Ijin Melakukan Inseminasi Buatan (SIM-I),
Surat Ijin Melakukan Pemeriksaan Kebuntingan (SIM-A2), Surat Ijin
Melakukan Asisten Teknis Reproduksi (SIM-A1), Surat Ijin
Melakukan Selektor (SIM-B), dan Surat Ijin Melakukan
Pengawasan Mutu Semen Beku (SIM-C).
f. Melakukan koordinasi pelaksanaan IB dengan instansi terkait.
g. Melakukan koordinasi dengan Balai Inseminasi Buatan (BIB) Pusat
dan Daerah dalam pengadaan semen beku.
h. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan IB di Provinsi yang
ditujukan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan (setiap bulan pada minggu ke-empat).
2. SP-IB Tingkat Provinsi
a. Mengkoordinir pelaksanaan IB di Provinsi.
b. Menyiapkan kebutuhan semen beku dan peralatan IB di Provinsi.
c. Pengadaan, penyimpanan dan distribusi semen beku serta
peralatan IB.
d. Membuat catatan inventarisasi peralatan dan semen beku di
Provinsi.
e. Mengolah data pelaksanaan IB di lapangan.
f. Menganalisa kegiatan IB di lapangan.
g. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan IB di Provinsi yang
bersangkutan setiap bulan pada minggu ke-empat.
h. Khusus untuk sapi perah, Gabungan Koperasi Susu Indonesia
(GKSI) Daerah menyampaikan laporan ke GKSI Pusat dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Peternakan Provinsi.
3. Supervisor I
a. Mengkoordinir pelaksanaan IB di Provinsi.
b. Berkoordinasi dengan Dinas Peternakan Provinsi dan Supervisor II
dalam menyiapkan peta wilayah IB.
c. Membuat perencanaan pelaksanaan IB di seluruh wilayah SP-IB
Tingkat Kabupaten.
d. Membina dan mengawasi pelaksanaan IB pada seluruh wilayah
SP-IB Tingkat Kabupaten.
e. Bertanggung jawab atas pengadaan, penyimpanan, penyaluran
semen beku serta peralatan IB.
f. Membuat laporan bulanan kegiatan pelaksanaan IB di Provinsi dan
menyampaikan kepada Kepala Dinas Peternakan Provinsi setiap
bulan pada minggu ke-empat.
g. Melakukan evaluasi wilayah kerja Supervisor II
4. Dinas Kabupaten/Kota
a. Pendataan jumlah akseptor IB berdasarkan bangsa dan jenis
ternak.
b. Merencanakan jumlah dosis dan jenis semen beku yang akan
digunakan.
c. Mengawasi distribusi semen beku ke SP-IB tingkat
Kecamatan/KUD/Puskeswan.
d. Mengatur wilayah kerja Inseminator, Pengawas Mutu Semen
Beku, PKB, ATR dan Selektor serta mengajukan permohonan SIM-I,
SIM-A1, SIM-A2, SIM-B, dan SIM-C.
e. Melakukan pengawasan operasional IB.
f. Membuat laporan bulanan pelaksanaan IB dan status reproduksi
diwilayah kerjanya dan menyampaikannya kepada Kepala Dinas
Peternakan Provinsi selambat-lambatnya minggu ke-tiga setiap
bulan.
5. SP-IB Tingkat Kabupaten/Kota (Unit Pelaksana Tingkat Daerah
Kabupaten/Kota)
a. Mengkoordinir pelaksanaan IB di Kabupaten/Kota.
b. Menyiapkan kebutuhan semen beku dan peralatan IB di
Kabupaten/Kota.
c. Pengadaan, penyimpanan distribusi semen beku serta peralatan
IB.
d. Membuat catatan inventarisasi peralatan dan semen beku di
Kabupaten/Kota.
e. Mengolah data pelaksanaan IB di lapangan.
f. Menganalisa kegiatan IB di lapangan.
g. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan IB di Kabupaten/kota
yang bersangkutan selambat-lambatnya minggu ke-tiga setiap
bulan.
6. Supervisor II
a. Membimbing, mengkoordinir dan mengawasi pekerjaan ATR, PKB
dan Inseminator dalam wilayah Tingkat
Kecamatan/KUD/Puskeswan.
b. Berkoordinasi dengan Dinas Peternakan Kabupaten/Kota dalam
pembagian wilayah/penempatan petugas teknis IB.
c. Bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan IB di
Kabupaten/Kota.
d. Membuat laporan kegiatan IB di Kabupaten/Kota dan
menyampaikan kepada Supervisor I serta kepada Kepala Dinas
Peternakan kabupaten/Kota selambat-lambatnya minggu ke-dua
setiap bulan.
7. SP-IB Tingkat Kecamatan/KUD/Puskeswan.
a. Mengkoordinir pelaksanaan IB di SP-IB.
b. Menyiapkan kebutuhan semen beku dan peralatan IB di SP-IB.
c. Melaksanakan pelayanan IB.
d. Melaksanakan pencatatan yang teratur pada akseptor IB.
e. Melaksanakan pemeriksaan kebuntingan dan pengelolaan
reproduksi.
f. Mengolah data pelaksanaan IB di SP-IB.
g. Membuat catatan inventarisasi peralatan proyek dan semen beku
di SP-IB.
h. Meningkatkan daya guna kelompok tani ternak untuk menunjang
operasional pelaksanaan IB.
i. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan IB di SP-IB Tingkat
Kecamatan/KUD/Puskeswan selambat-lambatnya tanggal 5 setiap
bulan.
8. Asisten Teknis Reproduksi (ATR)
a. Membimbing, mengkoordinir dan mengawasi pekerjaan PKB dan
Inseminator.
b. Memeriksa organ reproduksi ternak yang dilaporkan tidak bunting
setelah sekali diinseminasi (repeat breeder)
c. Menentukan ternak tersebut masih layak atau tidak layak lagi
untuk di IB.
d. Melakukan diagnosa gangguan reproduksi dan melakukan
pengobatan atas petunjuk Dokter Hewan.
e. Membuat laporan dan menyampaikan kepada pimpinan Tingkat
Kecamatan/KUD/Puskeswan selambat-lambatnya tanggal 3 setiap
bulan.
f. Melakukan evaluasi status reproduksi ternak setiap 4 bulan sekali.
g. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan di SP-IB yang
bersangkutan.
9. Pemeriksa Kebuntingan (PKB)
a. Membimbing, mengkoordinir dan mengawasi pekerjaan
Inseminator (termasuk Inseminator Mandiri)
b. Memeriksa kebuntingan akseptor IB berdasarkan laporan
Inseminator.
c. Membuat laporan, menghitung nilai S/C dan CR serta
menyampaikan kepada pimpinan SP-IB Tingkat
Kecamatan/KUD/Puskeswan selambat-lambatnya tanggal 3 setiap
bulan.
d. Melakukan evaluasi pelaksanaan IB setiap 4 bulan sekali.
10. Inseminator
a. Melakukan identifikasi akseptor IB dan mengisi kartu peserta IB.
b. Membuat program/rencana birahi ternak akseptor berdasarkan
siklus birahi (kalender reproduksi) di wilayah kerjanya.
c. Melaksanakan IB pada ternak.
d. Membuat pencatatan dan laporan pelaksanaan IB dan
menyampaikan kepada petugas PKB selambat-lambatnya tanggal
2 setiap bulan.
e. Melaksanakan pembinaan kelompok ternak dan Kader
Inseminator.
f. Membentuk Kelompok Peternak Peserta-IB.
g. Berkoordinasi dengan petugas PKB dan ATR (jika ada akseptor IB
yang sudah 3 (tiga) kali di-IB tidak juga bunting).
V. SUMBER DAYA MANUSIA
A. Petugas Teknis Inseminasi Buatan
Petugas teknis IB sesuai dengan keterampilan teknis yang dimiliki
meliputi:
1. Inseminator
Adalah petugas yang berhak melakukan inseminasi.
Syarat pendidikan minimal SMU atau sederajat, telah lulus pelatihan
inseminasi buatan dan memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-I.
2. Pemeriksa Kebuntingan (PKB)
Adalah petugas yang berhak melakukan pemeriksaan kebuntingan,
menetapkan apakah ternak sapi betina tersebut bunting atau kosong.
Syarat pendidikan minimal D-3 atau sederajat, telah mengikuti
pelatihan Inseminator, telah lulus pelatihan pemeriksa kebuntingan
dan memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-A2.
3. Asisten Teknis Reproduksi (ATR)
Adalah petugas yang berhak melakukan pemeriksaan kebuntingan
dan kelainan/gangguan reproduksi, menetapkan apakah ternak sapi
betina tersebut steril atau produktif (sterility control)
Syarat pendidikan minimal D-3 atau sederajat, telah mengikuti
pelatihan Inseminator, telah mengikuti pelatihan pemeriksa
kebuntingan, telah lulus pelatihan asisten teknis reproduksi dan
memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-A1.
4. Selektor
Adalah petugas yang berhak melakukan penilaian, menyeleksi dan
menetapkan apakah ternak sapi hasil Inseminasi Buatan tersebut baik
untuk dingunakan sebagai bibit baik pejantan maupun induk.
Syarat pendidikan minimal S-1 atau sederajat, telah mengikuti
pelatihan Inseminator, telah mengikuti pelatihan pemeriksa
kebuntingan, telah lulus pelatihan asisten teknis reproduksi dan
memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-B.
5. Pengawas Mutu Semen Beku
Adalah petugas yang berhak melakukan pengawasan, pengujian mutu
semen beku dan menetapkan apakah semen beku tersebut baik untuk
dingunakan di lapangan.
Syarat pendidikan minimal D-3 atau sederajat, telah lulus pelatihan
inseminasi buatan dan memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-C.
6. Instruktur
Adalah petugas yang berhak melatih keterampilan pada pelatihan
Inseminator, Pemeriksa Kebuntingan, Asisten Teknis Reproduksi,
Handling Semen Beku dan Selektor.
Syarat pendidikan minimal S-1 atau sederajat, telah mengikuti
pelatihan Inseminator, telah mengikuti pelatihan pemeriksa
kebuntingan, telah lulus pelatihan asisten teknis reproduksi, telah
lulus pelatihan Handling Semen Beku dan telah lulus pelatihan
Selektor serta memenuhi kualifikasi.
7. Supervisor
Adalah petugas yang telah dididik khusus tentang pengelolaan Satuan
Pelayanan Inseminasi Buatan (SP-IB).
Syarat pendidikan minimal S-1 atau sederajat, telah mengikuti
pelatihan Supervisor.
8. Kader Inseminator
Adalah calon inseminator yang telah memperoleh pelatihan diluar
pelatihan formal.
Dalam pelaksanaan di lapangan seorang petugas dapat merangkap
beberapa tugas sekaligus.
B. Pelatihan Teknis Inseminasi Buatan
Pelaksanaan Teknis Inseminasi Buatan dilapangan memerlukan petugas
yang memiliki keterampilan khusus yang tidak mudah dilakukan oleh
orang yang tidak dilatih secara khusus untuk keperluan tersebut. Dengan
demikian tidak dibenarkan apabila pelaksana IB di lapangan diserahkan
kepada petugas yang belum atau tidak cukup mengikuti pelatihan Teknis
lnseminasi Buatan.
Keterampilan teknis dasar yang wajib dimiliki oleh seorang petugas teknis
IB adalah mampu menginseminasi selanjutnya secara berjenjang petugas
tersebut dapat meningkatkan keterampilannya sesuai dengan kebutuhan
tugas di lapangan.
Jenis pelatihan Teknis Inseminasi Buatan meliputi :
1. Inseminator;
2. Pemeriksa Kebuntingan (PKB);
3. Asisten Teknis Reproduksi (ATR);
4. Selektor;
5. Pengawas Mutu Semen Beku;
6. Reproduksi dan Kebidanan;
7. Supervisor;
8. Instruktur IB.
Penyelenggaraan pelatihan teknis Inseminasi Buatan Berdasarkan PP No.
101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri
Sipil apabila lamanya pelatihan dilaksanakan minimum 48 jam pelatihan
(JP) @ 45 menit dilaksanakan oleh Lembaga Peletihan Pemerintah/swasta
yang terakreditasi.
Bila lamanya pelatihan dilaksanakan dibawah 48 jam pelatihan (JP) @ 45
menit dapat dilaksanakan oleh:
1. Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan;
2. Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan
Provinsi.
VI. SARANA OPERASIONAL PELAYANAN IB
Untuk keberhasilan pelayanan IB, diperlukan sarana operasional yang harus
dimiliki setiap Petugas. Standar ideal peralatan yang harus dimiliki oleh
teknisi IB (Inseminator, PKB, ATR, Supervisor I dan Supervisor II) secara rinci
dapat diperiksa pada Lampiran-3.
VII. PEMBIAYAAN
Sumber biaya untuk operasional IB berdasarkan tahapan wilayah adalah :
A. Wilayah Introduksi :
1. APBN
2. APBD I dan APBD II
B. Wilayah Pengembangan :
1. APBN
2. APBD I dan APBD II
C. Wilayah Swadaya :
1. Bantuan dari lembaga lainnya
2. Koperasi (KUD) dan GKSI
3. Dana Masyarakat
4. APBN
VIII. PEMBINAAN KELOMPOK TERNAK
A. Petugas teknis IB memotivasi peternak agar kegiatan IB terorganisir
dalam kelompok. Jika memungkinkan, kegiatan IB dijadwalkan untuk
dilaksanakan secara serentak, terkonsentrasi dalam dua siklus birahi.
B. Peternak juga dibina untuk melaksanakan cara-cara beternak yang baik
(“Good Farming Practice”), termasuk pemberian pakan, dimana pakan
merupakan salah satu komponen terbesar yang sangat mempengaruhi
tingkat produksi dan reproduksi ternak. Diharapkan nantinya peternak
menerapkan/menggunakan teknologi penyediaan pakan yang bermutu.
C. Memotivasi peternak untuk memantau kesehatan ternak guna
menekan angka kematian anak dan induk sapi, mengoptimalkan
pertumbuhan/ pertambahan berat badan dan mengoptimalkan daya
reproduksinya.
D. Jika dilaksanakan dengan intensif, makan akan terjadi perubahan
peningkatan kinerja yang lebih baik, yang meliputi aspek wilayah,
kelembagaan, teknis, operasional, petugas IB, peternak, waktu, evaluasi
dan pelaporan.
IX. PENCATATAN DAN PELAPORAN.
A. Sistem Pencatatan dan Pelaporan.
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari
usaha peningkatan mutu ternak, sedangkan IB merupakan cara utama
yang tepat dan murah untuk mencapai tujuan itu. Karena itu dalam
kegiatan pelayanan IB mutlak diperlukan suatu sistem pencatatan yang
rapi, baik dan benar. Tanpa sistem pencatatan dengan syarat tersebut,
kita tidak akan tahu apakah usaha kita berhasil atau tidak.
Sistem pencatatan ini pada garis besarnya meliputi :
1. Jumlah populasi (dewasa, dara dan anak) untuk mengetahui berapa %
akseptor IB.
2. Sistem pencatatan dan pelaporan kegiatan operasional IB yang
mencakup jumlah dosis semen beku, akseptor IB, kebuntingan dan
kelahiran ternak hasil IB.
3. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mencakup kinerja pelaksanaan
IB seperti S/C dan CR.
4. Jumlah petugas IB (Inseminator, PKB, ATR,).
Agar pencatatan dapat berjalan lancar dan kita dapat menarik kesimpulan
dari catatan tersebut, maka sistem pencatatan dan pelaporan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Mudah dilaksanakan di lapangan.
2. Berlanjut.Diisi dengan sejujurnya.Berisi hal-hal yang diperlukan bagi
pelaksanaan program IB.
B. Mekanisme Pelaporan dan Model Kartu, lebih jelas dapat dilihat
Lampiran-4.
Lampiran-1.
ORGANISASI KEGIATAN INSEMINASI BUATAN
INSTANSI
PEMBINAAN ORGANISASI INSTANSI TERKAIT/
KOPERASI TENAGA
DINAS
PETERNAKAN
PROVINSI
SP-IB
ASOSIASI
PETERNAKAN/
KOPERASI
SEKUNDER
1 Supervisor-I
1 Petugas SC
/ ATR
SUPERVISOR-I
1 Petugas
Mutu
Semen
Beku
Staf
Administrasi
DINAS
PETERNAKAN
KABUPATEN
SP-IB
1 Supervisor-
II
1 Petugas
ATR
SUPERVISOR-Ii
1 Staf
Administrasi
&
Pencatatan
1 Petugas ATR
1-2 Petugas
PKB
3-5 Inseminator
CABANG
DINAS
PETERNAKAN
KECAMATAN/
KOPERASI
(KUD)
SP-IB SP-IB SP-IB KOPERASI
PRIMER
ATR ATR ATR
1 Petugas
Inseminator
PKB
PKB
Pembantu
1 Staf
Administrasi
12-24 Kelompok
Peternak
INS INS INS
POK
POK
POK
20-25 20-25 20-25
Peternak Peternak Peternak
Lampiran-2.
SATUAN PELAYANAN INSEMINASI BUATAN
(SP–IB)
POS IB POS IB POS IB POS IB POS IB POS IB POS IB POS IB POS IB
INS INS INS INS INS INS INS INS INS
ATR
SP-IB
PKB PKB
POS POS POS POS POS POS POS POS
Lampiran-3.
SARANA OPERASIONAL TEKNIS IB
A. Bahan (setiap tahun).
(1) Inseminator.
a. Nitrogen Cair : 250 Liter/tahun.
b. Alat tulis : 1 Unit.
c. Kartu Model : 1 Unit.
(2) Pemeriksa Kebuntingan (PKB).
a. Alat tulis : 1 Unit.
b. Kartu Model : 1 Unit.
(3) Asisten Tehnis Reproduksi (ATR).
a. Obat-obatan :
(a) Antibiotik : 1 Unit.
(b) Desinfectan : 1 Unit.
b. Preparat Hormon : 1 Unit
c. Alat tulis : 1 Unit.
d. Kartu Model : 1 Unit.
(4) Supervisor-II.
a. Alat Tulis : 1 Unit.
b. Kartu-kartu Model : 1 Unit.
c. Handling Semen Beku : 1 Unit.
d. Nitrogen Cair : 250 Liter/tahun.
e. Komputer : 1 Unit
(5) Supervisor-I.
a. Alat Tulis : 1 Unit.
b. Kartu-kartu Model : 1 Unit.
c. Komputer : 1 Unit
B. Peralatan.
(1) Mobilitas
a. Inseminator : Sepeda Motor 1 Unit.
b. PKB : Sepeda Motor 1 Unit.
c. ATR : Sepeda Motor 1 Unit.
d. Supervisor-II : Pick Up 1 Unit.
e. Supervisor-I : Jeep/Pick Up 1 Unit.
(2) Perlengkapan Lapangan (setiap tahun)
a. Inseminator
(a) Pakaian lapangan 1 stel
(b) Plastic sheet 1.000 btg
(c) Plastic gloves 1.000 lbr
(d) Jas hujan + topi 1 buah
(e) Lampu senter 1 buah
(f) Handuk 6 buah
(g) Tali 10 m
(h) Sabun 12 batang
(i) Sepatu boot 1 pasang
(j) Tas 1 buah
(k) Insemination gun 2 buah
(l) Gunting 2 buah
(m) Pinset 2 buah
(n) Termos/ Kontainer 10 lt 2 buah/ 1 buah
(o) Kertas tisue 24 rol
(p) Tas inseminasi 1 buah
b. Pemeriksa Kebuntingan (PKB)
(a) Plastic gloves 500 lbr
(b) Handuk 6 buah
(c) Pakaian kerja 1 stel
(d) Jas hujan + topi 1 stel
(e) Sepatu boot 1 pasang
(f) Tali 10 m
(g) Sabun 12 batang
(h) Tas 1 buah
c. Asisten Teknis Reproduksi (ATR)
(a) Pakaian kerja 1 stel
(b) Jas hujan + topi 1 stel
(c) Sepatu boot 1 pasang
(d) Handuk 6 buah
(e) Tas 1 buah
(f) Sabun 12 batang
(g) Plastic gloves 1.000 lbr
(h) Spuit 50 cc 2 buah
(i) Spuit 20 cc 2 buah
(j) Spuit 5 cc 4 buah
d. Supervisor-II
(a) Perlengkapan lapangan 1 set/tahun
(b) Pakaian kerja 1 stel
(c) Sepatu boot 1 pasang
(d) Jas hujan + topi 1 stel
e. Supervisor-I
(a) Perlengkapan lapangan 1 set/tahun
(b) Pakaian kerja 1 stel
(c) Sepatu boot 1 pasang
(d) Jas hujan + topi 1 stel
C. Pos Pelayanan.
(1) Bangunan.
SP-IB Provinsi dan SP-IB Kabupaten/Kota dapat menggunakan
bangunan Dinas Peternakan Provinsi dan Kabupaten/Kota,
sedangkan SP-IB Lapangan dapat menggunakan bangunan Pos IB,
Pus Keswan, Koperasi/KUD atau Balai Penyuluh Pertanian (BPP).
Apabila belum ada bangunan Pos IB, Pos Keswan, atau BPP dapat
dibuat bangunan baru melalui dana APBN/APBD I dan APBD II atau
dibangun sendiri oleh Koperasi/KUD khusus di wilayah
pengembangan dan swadaya.
(2) Perlengkapan Kantor.
Perlengkapan kantor untuk Pos Pelayanan IB meliputi :
a. SP-IB Tingkat Provinsi.
(a) Meja kursi 4 unit
(b) Meja kursi rapat 1 unit
(c) Alat tulis (setiap tahun) 4 unit
(d) White board 1 unit
(e) Kardex 4 unit
(f) Lemari arsip 1 buah
(g) Komputer 1 unit
(h) Mesin ketik 1 buah
(i) Kontainer 32 liter sesuai kebutuhan
b. SP-IB Tingkat Kabupaten
(a) Meja kursi 4 unit
(b) Meja kursi rapat 1 unit
(c) Alat tulis (setiap tahun) 4 unit
(d) White board 1 unit
(e) Kardex 4 unit
(f) Lemari arsip 1 buah
(g) Komputer 1 unit
(h) Mesin ketik 1 buah
(i) Kontainer 32 liter sesuai kebutuhan
c. SP-IB.
(a) Meja kursi 4 unit
(b) Alat tulis (setiap tahun) 10 unit
(c) White board 4 unit
(d) Kardex 10 unit
(e) Mesin ketik 1 buah
(f) Kontainer 32 liter sesuai kebutuhan
(3) Perlengkapan Laboratorium.
Perlengkapan laboratorium yang dibutuhkan oleh tenaga teknis IB
adalah mikroskop yang digunakan untuk menguji fertilasi semen
beku.
Lampiran-4.
MEKANISME PELAPORAN DAN MODEL KARTU
1. Kartu Sapi Perah (Model C-I).
Kegunaan : Untuk penilaian kemampuan produksi dan
reproduksi Sapi Perah.
Ukuran kartu : Folio.
Warna dan jenis : Kartu Sapi Perah dicetak pada kertas manila.
Cara pengisian : Untuk tiap ekor 2 lembar, 1 lembar warna
kuning disimpan di peternak dan 1 lembar
warna putih disimpan di Dinas Peternakan Dati
II/ SP-IB Tingkat II.
2. Kartu Sapi Potong (Model C-II).
Kegunaan : Untuk penilaian kemampuan produksi dan
reproduksi Sapi Potong.
Ukuran kartu : Folio.
Warna dan jenis : Kartu Sapi Potong dicetak pada kertas manila.
Cara pengisian : Untuk tiap ekor 2 lembar, 1 lembar warna
kuning disimpan di peternak dan 1 lembar
warna putih disimpan di Dinas Peternakan Dati
II/ SP-IB Tingkat II.
3. Kartu Kegiatan Inseminasi Buatan (Model C-IV).
Kegunaan : Mencatat kegiatan harian Inseminator selama 1
bulan, dari kartu ini dapat diketahui jumlah
inseminasi, jumlah akseptor, jumlah dosis dan
jenis semen yang dipakai.
Ukuran kartu : Kartu dicetak di kertas HVS putih (kwarto).
Cara pengisian : Kartu ini diisi oleh inseminator rangkap 2, 1
rangkap dikirim ke Supervisor-II sebagai laporan
bulanan dan lainnya sebagai arsip SP-IB.
4. Kartu Pemeriksaan Kebuntingan (Model C-V).
Kegunaan : a. Mengetahui berapa akseptor yang bunting.
b. Mengetahui prestasi Inseminator.
Ukuran kartu : Folio.
Warna dan jenis : Kartu dicetak di kertas HVS putih.
Cara pengisian : Kartu ini diisi oleh Pemeriksa Kebuntingan
dalam rangkap 2, 1 lembar dikirim ke
Supervisor-II sebagai laporan, 1 lembar sebagai
arsip SP-IB.
5. Kartu Rekapitulasi Kegiatan Inseminasi (Model CV-VI).
Kegunaan : a. Untuk menilai kegiatan dan kinerja
pelaksanaan IB oleh para Inseminator,
b. Mendapat gambaran mengenai pelaksanaan
dari hasil IB di suatu SP-IB Tingkat II.
Ukuran kartu : Folio.
Cara pengisian : Kartu rekapitulasi kegiatan inseminasi diisi
setiap bulan oleh Supervisor-II dalam rangkap
2, 1 copy dikirim ke Supervisor-I sebagai
laporan bulanan, 1 copy sebagai arsip SP-IB.
Kartu diisi berdasarkan data dari kartu Model C-I, C-II, C-IV dan C-V.
Pemeriksaan rektal : Sapi-sapi yang diperiksa rektal adalah sapi yang
setelah di IB 60 hari yang lalu.
Perhitungan S/C : Jumlah straw yang dipergunakan
Jumlah yang bunting
Contoh :
Seorang petugas PKB melakukan pemeriksaan terhadap 100 ekor
akseptor yang sudah di IB oleh petugas Inseminator minimal 60 hari
yang lalu. Hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut:
- Jumlah akseptor yang di IB 1X = 50 ekor
- Jumlah akseptor yang di IB 2X = 25 ekor
- Jumlah akseptor yang di IB 3X = 25 ekor
- Jumlah akseptor yang bunting pada IB 1X = 40 ekor
- Jumlah akseptor yang bunting pada IB 2X = 20 ekor
- Jumlah akseptor yang bunting pada IB 3X = 15 ekor
S/C : 50 + (2x25) + (3x25) = 2,75 3
Perhitungan CR (%) : JumlaJhu mbulanhti nAgk speapdtao rIB ke I x 100%
Contoh diatas CR : 14000 x 100% = 40%
6. Kartu Pemakaian Semen (Model C-VII, C-VII.a).
Kegunaan : Untuk mencatat penerimaan dan pemakaian
semen di SP-IB dan SP-IB Tingkat II juga
mengetahui sisa semen yang ada dan jumlah
semen yang rusak. Hal ini penting untuk BIB
Singosari dan BIB Lembang dalam rangka
perencanaan pengiriman semen.
Ukuran kartu : Folio.
Warna dan jenis : Kartu dicetak di kertas HVS. Model C-VII dibuat
2 rangkap.
Cara pengisian : Supervisor-II mengisi kartu Model C-VII, 1 copy
dikirim ke Provinsi, 1 copy sebagai arsip.
Supervisor-I mengisi kartu Model C-VI, 1 copy
dikirim ke Direktorat Bina Produksi, 1 copy ke
BIB dan 1 copy sebagai arsip.
7. Kartu Fertilasi Semen (Model C-VII.b).
Kegunaan : Evaluasi kualitas semen yang dihasilkan BIB
Pusat/BIB Daerah
Ukuran kartu : Folio warna putih.
Cara pengisian : Kartu Model C-VII.b diisi oleh Supervisor-I
berdasarkan data dari Kartu Model C-V (Kartu
Pemeriksaan Kebuntingan). Kartu ini dikirim ke
BIB Pusat/BIB Daerah sebagai lampiran laporan
bulanan kegiatan IB.
Cara perhitungan S/C dan CR seperti pada point
5.
8. Laporan Bulanan Kegiatan IB (Model C-VIII).
Kegunaan : Sebagai laporan pelaksanaan IB tiap bulan
untuk dijadikan bahan evaluasi oleh Pusat.
Cara pengisian : Diisi oleh Supervisor-I dan dikirim kepada
Direktorat Jenderal Peternakan dengan
ditandatangani oleh Kepala Dinas Peternakan
Provinsi. Model C-VIII dibuat 3 rangkap.
9. Kartu Kelahiran Sapi (Model C-IX).
Kegunaan : Mengetahui silsilah seekor sapi. Diperlukan bila
sapi dewasa dan akan dimasukkan dalam Buku
Register Sapi Betina Akseptor IB.
Ukuran kartu : Kwarto.
Cara pengisian : Diisi oleh petugas dan disimpan oleh pemilik.
Disamping kartu-kartu tersebut di atas, masih ada 2 jenis Buku Register.
(1) Buku Register Sapi Betina (Perah) Akspetor IB (Model D-I).
Semua akseptor IB dicatat di Buku ini.
Contoh 1 halaman, dapat dilihat dalam model kartu.
(2) Buku Register Sapi Betina (Potong) Akseptor IB (Model-D-II)
Semua akseptor IB sapi potong dicatat di Buku ini, dan contoh 1
halaman dapat dilihat dalam model kartu.
10. Buku Registrasi Pedet (Model D-III).
Setiap pedet hasil IB dicatat, terutama yang akan dijadikan induk dan
pejantan unggul. Data diisi dari Kartu Kelahiran Pedet. Buku Registrasi
ini dan Kartu Kelahiran diperlukan dalam pemindahan data hewan
dalam Buku Registrasi Sapi Betina (Model D-I dan Model D-II).
MODEL C-I
KARTU SAPI PERAH
Nomor Urut Akseptor : …………………………………………
Nama Sapi : …………………………………………
Ras/Bangsa : …………………………………………
Nomor Register/Telinga : …………………………………………
Tanggal Lahir : …………………………………………
Nama Bapak : …………………………………………
Nomor Kode Bapak : …………………………………………
Nama Induk : …………………………………………
No. Register Induk : …………………………………………
Photo sisi sebelah kiri
KETERANGAN PEMILIKAN
N a m a Pemilik Pertama Pemilik Kedua Pemilik Ketiga
Alamat
Tgl. Memiliki
Asal
PELAYANAN INSEMINASI/PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN/KESEHATAN
INSEMINASI PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN
Tanggal Kode
Semen Petugas Tanggal Diagnosa Vaccinasi Pengobatan
CATATAN KELAHIRAN ANAK
Tgl lahir
Kelah I Kelah II Kelah III Kelah IV Kelah V
NORMAL
Jenis Kelamin
Keadaan Pedet
TIDAK NORMAL
DISTOCHIA
Lahir Mati
KEGUGURAN
Umur Janin
Sebab
PETUGAS Petugas
LAKTASI KE : Mulai dicatat
tgl………………………..
Produksi
Pengambilan bulan ke Produksi
305 har1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 i
Pengambilan Pagi
LAKTASI KE : Mulai dicatat
tgl………………………..
Produksi
Pengambilan bulan ke Produksi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 305 hari
Pengambilan Pagi
MODEL C-II
KARTU SAPI POTONG
Nomor Urut Akseptor : …………………………………………
Nama Sapi : …………………………………………
Ras/Bangsa : …………………………………………
Nomor Register/Telinga : …………………………………………
Tanggal Lahir : …………………………………………
Nama Bapak : …………………………………………
Nomor Kode Bapak : …………………………………………
Nama Induk : …………………………………………
No. Register Induk : …………………………………………
Photo sisi sebelah kiri
KETERANGAN PEMILIKAN
Nama Pemilik Pertama Pemilik Kedua Pemilik Ketiga
Alamat
Tgl Memiliki
Asal
PELAYANAN INSEMINASI/PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN/KESEHATAN
INSEMINASI PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN/KESEHATAN
Tanggal Kode
semen Petugas Tanggal Diagnosa Vaccinasi Pengobatan
CATATAN KELAHIRAN ANAK
Tgl lahir
Kelah I Kelah II Kelah III Kelah IV Kelah V
NORMAL
Jenis Kelamin
Keadaan Pedet
TIDAK NORMAL
DISTOCHIA
Lahir Mati
KEGUGURAN
Umur Janin
Sebab
PETUGAS Petugas
CATATAN PERTUMBUHAN
TANGGAL
PENIMBANGAN
BERAT
(kg)
Berat Lahir :
Berat Umur
:.......................
Berat Umur
:.......................
Berat Umur :
......................
Berat Umur :
......................
Petugas
MODEL C-IV
KARTU KEGIATAN INSEMINASI BUATAN
Dari Tanggal :.........................s/d ......................................
Nama Inseminator :..................... No Kode ..........................
SP-IB :...................... SP/IB Kab/Kota ................
No
Urut Tanggal
No
Registrasi
Inseminasi Ke Kode
semen
Inseminasi Sebelumnya Pemilik
I II III Tgl Kode
Semen
Nama Alamat
MODEL C-V
KARTU PEMERIKSA KEBUNTINGAN
Nama Petugas : ......................... No Kode ................................
SP-IB : .......................... S P-IB Kab/Kota .....................
Bulan : ................. Tahun ................
No
Urut Tgl
Akseptor Yang
Diperiksa Pemilik Inseminasi
Ke
Kode
semen
Inseminator Hasil
Nama No. Reg Nama Alamat Nama Kode
Tanggal Pengiriman
Petugas:
.....................................
MODEL C. V-VI
REKAPITULASI KEGIATAN INSEMINASI
SP-IB Kab/Kota : ................................... SP-IB Propinsi .....................
Periode Bulan : .................................... Tahun .................................
No
Urut
Inseminator Jumlah inseminasi Jml
Akseptor
Jml
Diperiksa
rektal
Jml
Positif
Bunting
S/C
%
B/C
%
Jml
Kelahi
ran
Jml
Abort
Nama No us
Kode I II III
MODEL C VII-VII A
KARTU PEMAKAIAN SEMEN
SP-IB Kabupaten/Kota :..............................................................
Periode Bulan :..............................................................
No
Urut
Kode
Semen
Sisa
Bulan
Lalu
Penerimaan
Bulan Lalu
Jumlah
Inseminasi
Jumlah
Akseptor
Jumlah
Yang
Rusak
Sisa Di
Kabupaten
SUPERVISOR-II
:..............................
No. Kode
:..............................
Tanda Tangan
:.............................
MODEL VII B
KARTU FERTILASI SEMEN
SP-IB Propinsi :....................................................................................
Bulan :....................................................................................
No
Urut
Kode
Semen
AKSEPTOR YANG DITERIMA
CR S/Jml C
(ekor)
Inseminasi (ekor) Jml
Insem
Positif Insem
Bunting
I II III I II III
SUPERVISOR
:...............................
No. Kode
:...............................
Tanda Tangan
:...............................
MODEL C-VIII
LAPORAN BULANAN KEGIATAN INSEMINASI BUATAN
No
Wilayah JUMLAH PETUGAS Jml.
Aks.
Pemakaian
Semen
Pemeriksaan
Kebuntingan Kelahiran
KeguguraSP-IB n
Kab/Kota
Sup-
I
Sup-
II ATR PKB Ins Kode Jml Jml Pos Ras
............................ ..................
KEPALA DINAS PETERNAKAN PROPINSI
.................................................
Dinas Peternakan
Kabupaten ......................................
MODEL C-IX
KARTU KELAHIRAN SAPI
Nama Sapi : ................................................................
Tgl Lahir : .............................. Kelamin ....................
INDUK
Bangsa : ................ No Register/Nomor Ternak
...........
BAPAK
Bangsa : .................No. Kode ................................
Kode Semen : .................................................................
Pemilik waktu sapi dilahirkan
Nama : ................................................................
Alamat : .................................................................
Anak sapi ini terdaftar dengan
Nomor registrasi/Telinga : .................................................................
PETUGAS PENCATAT
(.......................................)
CATATAN PERTUMBUHAN
Tgl. Penimbangan Berat (kg)
1. Berat Lahir
2. Berat pada umur
100 hari
3. Berat pada umur
200 hari
4. Berat pada umur
201 – 340 hari
5. Berat pada umur
341 – 540 hari
6. Berat pada umur
541 – 900 hari
MODEL D-I
BUKU REGISTRASI SAPI PERAH BETINA AKSEPTOR IB
SP-IB Kab/Kota :.......................................................................
Propinsi :.......................................................................
No
Urut
No.
Pokok
Nama
Sapi
Tgl.
Lahir
Induk Bapak Pemilik
KeterangaRas No. n
Reg Ras Kode
semen Nama Alamat
MODEL D-II
BUKU REGISTRASI SAPI POTONG BETINA AKSEPTOR IB
SP-IB Kab/Kota : .......................................................................
Propinsi : .......................................................................
No
Urut
No.
Pokok
Nama
Sapi
Tgl.
Lahir
Induk Bapak Pemilik
KeterangaRas No. n
Reg Ras Kode
semen Nama Alamat
MODEL D-III
BUKU DAFTAR NOMOR REGISTRASI PEDET
SP-IB Kab/Kota : .......................................................................
Propinsi : .......................................................................
No
Urut
No.
Reg
Tgl.
Lahir
Nama
Pedet
Jenis
Kelamin
Berat
Lahir
Induk Bapak Pemilik
Ras No.
Reg
Ras No.
Reg
Nama Alamat
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Populasi dan produktivitas ternak potong dan ternak perah selama
beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun. Tingkat
pertumbuhan dapi potong selama 3 (tiga) tahun terakhir hanya mencapai
1,08% per tahun, sedangkan produksi susu dalam negeri juga hanya
mencapai 30-35% dari permintaan.
Sementara di lain pihak, dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat
rata-rata 1,5% per tahun dan pertumbuhan ekonomi meningkat dari 1,5%
sampai 5,0% pada tahun 2005, maka diperkirakan permintaan terhadap
daging dan susu akan terus meningkat.
Bila tidak dilakukan upaya untuk meningkatkan populasi dan produksi,
maka ternak potong lokal akan terkuras karena tingginya angka
pemotongan, sehingga harus dilakukan impor sapi potong sebesar ratarata
300 ribu ekor/tahun, dimana tahun 2009 dapat mencapai 500 ribu
ekor. Sedangkan untuk mengurangi impor bahan baku susu, populasi sapi
perah seharusnya minimal 2 juta ekor.
Pelaksanaan kegiatan Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah satu upaya
penerapan teknologi tepat guna yang merupakan pilihan utama untuk
peningkatan populasi dan mutu genetik ternak. Melalui kegiatan IB,
penyebaran bibit unggul ternak sapi dapat dilakukan dengan murah,
mudah dan cepat, serta diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
para peternak.
Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan IB s/d tahun 2009, pencapaian
sasaran IB belum sesuai dengan harapan. Oleh karena itu, perlu upaya
guna memperbaiki kinerja pelayanan IB yang diatur dalam Pedoman IB
pada Ternak Sapi.
Upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk percepatan peningkatan
populasi melalui penyerentakan birahi dan pemanfaatkan bioteknologi
reproduksi lain selain IB, yaitu dengan optimalisasi reproduksi ternak
betina untuk kelahiran ganda menggunakan kombinasi IB dan Transfer
Embrio (TE) dalam satu masa kebuntingan.
Pedoman ini disusun dengan maksud untuk dapat dipedomani serta
dijabarkan lebih lanjut oleh semua petugas teknis IB, agar dapat
menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan. Dan pedoman ini memuat
tentang Tata Cara dan Syarat-syarat Pelatihan serta Penyelenggaraan
Penyerentakan Birahi, IB dan kelahiran ganda kombinasi IB dan TE.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud ditetapkannya pedoman ini adalah untuk memberikan pedoman
bagi Instansi terkait (Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan
Kesehatan Hewan Propinsi dan Kabupaten/Kota, Balai Inseminasi Buatan)
dan petugas teknis yang melaksanakan kegiatan di bidang pelatihan dan
penyelenggaraan kegiatan Inseminasi Buatan sehingga dapat berjalan
lancar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tujuannya adalah untuk memperjelas sistem dan mekanisme pelayanan
IB dan kelahiran ganda, serta pembinaan hasil IB dalam rangka
memperlancar pelaksanaan penyelenggaraan IB dan kelahiran ganda.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang diatur dalam pedoman ini meliputi latar belakang,
maksud dan tujuan, sistem pelayanan, metode inseminasi, organisasi
pelayanan, sumber daya manusia, sarana prasarana pelayanan,
pembiayaan, pembinaan kelompok ternak serta pencatatan dan
pelaporan.
D. Pengertian
Dalam pedoman ini, yang dimaksud dengan :
1. Inseminasi Buatan (IB) adalah memasukkan mani/semen ke dalam
alat kelamin hewan betina sehat dengan menggunakan alat
inseminasi agar hewan tersebut menjadi bunting;
2. Birahi adalah suatu kondisi dimana sapi betina siap atau bersedia
dikawini oleh pejantan dengan disertai gejala yang khas;
3. Semen adalah mani yang berasal dari pejantan unggul, digunakan
untuk inseminasi buatan;
4. Semen Beku sapi adalah semen yang berasal dari pejantan sapi
terpilih yang diencerkan sesuai prosedur dan dibekukan pada suhu
minus 196° Celcius;
5. Service per Conception (S/C) adalah jumlah pelayanan inseminasi
(service) yang dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadinya
kebuntingan atau konsepsi
6. Conception Rate (CR) adalah prosentase sapi betina yang bunting
pada inseminasi pertama, dan disebut conception rate atau angka
konsepsi;
7. Transfer Embrio yang selanjutnya disebut TE adalah prose kegiatan
yang meliputi produksi embrio, pembekuan, penyimpanan, handling,
thawing, memasukan embrio kedalam alat kelamin ternak betina
dengan teknik tertentu agar ternak itu bunting;
8. Resipien adalah ternak betina yang memenuhi syarat sebagai induk
semang penerima embrio sampai dengan melahirkan;
9. Penyerentakan Birahi adalah menciptakan kondisi pada sekelompok
ternak betina agar mendapatkan gejala berahi pada waktu yang
bersamaan yaitu dengan pemberian preparat hormon;
10. Kelahiran Ganda adalah kelahiran dua anak dalam satu proses
kelahiran yang diperoleh dari perlakuan kombinasi Inseminasi Buatan
dan Transfer Embrio;
11. Produksi semen beku adalah proses kegiatan yang meliputi kegiatan
persiapan, penampungan, evaluasi semen, pengenceran, pembekuan,
pengemasan dan pemeriksaan paska pembekuan;
12. Pejantan adalah ternak unggul yang memenuhi syarat teknis,
reproduktif maupun kesehatan, telah lulus dari uji performans dan uji
zuriat, untuk ditampung semennya dan diproses menjadi semen beku;
13. Akseptor adalah ternak betina produktif yang dimanfaatkan untuk
inseminasi buatan;
14. Pelatihan adalah proses belajar untuk meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan di bidang inseminasi buatan;
15. Inseminator adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan
ketrampilan khusus untuk melakukan inseminasi buatan serta
memiliki Surat Izin Melakukan Inseminasi (SIMI);
16. Inseminator Mandiri adalah inseminator yang berasal dari kalangan
peternak atau masyarakat (bukan pegawai pemerintah);
17. Kader Inseminator adalah calon inseminator yang telah memperoleh
pelatihan di luar ketentuan yang ditetapkan dalam Surat Keputusan
Direktur Jenderal Peternakan Nomor 52/OT.210/Kpts/0896;
18. Surat Ijin Melakukan Inseminator Buatan (SIM-I) adalah bukti sah yang
dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-IB berhak
melakukan inseminasi buatan dan berlaku selama 4 (empat) tahun;
19. Surat Ijin untuk Asisten Teknis Reproduksi (SIM-A1) adalah bukti sah
yang dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-A2 berhak
melakukan pengelolaan reproduksi selama 4 (empat) tahun;
20. Surat Ijin Melakukan Pemeriksaan Kebuntingan (SIM-A2) adalah bukti
sah yang dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-PKB
berhak melakukan pemeriksaan kebuntingan selama 4 (empat) tahun;
21. Surat Ijin Melakukan Selektor (SIM-B) adalah bukti sah yang
dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-B berhak
melakukan seleksi terhadap ternak hasil IB selama 4 (empat) tahun;
22. Surat Ijin Melakukan Pengawasan Mutu Semen (SIM-C) adalah bukti
sah yang dikeluarkan oleh Dinas Provinsi bahwa pemegang SIM-C
berhak melakukan pengawasan mutu semen selama 4 (empat) tahun;
23. Pemeriksa Kebuntingan yang selanjutnya disebut sebagai PKB adalah
petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan ketrampilan khusus
untuk melakukan pemeriksaan kebuntingan serta memiliki SIM-PKB;
24. Asisten Teknis Reproduksi yang selanjutnya disebut sebagai ATR
adalah petugas yang telah dididik dan lulus dalam latihan ketrampilan
dasar manajemen reproduksi untuk melakukan pengelolaan
reproduksi;
25. Pengawas Mutu Semen Beku/penangan semen beku adalah petugas
yang telah dididik khusus mengenai tatacara penangan/pengawasan
mutu semen;
26. Selektor adalah petugas yang dididik khusus untuk mencatat, memilih
dan menyeleksi ternak hasil inseminasi buatan;
27. Supervisor I adalah petugas yang telah dididik khusus tentang
pengelolaan SP-IB (Satuan Pelayanan Inseminasi Buatan) tingkat
Provinsi;
28. Supervisor II adalah petugas yang telah dididik khusus tentang
pengelolaan SP-IB tingkat Kabupaten/Kota;
29. Koordinator IB adalah penanggung jawab pelaksanaan IB di Provinsi
maupun Kabupaten/Kota jika petugas yang telah dididik khusus
(Supervisor I dan II) belum ada;
30. Recording System adalah sistem kegiatan yang meliputi identifikasi,
pencatatan produktifitas, pencatatan silsilah, pencatatan reproduksi
dan pencatatan manajemen.
II. TATA CARA PELAYANAN INSEMINASI BUATAN
Wilayah pelayanan Inseminasi Buatan ditentukan atas dasar tahapan
pelaksanaan IB meliputi 3 (tiga) tahapan yaitu wilayah tahapan introduksi,
wilayah tahapan pengembangan, dan wilayah tahapan swadaya. Lokasi
pelaksanaan IB diarahkan kepada sentra produksi dan atau kawasan
pengembangan sapi potong dan sapi perah.
A. Model dan Wilayah Tahapan Pelayanan IB
Model pelayanan IB meliputi 3 (tiga) model yaitu melalui pelayanan aktif
(peternak mendatangi inseminator), semi aktif (inseminator dan peternak
bertemu di suatu tempat) dan pelayanan pasif (inseminator mendatangi
peternak).
Perencanaan pelayanan IB pada setiap SP-IB, dilakukan dengan
memperhitungkan beberapa hal yaitu struktur populasi ternak sapi
(dewasa, muda dan anak baik jantan maupun betina), akseptor, Service
per Conception (S/C) dan Conception Rate (CR), tenaga dan sarana yang
tersedia.
Batasan dan kriteria wilayah tahapan pelayanan IB disajikan pada tabel-1
berikut :
Tabel-1. Batasan dan Kriteria Wilayah Tahapan Pelayanan IB
Uraian Wilayah Tahapan Pelayanan IB
Introduksi Pengembangan Swadaya
KINERJA
Kemampuan Inseminator / tahun (dosis)
S/C
CR (%)
300
3-5
50
500
2-3
70
800
<2
80
BATASAN
1. Waktu Pelaksanaan IB
2. Wilayah
3. Jumlah Akseptor (ekor/
tahun/inseminator)
4. Cakupan Wilayah Binaan (ekor/tahun)
5. Sumber Dana
<5 tahun
SP-IB
>100
1.800
100% APBN
5-10 tahun
SP-IB
>200
3.600
APBN & APBD
10 tahun
SP-IB
>400
7.200
100 %
Peternak/
Koperasi
B. Tolok Ukur Keberhasilan Pelaksanaan IB
1. Petugas Lapangan
Tabel-2. Tolak Ukur Keberhasilan Pelaksanaan IB di Lapangan
Uraian Lokasi
Introduksi Pengembangan Swadaya
Petugas Lapangan
1) Inseminator
- S/C
- CR (%)
- Dinilai oleh
- Waktu pelaksanaan
penilaian dlm setahun
- Pelaporan
2) PKB
- Ketepatan diagnosa
kebuntingan
- Dinilai oleh
- Waktu pelaksanaan
penilaian dlm setahun
- Pelaporan
3) ATR
- Ketepatan diagnosa
gangguan reproduksi
- Keberhasilan
penanganan gangguan
reproduksi
- Dinilai oleh
- Waktu pelaksanaan
penilaian dlm setahun
- Pelaporan
3
50
PKB
4 bulan sekali
Tertib
90 %
ATR
4 bulan sekali
Tertib
70 %
>50 ekor
Supervisor II
3 bulan sekali
Tertib
2
70
PKB
4 bulan sekali
Tertib
90 %
ATR
4 bulan sekali
Tertib
70 %
>50 ekor
Supervisor II
3 bulan sekali
Tertib
1,5
80
PKB
4 bulan sekali
Tertib
90 %
ATR
4 bulan sekali
Tertib
70 %
>50 ekor
Supervisor II
3 bulan sekali
Tertib
2. Wilayah Tahapan
Untuk menilai keberhasilan pelaksanaan IB pada SP-IB di tingkat
Kabupaten/Kota, hal-hal yang perlu dinilai adalah seperti pada Tabel-3
berikut.
Tabel-3. Tolak Ukur Keberhasilan Pelaksanaan IB di SP-IB
Uraian Wilayah Tahapan
Introduksi Pengembangan Swadaya
1) S/C
2) CR (%)
3) Jumlah IB (Dosis)
4) Jumlah akseptor (ekor)
5) Cakupan wilayah binaan (ekor)
6) Kelahiran /tahun minimal
(ekor)
7) Kasus Reproduksi (%)
8) Keberhasilan penanganan
gangguan reproduksi (ekor)
9) Waktu Pelaksanaan penilaian
dalam setahun
10) Pelaporan
3-5
50
1.800
600
1.800
480
5-10
>50
6 bulan sekali
Tertib
2-3
70
2.400
1.200
3.600
960
5-10
>50
6 bulan sekali
Tertib
<2
80
3.600
2.400
7.200
1.920
5-10
>50
6 bulan sekali
Tertib
C. Izin Melakukan Inseminasi Buatan
Untuk dapat melakukan inseminasi buatan di masyarakat peternak,
petugas teknis inseminasi buatan harus memiliki Surat Izin Melakukan
Iseminasi Buatan (SIM) yang dikeluarkan oleh Dinas yang menangani
fungsi peternakan dan kesehatan hewan Provinsi setempat. Masa berlaku
SIM adalah selama 4 (empat) tahun dan dapat diperpanjang setiap kali
untuk masa 4 tahun setelah yang bersangkutan dapat menunjukan
catatan keberhasilan inseminasi buatan 4 tahun terakhir.
Surat Izin Melakukan Iseminasi Buatan (SIM) diberikan sesuai dengan
tingkat keterampilan petugas inseminasi buatan yaitu:
1. SIM-I untuk petugas Inseminator;
2. SIM-A1 untuk petugas Asisten Teknis Reproduksi;
3. SIM-A2 untuk petugas Pemeriksa Kebuntingan;
4. SIM-B untuk petugas Selektor;
5. SIM-C untuk petugas Pengawas Mutu Semen Beku.
III. TEKNIS PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN
Teknis Inseminasi memerlukan keterampilan khusus yang tidak mudah
dilakukan oleh orang yang tidak dilatih khusus untuk keperluan tersebut.
Dengan demikian tidak dibenarkan apabila pelaksana IB di lapangan
diserahkan kepada petugas yang belum atau tidak cukup mengikuti
kursus/latihan lnseminator.
Teori teknis Inseminasi tidak dibahas dalam buku Pedoman ini. Beberapa
hal yang perlu diketahui oleh penata organisasi pelaksanaan IB di daerah
adalah sebagai berikut :
A. Bangsa dan Kualitas Sapi Pejantan IB
Berbagai bangsa sapi telah mulai dicoba dan diperkenalkan di lapangan
dengan mempersilangkannya dengan sapi-sapi lokal. Bangsa-bangsa
sapi yang semuanya telah dipergunakan di Indonesia ialah: Sapi Bali,
Sapi Madura, Sapi Onggole, Sapi Brahman, Sapi Simmental, Sapi
Limousin, Sapi Angus, Sapi Brangus, Sapi Friesian Holstein.
Banyaknya jenis/bangsa sapi tersebut diperhitungkan tidak
menguntungkan ditinjau dari segi praktis pembibitan ternak, terutama
dalam pembinaan dan pengendaliannya.
Langkah-langkah yang telah dilakukan dan masih harus dilanjutkan
ditujukan untuk secepat mungkin dapat menilai bangsa-bangsa sapi
mana yang cocok atau tidak cocok untuk kondisi lokal. Bangsa-bangsa
sapi yang ternyata tidak cocok untuk kondisi tersebut harus segera
dihentikan penyebar luasannya.
Untuk keperluan tersebut perlu diterapkan metoda pengujian, dimana
sistim pencatatan dan pelaporan (recording system) mutlak
dilaksanakan. Dua macam cara dapat ditempuh:
1. Pada satu populasi yang memiliki kondisi lingkungan yang sama dan
merata (ketinggian, temperatur, kelembaban, suplai makanan
ternak, tingkat keterampilan peternak), dicoba persilangan sapi
lokal dengan berbagai bangsa sapi Import. Dari hasil recording akan
dapat diketahui bahwa salah satu bangsa sapi (bangsa sapi X)
menunjukkan prestasi yang lebih baik dari bangsa-bangsa sapi
lainnya yang dicoba pada kondisi lingkungan yang sama. Dengan
demikian selanjutnya untuk lokasi tersebut hanya bangsa sapi X saja
yang akan dipergunakan untuk memperbaiki mutu dan daya
produksi sapi setempat. Penggunaan bangsa-bangsa sapi lainnya
ditentukan, hasil pengujian pada lokasi-lokasi lainnya yang kondisi
lingkungannya sama.
2. Dipilih sejumlah lokasi yang terpisah dengan kondisi lingkungan
yang sama. Pada masing-masing lokasi dicoba satu bangsa sapi,
kemudian diperbandingkan prestasi dari persilangan bangsa-bangsa
sapi tersebut dengan sapi lokal. Hanya bangsa sapi yang
persilangannya menunjukan prestasi yang memuaskan saja yang
terus dikembangkan, lainnya dihentikan dan diganti dengan bangsa
sapi yang hasil penilaiannya memuaskan.
Penggunaan semen beku dari satu pejantan IB pada satu lokasi tidak
boleh lebih dari 3 tahun agar tidak terjadi inbreeding. Mengenai
kualitas semen beku dari pejantan-pejantan IB, hal ini dipercayakan
kepada Balai Inseminasi Buatan (BIB) Pusat dan Balai Inseminasi Buatan
Daerah (BIBD) dalam penerapan sistim pemeliharaan ternak, khususnya
dalam penyediaan pejantan-pejantan IB. Dalam kegiatan ini sekali lagi
sangat penting artinya penerapan recording system, agar Balai
Inseminasi Buatan dapat secepat mungkin menilai kualitas pejantanpejantan
yang dipergunakan.
B. Penyimpanan dan Pemindahan Semen Beku
Semen yang dihasilkan oleh BIB Pusat, BIBD atau semen ex impor sudah
diuji daya tahan penyimpanan dan daya kesuburannya, selanjutnya
daya tahan penyimpanan dan daya kesuburan tersebut akan sangat
dipengaruhi oleh cara-cara penyimpanan dan perlakuan lainnya
sewaktu dalam perjalanan antara BIB, SP-IB, Pos IB hingga saat
diinseminasikan.
Cara penyimpanan dan pemindahan semen telah diajarkan kepada
peserta kursus/latihan Handling Semen. Namun demikian ada
kemungkinan tugas penyimpanan dan pemindahan semen dari satu
wadah (container) ke wadah lainnya di daerah tepaksa dipercayakan
kepada petugas bukan Inseminator. Hal-hal pokok yang harus diketahui
ialah:
1. Straw (semen beku) yang disimpan dalam container (wadah
penyimpanan) ditempatkan dalam goblet yang alas/dasarnya
tertutup rapih, goblet-goblet ditempatkan dalam canister yang
alas/dasarnya tertutup atau berlubang-lubang. Apabila semen
langsung ditempatkan dalam canister (tanpa goblet), maka harus
dipergunakan canister dengan alas tertutup.
2. Canister (1 s/d 6 buah) ditempatkan dalam container yang berisi
Nitrogen Cair (N2). N2 cair tidak boleh sampai habis menguap oleh
karena hal ini akan menyebabkan semua benih yang tersimpan di
dalamnya akan mati. Dianjurkan permukaan N2 cair dalam
container selalu dijaga agar seluruh Straw terendam dalam N2 cair.
3. Pemindahan Semen dari satu container ke container lainnya
dilakukan sebagai berikut:
a. Container dimana Straw akan dipindahkan diisi terlebih dahulu
dengan N2 cair dimana canister dan goblet kosong sudah berada
di dalamnya.
b. Tempatkan kedua container sedekat mungkin.
c. Angkat canister sampai ke mulut container dan jepit tangkainya
dengan penjepit (forcep).
d. Pindahkan Straw secepat mungkin dari canister A ke canister B
dengan memakai pinset atau dengan jari yang bersarung tangan.
Waktu yang dipergunakan untuk pemindahan Straw dari canister
A ke canister B tidak boleh lebih dari 3 detik.
C. Kode Warna dan Kode Nomor Straw
Kode-kode ini dipergunakan untuk mengenal pejantan yang menghasilkan
semen yang bersangkutan secara individu. Juga dapat diketahui nomor
pembuatan (batch number) sehingga kalau ternyata ada sejumlah besar
semen dengan kode yang sama menunjukkan penilaian hasil Inseminasi
yang tidak memuaskan, segera dapat diumumkan kepada daerah-daerah
untuk tidak lagi mempergunakan sisa semen dengan kode dimaksud.
Disamping itu BIB Pusat atau BIB Daerah penghasil semen yang
bersangkutan dapat meneliti sebab-sebab dari pada hal yang kurang
memuaskan ini.
Kode-kode semen sangat vital untuk kita dapat menerapkan sistim
"recording" dalam pelaksanaan IB yang dilengkapi dengan "progeny
testing". Kode-kode semen yang dipergunakan di lapangan hendaknya
dicatat secara lengkap dalam laporan-laporan petugas dalam pencatatan
dan laporan Pelaksanaan IB.
Untuk mempermudah pengenalan jenis/bangsa sapi dari kumpulan
sejumlah semen beku atau straw, dipergunakan straw dengan warna
yang berlainan untuk masing- masing bangsa sebagai berikut:
Tabel-4. Warna dan Kode Straw
Bangsa Sapi Warna Straw
Bali
Madura
Ongole
Frissian Holstein (FH)
Brahman
Angus
Brangus
Simmental
Limousine
Merah
Hijau
Biru Muda
Abu-abu
Biru Tua
Hijau Biru
Hijau Tua
Transparan
Merah Jambu
Contoh Identifikasi Straw
BIB Lembang
BROCK 60653
A 002 SIMMENTAL
Keterangan :
A 002 adalah nomor pembuatan (batch number)
60653 adalah nomor kode pejantan
BROCK adalah nama pejantan
SIMMENTAL adalah jenis/bangsa pejantan
BIB Lembang adalah pabrik yang membuat
Dalam menuliskan kode Straw pada laporan-laporan cukup ditulis
dengan mencantumkan kode batch dan kode pejantan (A 002/60653).
Dengan identifikasi tersebut BIB Lembang sudah akan mengetahui
dengan tepat sapi pejantan yang mana yang menghasilkan semen
dengan kode dimaksud, serta tahun dan nomor
penampungan/pengolahan semen dimaksud.
D. Persiapan dan Teknik Inseminasi
Kegiatan ini dilakukan oleh Inseminator sehingga petunjuk untuk
keperluan ini telah diberikan/diajarkan pada waktu kursus/latihan;
berbagai teknik pengenceran kembali (thawing) semen dan teknik
Inseminasi. Namun demikian standar yang diajarkan pada kursuskursus
sudah diperhitungkan sebagai cara/teknik yang paling praktis
dan baik. Tidak dianjurkan untuk mencoba teknik-teknik yang
menyimpang dari yang telah diajarkan dalam Pelatihan Inseminator.
E. Pengaturan Penyediaan Semen Beku dan Nitrogen Cair
Patokan yang harus diperhatikan ialah:
1. Jangan sampai terjadi seekor sapi betina yang memerlukan
pelayanan Inseminasi tidak dapat diinseminasi oleh karena semen
beku atau jenis yang diperlukan telah habis.
2. Harus diperhatikan agar container selalu terisi nitrogen cair yang
merendam semen beku yang tersimpan di dalamnya.
3. Nitrogen cair untuk keperluan transportasi temasuk untuk
operasional Inseminasi di lapangan harus selalu tersedia.
Untuk keperluan tersebut diatas harus dapat diperhitungkan dengan
tepat jumlah dosis kebutuhan semen beku dari masing-masing bangsa
sapi dan kebutuhan nitrogen cair untuk satu periode tertentu.
Agar mempermudah pengaturan distribusi, jumlah kebutuhan tersebut
sebaiknya diperhitungkan setiap 6 bulan untuk dosis semen beku dan
kebutuhan semen beku sudah harus terperinci untuk masing-masing
bangsa sapi.
Angka-angka kebutuhan semen beku dikirimkan kepada BIB Pusat atau
BIB Daerah yang melaksanakan distribusi semen beku.
F. Sistim Pelaporan Sapi Berahi dan Pelayanan Inseminasi
Ketepatan waktu pelayanan Inseminasi merupakan salah satu faktor yang
menentukan kebuntingan. Sistim/pengaturan pelaporan sapi berahi dan
pelayanan Inseminasi yang disesuaikan dengan kondisi setempat
hendaknya dapat menjamin tidak terlambatnya pelayanan lnseminasi
oleh para inseminator.
Standar yang seragam untuk pengaturan pelaporan dan pelayanan
Inseminasi tidak dapat dibuat oleh karena kondisi lapangan yang
berbeda-beda. Pedoman berikut dapat dipergunakan sebagai bahan
untuk disesuaikan dengan kondisi lapangan setempat:
1. Berdasarkan kepadatan dan penyebaran populasi sapi betina dewasa
akseptor/calon akseptor IB dan dengan memperhatikan sarana
komunikasi/transportasi dibangun Pos Inseminasi Buatan (Pos IB).
Pos IB dilengkapi dengan sebuah kandang kawin, beberapa patok
untuk menambatkan sapi-sapi betina yang menunggu pelayanan IB
dan sebuah kotak tempat menyimpan kartu sapi yang akan diisi oleh
Peternak Peserta IB. Kotak tersebut harus beratap sehingga apabila
hari hujan kartu-kartu sapi tidak basah.
2. Seorang Inseminator melayani beberapa Pos IB tergantung kepada
kemampuan jarak jangkau yang ditentukan oleh keadaan lapangan
dan sarana mobilitas yang diberikan kepada Inseminator tersebut.
3. Peternak sekitar Pos IB yang sapinya berahi membawa sapi tersebut
beserta kartu sapi ke Pos IB yang terdekat saat menjelang waktu
kedatangan Inseminator yang telah ditentukan (jadwal waktu
kunjungan Insemmator untuk masing-masing Pos IB harus dibuat
terlebih dahulu dan dipatuhi oleh Inseminator dengan disiplin tinggi).
Peternak dapat menunggu sampai datangnya Inseminator, atau kalau
waktunya terbatas ia meninggalkan sapi dan kartu sapinya di Pos IB.
Pengaturan kunjungan Inseminator dapat diatur seperti contoh berikut:
Bila seorang Inseminator melayani 5 (lima) buah Pos IB maka jadwal
waktu kunjungannya adalah :
Pos IB No. 1 2 3 4 5
Jam kunjungan pagi hari 7.00 7.45 8.30 9.15 10.00
Jam kunjungan sore hari 14.30 15.15 16.00 16.45 17.30
Urutan nomor Pos IB disesuaikan dengan tempat tinggal Inseminator
atau SP-IB Kecamatan/Puskeswan/KUD dimana ditempatkan
penyimpanan semen beku dan nitrogen cair yang melayani beberapa
orang Inseminator. Pelayanan Inseminasi untuk sapi-sapi milik
perusahaan dilakukan berdasarkan permintaan pelayanan dari
perusahaan yang bersangkutan, yang melaporkan kepada petugas
Inseminator apabila ada sapinya yang memerlukan Inseminasi.
G. Inseminasi dengan Penyerempakan Birahi
Mengingat Indonesia merupakan negara topis, maka pola perkawinan
pada ternak sapi mengikuti kondisi agroklimat/alam yaitu berlangsung
sepanjang tahun. Hal ini merupakan salah satu faktor sulitnya
mendapatkan kondisi berahi pada ternak sapi khususnya sapi lokal.
Upaya terobosan dalam pengembangan IB adalah melakukan
pengaturan masa perkawinan dengan metoda sinkronisasi berahi atau
penyerempakan berahi yaitu dengan pemberian preparat hormon agar
mendapatkan gejala berahi setelah perlakuan dan langsung dilakukan
inseminasi.
Beberapa metoda sinkronisasi berahi berdasarkan hormon yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1. Sinkronisasi menggunakan preparat hormon Prostaglandin (PGF2 )
Penyuntikan PGF2 diberikan pada ternak sapi dengan dosis/ekor 15
mg/I.M setelah dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu secara
palpasi rektal dengan kondisi ternak tidak bunting dan memiliki
Corpus Luteum (CL) yang jelas. Berahi akan muncul antara 48 – 96
jam kemudian. Kelompok ternak yang menunjukkan gejala berahi
dapat langsung di IB. Untuk ternak yang tidak berahi dapat
dilakukan penyuntikan ulang dengan PGF2 pada hari ke-11 dan
segera kawinkan (IB) setelah memperlihatkan gejala birahi.
2. Sinkronisasi menggunakan CIDR
Implant ditempatkan ke dalam vagina dengan menggunakan alat
pemasang, bentuk CIDR ada 2 (dua) yaitu bentuk spiral dan huruf “T”.
Beberapa cara penggunaan CIDR :
a. Kombinasi CIDR dengan Oestradiol
CIDR berisi kombinasi progesteron dan Oestradiol Benzoate,
pemakaian dengan cara implantasi ke dalam vagina selama 10 –
12 hari. Betina dapat di IB setelah 56 jam CIDR dicabut, atau 2 kali
IB pada 48 jam dan 72 jam setelah CIDR dicabut.
b. Kombinasi CIDR dengan PGF2 :
1) Untuk ternak Dara, implantasi CIDR kedalam vagina pada H0,
pada H6 suntik PGF2 (7,5 mg/ekor), dan cabut CIDR pada H10
selanjutnya di IB pada H12 atau 50 jam setelah pencabutan
CIDR.
2) Untuk ternak Potong dan Perah, Implantasi CIDR kedalam
vagina pada H0, pada H6 suntik dengan PGF2 , dan cabut
CIDR H7 selanjutnya ternak di IB pada H9.
Cara ini disamping lebih mudah dalam pengaturan masa perkawinan,
juga sangat efektif dalam mencari akseptor baru (pengembangan
wilayah), IB secara massal, serta pada akhirnya memudahkan
pemasaran hasil ternak.
H. Kelahiran Ganda dengan Kombinasi IB dan TE
Dalam upaya Program Sawembada Daging Sapi (PSDS) Tahun 2014
khususnya dalam mempercepat peningkatan populasi dan mutu genetik
sapi dengan mengoptimalisasikan potensi yang ada, maka perlu dicari
metode lain yang lebih baik dan lebih cepat yaitu teknologi TE yang
memang merupakan alat untuk meningkatkan mutu genetik dan populasi
ternak sapi secara cepat. Penerapan Multiple Ovulation and Embryo
Transfer (MOET) dan produksi embrio invitro akan sangat efektif untuk
meningkatkan populasi ternak.
Untuk lebih mengoptimalkan kinerja IB dan TE diperlukan langkahlangkah
kegiatan yang jelas, terpadu dan efisien dengan dukungan
kebutuhan dan fasilitas yang difokuskan pada upaya pemenuhan
kebutuhan daging sapi dan peningkatan populasi ternak.
Kelahiran ganda (twinning) pada ternak sapi melalui kombinasi IB dan TE
yaitu melakukan TE dengan menggunakan embrio invitro pada sapi betina
resipien yang telah di IB (TE dilakukan 7 hari setelah di IB).
Sasaran aplikasi kelahiran ganda ternak sapi akan diperioritaskan khusus
untuk daerah-daerah dimana inseminasi buatan telah berkembang,
daerah dimaksud mempunyai suatu kawasan yang berpotensi untuk
pengembangan ternak sapi dan telah siap untuk meningkatkan mutu
genetik melalui teknik IB dan TE seperti Perusahaan Peternakan, Koperasi
dan Kelompok-kelompok ternak terpilih dan layak seperti pada kelompok
Sarjana Membangun Desa (SMD) dan Lembaga Mandiri yang Mengakar di
Masyarakat (LM3).
IV. ORGANISASI PELAYANAN IB
Dalam melaksanakan pelayanan IB, dibutuhkan Organisasi yang ideal guna
menunjang kegiatan pelayanan IB secara optimal dan memberikan pelayanan
IB yang memuaskan konsumen, dalam hal ini khususnya peternak sebagai
pelayanan.
Struktur Organisasi Pelayanan Inseminasi Buatan dilaksanakan melalui Satuan
Pelayanan Inseminasi Buatan (SP-IB), yang bertingkat yaitu SP-IB
Kecamatan/KUD/Puskeswan, SP-IB Kabupaten dan SP-IB Provinsi. Selain itu
Struktur Organisasi dibentuk untuk tujuan pengawasan penggunaan sarana
prasarana, pengawasan kualitas semen beku pada setiap jenjang, serta
pengawasan terhadap kualitas SDM pelaksana pelayanan.
Struktur Organisasi kegiatan pelayanan IB, seperti terlampir pada Lampiran-2
dan Lampiran-3. Untuk lebih efisien dan dapat memberikan pelayanan yang
lebih baik setiap Provinsi wajib membentuk Organisasi Pelayanan IB.
Langkah-langkah pembentukan serta uraian tugas teknisi IB dan unit kerja
pelaksanaan IB secara terinci dijelaskan pada butir 1 dan 2 sebagai berikut :
A. Struktur Organisasi Pelayanan IB
1. Tingkat Provinsi
Dibentuk SP-IB Tingkat I dengan petugas yang terdiri dari :
a. 1 (satu) orang Supervisor I
b. 1 (satu) orang Petugas Sterility Control
c. 1 (satu) orang Pengawas Mutu Semen
d. Beberapa orang Staf Administrasi dan Pencatatan
2. Tingkat Kabupaten/Kota
Dibentuk SP-IB Tingkat II dengan petugas yang terdiri dari :
a. 1 (satu) orang Supervisor II
b. 1 (satu) orang Asisten Teknis Reproduksi (ATR)
c. 1 (satu) orang Pengawas Mutu Semen
d. Beberapa orang Staf Administrasi dan Pencatatan
3. Tingkat Kecamatan/KUD/Puskeswan
a. 3-6 orang Inseminator
b. 1 (satu) orang Inseminator Pembantu
c. 1-2 orang Pemeriksa Kebuntingan (PKB)
d. 1 (satu) orang Asisten Teknisi Reproduksi (ATR)
e. 1 (satu) orang Petugas Pengawas Mutu Semen
f. 1 (satu) orang Petugas Pelaporan dan Pencatatan
Dengan jumlah kelompok petani/peternak yang akan dibina sebanyak
6-12 kelompok.
Di setiap kecamatan/KUD/Puskeswan terdapat 1 (satu) SP-IB, tetapi
apabila peternak dan akseptornya memungkinkan dapat dibentuk 2 (dua)
SP-IB atau lebih, sedangkan apabila peternak dan akseptornya kurang,
dapat membentuk 1 (satu) SP-IB dengan operasionalnya 1 (satu) ATR
membawahi 2 (dua) PKB dan 1 (satu) PKB membawahi 3 (tiga)
Inseminator, 1 (satu) Inseminator membina minimal 4 (empat) kelompok
peternak, atau dikaitkan dengan SP-IB terdekat.
B. Langkah-langkah Pembentukan SP-IB :
1. Lokasi IB pada tahap Introduksi
a. 1 (satu) SP-IB dengan akseptor lebih dari 300 ekor, mempunyai
teknisi IB; 3 (tiga) orang Inseminator yang berkedudukan pada 3
Pos IB, 1 (satu) orang PKB dan 1 (satu) orang ATR sebagai
pimpinan SP-IB. Selanjutnya SP-IB tersebut dapat dikembangkan
menjadi 1 (satu) unit SP-IB lengkap sesuai dengan standar, bila
akseptornya bertambah. Demikian juga tenaga Inseminator dan
PKB dapat ditambah sesuai dengan bertambahnya akseptor.
b. Apabila lokasi tersebut hanya terdapat kurang dari 300 ekor
akseptor, jumlah Inseminator kurang dari 3 orang, sehingga hanya
ada 1 atau 2 Inseminator dengan 1 atau 2 pos IB. Maka lokasi
tersebut belum dapat dijadikan 1 (satu) SP-IB, tetapi cukup
dengan 1 atau 2 Pos IB. Sedangkan pembinaan dari aspek
pemeriksaan kebuntingan dan masalah reproduksi, dapat
dilakukan oleh PKB dan ATR pada SP-IB terdekat dengan lokasi Pos
IB tersebut.
2. Lokasi IB pada tahap Pengembangan
a. Apabila pada lokasi tersebut terdapat akseptor minimal 600 ekor
dapat dijadikan 1 (satu) SP-IB dengan teknisi IB; 3 Inseminator
yang berkedudukan pada 3 Pos IB, 1 PKB, 1 ATR sebagai pimpinan
SP-IB. Selanjutnya SP-IB tersebut dapat dikembangkan menjadi 1
unit SP-IB lengkap sesuai dengan standar apabila akseptor
bertambah. Demikian juga tenaga Inseminator dan PKB dapat
ditambah sesuai dengan penambahan akseptor.
b. Apabila pada lokasi tersebut terdapat akseptor kurang dari 600
ekor, berarti jumlah Inseminator kurang dari 3 orang, sehingga
pada lokasi tersebut kemungkinan hanya ada 1 atau 2 orang
Inseminator dengan 1 atau 2 Pos IB. Dengan demikian lokasi
belum dapat dijadikan 1 (satu) SP-IB, tetapi cukup dengan 1 atau 2
Pos IB. Sedangkan pembinaan masalah pemeriksaan kebuntingan
dan reproduksi dapat dilakukan oleh PKB dan ATR pada SP-IB
terdekat dengan lokasi Pos IB tersebut.
3. Lokasi IB pada tahap Swadaya
a. Apabila pada lokasi terdapat akseptor minimal 1.200 ekor dapat
dijadikan 1 SP-IB dengan teknisi 3 orang Inseminator yang
berkedudukan pada 3 Pos IB, 1 PKB, 1 ATR sebagai pimpinan SP-IB.
Selanjutnya SP-IB tersebut dapat dikembangkan menjadi Unit SPIB
lengkap sesuai dengan standar apabila akseptornya bertambah.
Demikian juga tenaga Inseminator dan PKB dapat ditambah sesuai
dengan penambahan akseptornya.
b. Apabila lokasi tersebut terdapat akseptor kurang dari 1.200 ekor,
berarti jumlah Inseminator kurang dari 3 orang sehingga pada
lokasi tersebut kemungkinan hanya ada 1 atau 2 Inseminator
dengan 1 atau 2 Pos IB. Dengan demikian belum dapat dijadikan 1
(satu) SP-IB, tetapi cukup dengan 1 atau 2 Pos IB. Sedangkan
pembinaan yang menyangkut pemeriksaan kebbuntingan dan
masalah reproduksi dapat dilakukan oleh PKB dan ATR pada SP-IB
terdekat dengan lokasi Pos IB tersebut.
C. Uraian Tugas Teknisi IB dan Unit Kerja Pelaksana IB
Secara garis besar uraian tugas teknisi IB dan unit kerja pelaksana
kegiatan IB adalah sebagai berikut :
1. Dinas Propinsi
a. Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan kegiatan IB di
Provinsi.
b. Mengawasi distribusi semen beku ke Dinas Peternakan
Kabupaten/Kota (SP-IB Kabupaten/Kota) berdasarkan kebijakan
pemuliabiakan.
c. Mengadakan supervisi pelaksanaan IB di Provinsi.
d. Mengadakan evaluasi IB di Provinsi.
e. Mengeluarkan Surat Ijin Melakukan Inseminasi Buatan (SIM-I),
Surat Ijin Melakukan Pemeriksaan Kebuntingan (SIM-A2), Surat Ijin
Melakukan Asisten Teknis Reproduksi (SIM-A1), Surat Ijin
Melakukan Selektor (SIM-B), dan Surat Ijin Melakukan
Pengawasan Mutu Semen Beku (SIM-C).
f. Melakukan koordinasi pelaksanaan IB dengan instansi terkait.
g. Melakukan koordinasi dengan Balai Inseminasi Buatan (BIB) Pusat
dan Daerah dalam pengadaan semen beku.
h. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan IB di Provinsi yang
ditujukan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan (setiap bulan pada minggu ke-empat).
2. SP-IB Tingkat Provinsi
a. Mengkoordinir pelaksanaan IB di Provinsi.
b. Menyiapkan kebutuhan semen beku dan peralatan IB di Provinsi.
c. Pengadaan, penyimpanan dan distribusi semen beku serta
peralatan IB.
d. Membuat catatan inventarisasi peralatan dan semen beku di
Provinsi.
e. Mengolah data pelaksanaan IB di lapangan.
f. Menganalisa kegiatan IB di lapangan.
g. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan IB di Provinsi yang
bersangkutan setiap bulan pada minggu ke-empat.
h. Khusus untuk sapi perah, Gabungan Koperasi Susu Indonesia
(GKSI) Daerah menyampaikan laporan ke GKSI Pusat dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Peternakan Provinsi.
3. Supervisor I
a. Mengkoordinir pelaksanaan IB di Provinsi.
b. Berkoordinasi dengan Dinas Peternakan Provinsi dan Supervisor II
dalam menyiapkan peta wilayah IB.
c. Membuat perencanaan pelaksanaan IB di seluruh wilayah SP-IB
Tingkat Kabupaten.
d. Membina dan mengawasi pelaksanaan IB pada seluruh wilayah
SP-IB Tingkat Kabupaten.
e. Bertanggung jawab atas pengadaan, penyimpanan, penyaluran
semen beku serta peralatan IB.
f. Membuat laporan bulanan kegiatan pelaksanaan IB di Provinsi dan
menyampaikan kepada Kepala Dinas Peternakan Provinsi setiap
bulan pada minggu ke-empat.
g. Melakukan evaluasi wilayah kerja Supervisor II
4. Dinas Kabupaten/Kota
a. Pendataan jumlah akseptor IB berdasarkan bangsa dan jenis
ternak.
b. Merencanakan jumlah dosis dan jenis semen beku yang akan
digunakan.
c. Mengawasi distribusi semen beku ke SP-IB tingkat
Kecamatan/KUD/Puskeswan.
d. Mengatur wilayah kerja Inseminator, Pengawas Mutu Semen
Beku, PKB, ATR dan Selektor serta mengajukan permohonan SIM-I,
SIM-A1, SIM-A2, SIM-B, dan SIM-C.
e. Melakukan pengawasan operasional IB.
f. Membuat laporan bulanan pelaksanaan IB dan status reproduksi
diwilayah kerjanya dan menyampaikannya kepada Kepala Dinas
Peternakan Provinsi selambat-lambatnya minggu ke-tiga setiap
bulan.
5. SP-IB Tingkat Kabupaten/Kota (Unit Pelaksana Tingkat Daerah
Kabupaten/Kota)
a. Mengkoordinir pelaksanaan IB di Kabupaten/Kota.
b. Menyiapkan kebutuhan semen beku dan peralatan IB di
Kabupaten/Kota.
c. Pengadaan, penyimpanan distribusi semen beku serta peralatan
IB.
d. Membuat catatan inventarisasi peralatan dan semen beku di
Kabupaten/Kota.
e. Mengolah data pelaksanaan IB di lapangan.
f. Menganalisa kegiatan IB di lapangan.
g. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan IB di Kabupaten/kota
yang bersangkutan selambat-lambatnya minggu ke-tiga setiap
bulan.
6. Supervisor II
a. Membimbing, mengkoordinir dan mengawasi pekerjaan ATR, PKB
dan Inseminator dalam wilayah Tingkat
Kecamatan/KUD/Puskeswan.
b. Berkoordinasi dengan Dinas Peternakan Kabupaten/Kota dalam
pembagian wilayah/penempatan petugas teknis IB.
c. Bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan IB di
Kabupaten/Kota.
d. Membuat laporan kegiatan IB di Kabupaten/Kota dan
menyampaikan kepada Supervisor I serta kepada Kepala Dinas
Peternakan kabupaten/Kota selambat-lambatnya minggu ke-dua
setiap bulan.
7. SP-IB Tingkat Kecamatan/KUD/Puskeswan.
a. Mengkoordinir pelaksanaan IB di SP-IB.
b. Menyiapkan kebutuhan semen beku dan peralatan IB di SP-IB.
c. Melaksanakan pelayanan IB.
d. Melaksanakan pencatatan yang teratur pada akseptor IB.
e. Melaksanakan pemeriksaan kebuntingan dan pengelolaan
reproduksi.
f. Mengolah data pelaksanaan IB di SP-IB.
g. Membuat catatan inventarisasi peralatan proyek dan semen beku
di SP-IB.
h. Meningkatkan daya guna kelompok tani ternak untuk menunjang
operasional pelaksanaan IB.
i. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan IB di SP-IB Tingkat
Kecamatan/KUD/Puskeswan selambat-lambatnya tanggal 5 setiap
bulan.
8. Asisten Teknis Reproduksi (ATR)
a. Membimbing, mengkoordinir dan mengawasi pekerjaan PKB dan
Inseminator.
b. Memeriksa organ reproduksi ternak yang dilaporkan tidak bunting
setelah sekali diinseminasi (repeat breeder)
c. Menentukan ternak tersebut masih layak atau tidak layak lagi
untuk di IB.
d. Melakukan diagnosa gangguan reproduksi dan melakukan
pengobatan atas petunjuk Dokter Hewan.
e. Membuat laporan dan menyampaikan kepada pimpinan Tingkat
Kecamatan/KUD/Puskeswan selambat-lambatnya tanggal 3 setiap
bulan.
f. Melakukan evaluasi status reproduksi ternak setiap 4 bulan sekali.
g. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan di SP-IB yang
bersangkutan.
9. Pemeriksa Kebuntingan (PKB)
a. Membimbing, mengkoordinir dan mengawasi pekerjaan
Inseminator (termasuk Inseminator Mandiri)
b. Memeriksa kebuntingan akseptor IB berdasarkan laporan
Inseminator.
c. Membuat laporan, menghitung nilai S/C dan CR serta
menyampaikan kepada pimpinan SP-IB Tingkat
Kecamatan/KUD/Puskeswan selambat-lambatnya tanggal 3 setiap
bulan.
d. Melakukan evaluasi pelaksanaan IB setiap 4 bulan sekali.
10. Inseminator
a. Melakukan identifikasi akseptor IB dan mengisi kartu peserta IB.
b. Membuat program/rencana birahi ternak akseptor berdasarkan
siklus birahi (kalender reproduksi) di wilayah kerjanya.
c. Melaksanakan IB pada ternak.
d. Membuat pencatatan dan laporan pelaksanaan IB dan
menyampaikan kepada petugas PKB selambat-lambatnya tanggal
2 setiap bulan.
e. Melaksanakan pembinaan kelompok ternak dan Kader
Inseminator.
f. Membentuk Kelompok Peternak Peserta-IB.
g. Berkoordinasi dengan petugas PKB dan ATR (jika ada akseptor IB
yang sudah 3 (tiga) kali di-IB tidak juga bunting).
V. SUMBER DAYA MANUSIA
A. Petugas Teknis Inseminasi Buatan
Petugas teknis IB sesuai dengan keterampilan teknis yang dimiliki
meliputi:
1. Inseminator
Adalah petugas yang berhak melakukan inseminasi.
Syarat pendidikan minimal SMU atau sederajat, telah lulus pelatihan
inseminasi buatan dan memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-I.
2. Pemeriksa Kebuntingan (PKB)
Adalah petugas yang berhak melakukan pemeriksaan kebuntingan,
menetapkan apakah ternak sapi betina tersebut bunting atau kosong.
Syarat pendidikan minimal D-3 atau sederajat, telah mengikuti
pelatihan Inseminator, telah lulus pelatihan pemeriksa kebuntingan
dan memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-A2.
3. Asisten Teknis Reproduksi (ATR)
Adalah petugas yang berhak melakukan pemeriksaan kebuntingan
dan kelainan/gangguan reproduksi, menetapkan apakah ternak sapi
betina tersebut steril atau produktif (sterility control)
Syarat pendidikan minimal D-3 atau sederajat, telah mengikuti
pelatihan Inseminator, telah mengikuti pelatihan pemeriksa
kebuntingan, telah lulus pelatihan asisten teknis reproduksi dan
memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-A1.
4. Selektor
Adalah petugas yang berhak melakukan penilaian, menyeleksi dan
menetapkan apakah ternak sapi hasil Inseminasi Buatan tersebut baik
untuk dingunakan sebagai bibit baik pejantan maupun induk.
Syarat pendidikan minimal S-1 atau sederajat, telah mengikuti
pelatihan Inseminator, telah mengikuti pelatihan pemeriksa
kebuntingan, telah lulus pelatihan asisten teknis reproduksi dan
memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-B.
5. Pengawas Mutu Semen Beku
Adalah petugas yang berhak melakukan pengawasan, pengujian mutu
semen beku dan menetapkan apakah semen beku tersebut baik untuk
dingunakan di lapangan.
Syarat pendidikan minimal D-3 atau sederajat, telah lulus pelatihan
inseminasi buatan dan memenuhi kualifikasi serta memiliki SIM-C.
6. Instruktur
Adalah petugas yang berhak melatih keterampilan pada pelatihan
Inseminator, Pemeriksa Kebuntingan, Asisten Teknis Reproduksi,
Handling Semen Beku dan Selektor.
Syarat pendidikan minimal S-1 atau sederajat, telah mengikuti
pelatihan Inseminator, telah mengikuti pelatihan pemeriksa
kebuntingan, telah lulus pelatihan asisten teknis reproduksi, telah
lulus pelatihan Handling Semen Beku dan telah lulus pelatihan
Selektor serta memenuhi kualifikasi.
7. Supervisor
Adalah petugas yang telah dididik khusus tentang pengelolaan Satuan
Pelayanan Inseminasi Buatan (SP-IB).
Syarat pendidikan minimal S-1 atau sederajat, telah mengikuti
pelatihan Supervisor.
8. Kader Inseminator
Adalah calon inseminator yang telah memperoleh pelatihan diluar
pelatihan formal.
Dalam pelaksanaan di lapangan seorang petugas dapat merangkap
beberapa tugas sekaligus.
B. Pelatihan Teknis Inseminasi Buatan
Pelaksanaan Teknis Inseminasi Buatan dilapangan memerlukan petugas
yang memiliki keterampilan khusus yang tidak mudah dilakukan oleh
orang yang tidak dilatih secara khusus untuk keperluan tersebut. Dengan
demikian tidak dibenarkan apabila pelaksana IB di lapangan diserahkan
kepada petugas yang belum atau tidak cukup mengikuti pelatihan Teknis
lnseminasi Buatan.
Keterampilan teknis dasar yang wajib dimiliki oleh seorang petugas teknis
IB adalah mampu menginseminasi selanjutnya secara berjenjang petugas
tersebut dapat meningkatkan keterampilannya sesuai dengan kebutuhan
tugas di lapangan.
Jenis pelatihan Teknis Inseminasi Buatan meliputi :
1. Inseminator;
2. Pemeriksa Kebuntingan (PKB);
3. Asisten Teknis Reproduksi (ATR);
4. Selektor;
5. Pengawas Mutu Semen Beku;
6. Reproduksi dan Kebidanan;
7. Supervisor;
8. Instruktur IB.
Penyelenggaraan pelatihan teknis Inseminasi Buatan Berdasarkan PP No.
101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri
Sipil apabila lamanya pelatihan dilaksanakan minimum 48 jam pelatihan
(JP) @ 45 menit dilaksanakan oleh Lembaga Peletihan Pemerintah/swasta
yang terakreditasi.
Bila lamanya pelatihan dilaksanakan dibawah 48 jam pelatihan (JP) @ 45
menit dapat dilaksanakan oleh:
1. Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan;
2. Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan
Provinsi.
VI. SARANA OPERASIONAL PELAYANAN IB
Untuk keberhasilan pelayanan IB, diperlukan sarana operasional yang harus
dimiliki setiap Petugas. Standar ideal peralatan yang harus dimiliki oleh
teknisi IB (Inseminator, PKB, ATR, Supervisor I dan Supervisor II) secara rinci
dapat diperiksa pada Lampiran-3.
VII. PEMBIAYAAN
Sumber biaya untuk operasional IB berdasarkan tahapan wilayah adalah :
A. Wilayah Introduksi :
1. APBN
2. APBD I dan APBD II
B. Wilayah Pengembangan :
1. APBN
2. APBD I dan APBD II
C. Wilayah Swadaya :
1. Bantuan dari lembaga lainnya
2. Koperasi (KUD) dan GKSI
3. Dana Masyarakat
4. APBN
VIII. PEMBINAAN KELOMPOK TERNAK
A. Petugas teknis IB memotivasi peternak agar kegiatan IB terorganisir
dalam kelompok. Jika memungkinkan, kegiatan IB dijadwalkan untuk
dilaksanakan secara serentak, terkonsentrasi dalam dua siklus birahi.
B. Peternak juga dibina untuk melaksanakan cara-cara beternak yang baik
(“Good Farming Practice”), termasuk pemberian pakan, dimana pakan
merupakan salah satu komponen terbesar yang sangat mempengaruhi
tingkat produksi dan reproduksi ternak. Diharapkan nantinya peternak
menerapkan/menggunakan teknologi penyediaan pakan yang bermutu.
C. Memotivasi peternak untuk memantau kesehatan ternak guna
menekan angka kematian anak dan induk sapi, mengoptimalkan
pertumbuhan/ pertambahan berat badan dan mengoptimalkan daya
reproduksinya.
D. Jika dilaksanakan dengan intensif, makan akan terjadi perubahan
peningkatan kinerja yang lebih baik, yang meliputi aspek wilayah,
kelembagaan, teknis, operasional, petugas IB, peternak, waktu, evaluasi
dan pelaporan.
IX. PENCATATAN DAN PELAPORAN.
A. Sistem Pencatatan dan Pelaporan.
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari
usaha peningkatan mutu ternak, sedangkan IB merupakan cara utama
yang tepat dan murah untuk mencapai tujuan itu. Karena itu dalam
kegiatan pelayanan IB mutlak diperlukan suatu sistem pencatatan yang
rapi, baik dan benar. Tanpa sistem pencatatan dengan syarat tersebut,
kita tidak akan tahu apakah usaha kita berhasil atau tidak.
Sistem pencatatan ini pada garis besarnya meliputi :
1. Jumlah populasi (dewasa, dara dan anak) untuk mengetahui berapa %
akseptor IB.
2. Sistem pencatatan dan pelaporan kegiatan operasional IB yang
mencakup jumlah dosis semen beku, akseptor IB, kebuntingan dan
kelahiran ternak hasil IB.
3. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mencakup kinerja pelaksanaan
IB seperti S/C dan CR.
4. Jumlah petugas IB (Inseminator, PKB, ATR,).
Agar pencatatan dapat berjalan lancar dan kita dapat menarik kesimpulan
dari catatan tersebut, maka sistem pencatatan dan pelaporan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Mudah dilaksanakan di lapangan.
2. Berlanjut.Diisi dengan sejujurnya.Berisi hal-hal yang diperlukan bagi
pelaksanaan program IB.
B. Mekanisme Pelaporan dan Model Kartu, lebih jelas dapat dilihat
Lampiran-4.
Lampiran-1.
ORGANISASI KEGIATAN INSEMINASI BUATAN
INSTANSI
PEMBINAAN ORGANISASI INSTANSI TERKAIT/
KOPERASI TENAGA
DINAS
PETERNAKAN
PROVINSI
SP-IB
ASOSIASI
PETERNAKAN/
KOPERASI
SEKUNDER
1 Supervisor-I
1 Petugas SC
/ ATR
SUPERVISOR-I
1 Petugas
Mutu
Semen
Beku
Staf
Administrasi
DINAS
PETERNAKAN
KABUPATEN
SP-IB
1 Supervisor-
II
1 Petugas
ATR
SUPERVISOR-Ii
1 Staf
Administrasi
&
Pencatatan
1 Petugas ATR
1-2 Petugas
PKB
3-5 Inseminator
CABANG
DINAS
PETERNAKAN
KECAMATAN/
KOPERASI
(KUD)
SP-IB SP-IB SP-IB KOPERASI
PRIMER
ATR ATR ATR
1 Petugas
Inseminator
PKB
PKB
Pembantu
1 Staf
Administrasi
12-24 Kelompok
Peternak
INS INS INS
POK
POK
POK
20-25 20-25 20-25
Peternak Peternak Peternak
Lampiran-2.
SATUAN PELAYANAN INSEMINASI BUATAN
(SP–IB)
POS IB POS IB POS IB POS IB POS IB POS IB POS IB POS IB POS IB
INS INS INS INS INS INS INS INS INS
ATR
SP-IB
PKB PKB
POS POS POS POS POS POS POS POS
Lampiran-3.
SARANA OPERASIONAL TEKNIS IB
A. Bahan (setiap tahun).
(1) Inseminator.
a. Nitrogen Cair : 250 Liter/tahun.
b. Alat tulis : 1 Unit.
c. Kartu Model : 1 Unit.
(2) Pemeriksa Kebuntingan (PKB).
a. Alat tulis : 1 Unit.
b. Kartu Model : 1 Unit.
(3) Asisten Tehnis Reproduksi (ATR).
a. Obat-obatan :
(a) Antibiotik : 1 Unit.
(b) Desinfectan : 1 Unit.
b. Preparat Hormon : 1 Unit
c. Alat tulis : 1 Unit.
d. Kartu Model : 1 Unit.
(4) Supervisor-II.
a. Alat Tulis : 1 Unit.
b. Kartu-kartu Model : 1 Unit.
c. Handling Semen Beku : 1 Unit.
d. Nitrogen Cair : 250 Liter/tahun.
e. Komputer : 1 Unit
(5) Supervisor-I.
a. Alat Tulis : 1 Unit.
b. Kartu-kartu Model : 1 Unit.
c. Komputer : 1 Unit
B. Peralatan.
(1) Mobilitas
a. Inseminator : Sepeda Motor 1 Unit.
b. PKB : Sepeda Motor 1 Unit.
c. ATR : Sepeda Motor 1 Unit.
d. Supervisor-II : Pick Up 1 Unit.
e. Supervisor-I : Jeep/Pick Up 1 Unit.
(2) Perlengkapan Lapangan (setiap tahun)
a. Inseminator
(a) Pakaian lapangan 1 stel
(b) Plastic sheet 1.000 btg
(c) Plastic gloves 1.000 lbr
(d) Jas hujan + topi 1 buah
(e) Lampu senter 1 buah
(f) Handuk 6 buah
(g) Tali 10 m
(h) Sabun 12 batang
(i) Sepatu boot 1 pasang
(j) Tas 1 buah
(k) Insemination gun 2 buah
(l) Gunting 2 buah
(m) Pinset 2 buah
(n) Termos/ Kontainer 10 lt 2 buah/ 1 buah
(o) Kertas tisue 24 rol
(p) Tas inseminasi 1 buah
b. Pemeriksa Kebuntingan (PKB)
(a) Plastic gloves 500 lbr
(b) Handuk 6 buah
(c) Pakaian kerja 1 stel
(d) Jas hujan + topi 1 stel
(e) Sepatu boot 1 pasang
(f) Tali 10 m
(g) Sabun 12 batang
(h) Tas 1 buah
c. Asisten Teknis Reproduksi (ATR)
(a) Pakaian kerja 1 stel
(b) Jas hujan + topi 1 stel
(c) Sepatu boot 1 pasang
(d) Handuk 6 buah
(e) Tas 1 buah
(f) Sabun 12 batang
(g) Plastic gloves 1.000 lbr
(h) Spuit 50 cc 2 buah
(i) Spuit 20 cc 2 buah
(j) Spuit 5 cc 4 buah
d. Supervisor-II
(a) Perlengkapan lapangan 1 set/tahun
(b) Pakaian kerja 1 stel
(c) Sepatu boot 1 pasang
(d) Jas hujan + topi 1 stel
e. Supervisor-I
(a) Perlengkapan lapangan 1 set/tahun
(b) Pakaian kerja 1 stel
(c) Sepatu boot 1 pasang
(d) Jas hujan + topi 1 stel
C. Pos Pelayanan.
(1) Bangunan.
SP-IB Provinsi dan SP-IB Kabupaten/Kota dapat menggunakan
bangunan Dinas Peternakan Provinsi dan Kabupaten/Kota,
sedangkan SP-IB Lapangan dapat menggunakan bangunan Pos IB,
Pus Keswan, Koperasi/KUD atau Balai Penyuluh Pertanian (BPP).
Apabila belum ada bangunan Pos IB, Pos Keswan, atau BPP dapat
dibuat bangunan baru melalui dana APBN/APBD I dan APBD II atau
dibangun sendiri oleh Koperasi/KUD khusus di wilayah
pengembangan dan swadaya.
(2) Perlengkapan Kantor.
Perlengkapan kantor untuk Pos Pelayanan IB meliputi :
a. SP-IB Tingkat Provinsi.
(a) Meja kursi 4 unit
(b) Meja kursi rapat 1 unit
(c) Alat tulis (setiap tahun) 4 unit
(d) White board 1 unit
(e) Kardex 4 unit
(f) Lemari arsip 1 buah
(g) Komputer 1 unit
(h) Mesin ketik 1 buah
(i) Kontainer 32 liter sesuai kebutuhan
b. SP-IB Tingkat Kabupaten
(a) Meja kursi 4 unit
(b) Meja kursi rapat 1 unit
(c) Alat tulis (setiap tahun) 4 unit
(d) White board 1 unit
(e) Kardex 4 unit
(f) Lemari arsip 1 buah
(g) Komputer 1 unit
(h) Mesin ketik 1 buah
(i) Kontainer 32 liter sesuai kebutuhan
c. SP-IB.
(a) Meja kursi 4 unit
(b) Alat tulis (setiap tahun) 10 unit
(c) White board 4 unit
(d) Kardex 10 unit
(e) Mesin ketik 1 buah
(f) Kontainer 32 liter sesuai kebutuhan
(3) Perlengkapan Laboratorium.
Perlengkapan laboratorium yang dibutuhkan oleh tenaga teknis IB
adalah mikroskop yang digunakan untuk menguji fertilasi semen
beku.
Lampiran-4.
MEKANISME PELAPORAN DAN MODEL KARTU
1. Kartu Sapi Perah (Model C-I).
Kegunaan : Untuk penilaian kemampuan produksi dan
reproduksi Sapi Perah.
Ukuran kartu : Folio.
Warna dan jenis : Kartu Sapi Perah dicetak pada kertas manila.
Cara pengisian : Untuk tiap ekor 2 lembar, 1 lembar warna
kuning disimpan di peternak dan 1 lembar
warna putih disimpan di Dinas Peternakan Dati
II/ SP-IB Tingkat II.
2. Kartu Sapi Potong (Model C-II).
Kegunaan : Untuk penilaian kemampuan produksi dan
reproduksi Sapi Potong.
Ukuran kartu : Folio.
Warna dan jenis : Kartu Sapi Potong dicetak pada kertas manila.
Cara pengisian : Untuk tiap ekor 2 lembar, 1 lembar warna
kuning disimpan di peternak dan 1 lembar
warna putih disimpan di Dinas Peternakan Dati
II/ SP-IB Tingkat II.
3. Kartu Kegiatan Inseminasi Buatan (Model C-IV).
Kegunaan : Mencatat kegiatan harian Inseminator selama 1
bulan, dari kartu ini dapat diketahui jumlah
inseminasi, jumlah akseptor, jumlah dosis dan
jenis semen yang dipakai.
Ukuran kartu : Kartu dicetak di kertas HVS putih (kwarto).
Cara pengisian : Kartu ini diisi oleh inseminator rangkap 2, 1
rangkap dikirim ke Supervisor-II sebagai laporan
bulanan dan lainnya sebagai arsip SP-IB.
4. Kartu Pemeriksaan Kebuntingan (Model C-V).
Kegunaan : a. Mengetahui berapa akseptor yang bunting.
b. Mengetahui prestasi Inseminator.
Ukuran kartu : Folio.
Warna dan jenis : Kartu dicetak di kertas HVS putih.
Cara pengisian : Kartu ini diisi oleh Pemeriksa Kebuntingan
dalam rangkap 2, 1 lembar dikirim ke
Supervisor-II sebagai laporan, 1 lembar sebagai
arsip SP-IB.
5. Kartu Rekapitulasi Kegiatan Inseminasi (Model CV-VI).
Kegunaan : a. Untuk menilai kegiatan dan kinerja
pelaksanaan IB oleh para Inseminator,
b. Mendapat gambaran mengenai pelaksanaan
dari hasil IB di suatu SP-IB Tingkat II.
Ukuran kartu : Folio.
Cara pengisian : Kartu rekapitulasi kegiatan inseminasi diisi
setiap bulan oleh Supervisor-II dalam rangkap
2, 1 copy dikirim ke Supervisor-I sebagai
laporan bulanan, 1 copy sebagai arsip SP-IB.
Kartu diisi berdasarkan data dari kartu Model C-I, C-II, C-IV dan C-V.
Pemeriksaan rektal : Sapi-sapi yang diperiksa rektal adalah sapi yang
setelah di IB 60 hari yang lalu.
Perhitungan S/C : Jumlah straw yang dipergunakan
Jumlah yang bunting
Contoh :
Seorang petugas PKB melakukan pemeriksaan terhadap 100 ekor
akseptor yang sudah di IB oleh petugas Inseminator minimal 60 hari
yang lalu. Hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut:
- Jumlah akseptor yang di IB 1X = 50 ekor
- Jumlah akseptor yang di IB 2X = 25 ekor
- Jumlah akseptor yang di IB 3X = 25 ekor
- Jumlah akseptor yang bunting pada IB 1X = 40 ekor
- Jumlah akseptor yang bunting pada IB 2X = 20 ekor
- Jumlah akseptor yang bunting pada IB 3X = 15 ekor
S/C : 50 + (2x25) + (3x25) = 2,75 3
Perhitungan CR (%) : JumlaJhu mbulanhti nAgk speapdtao rIB ke I x 100%
Contoh diatas CR : 14000 x 100% = 40%
6. Kartu Pemakaian Semen (Model C-VII, C-VII.a).
Kegunaan : Untuk mencatat penerimaan dan pemakaian
semen di SP-IB dan SP-IB Tingkat II juga
mengetahui sisa semen yang ada dan jumlah
semen yang rusak. Hal ini penting untuk BIB
Singosari dan BIB Lembang dalam rangka
perencanaan pengiriman semen.
Ukuran kartu : Folio.
Warna dan jenis : Kartu dicetak di kertas HVS. Model C-VII dibuat
2 rangkap.
Cara pengisian : Supervisor-II mengisi kartu Model C-VII, 1 copy
dikirim ke Provinsi, 1 copy sebagai arsip.
Supervisor-I mengisi kartu Model C-VI, 1 copy
dikirim ke Direktorat Bina Produksi, 1 copy ke
BIB dan 1 copy sebagai arsip.
7. Kartu Fertilasi Semen (Model C-VII.b).
Kegunaan : Evaluasi kualitas semen yang dihasilkan BIB
Pusat/BIB Daerah
Ukuran kartu : Folio warna putih.
Cara pengisian : Kartu Model C-VII.b diisi oleh Supervisor-I
berdasarkan data dari Kartu Model C-V (Kartu
Pemeriksaan Kebuntingan). Kartu ini dikirim ke
BIB Pusat/BIB Daerah sebagai lampiran laporan
bulanan kegiatan IB.
Cara perhitungan S/C dan CR seperti pada point
5.
8. Laporan Bulanan Kegiatan IB (Model C-VIII).
Kegunaan : Sebagai laporan pelaksanaan IB tiap bulan
untuk dijadikan bahan evaluasi oleh Pusat.
Cara pengisian : Diisi oleh Supervisor-I dan dikirim kepada
Direktorat Jenderal Peternakan dengan
ditandatangani oleh Kepala Dinas Peternakan
Provinsi. Model C-VIII dibuat 3 rangkap.
9. Kartu Kelahiran Sapi (Model C-IX).
Kegunaan : Mengetahui silsilah seekor sapi. Diperlukan bila
sapi dewasa dan akan dimasukkan dalam Buku
Register Sapi Betina Akseptor IB.
Ukuran kartu : Kwarto.
Cara pengisian : Diisi oleh petugas dan disimpan oleh pemilik.
Disamping kartu-kartu tersebut di atas, masih ada 2 jenis Buku Register.
(1) Buku Register Sapi Betina (Perah) Akspetor IB (Model D-I).
Semua akseptor IB dicatat di Buku ini.
Contoh 1 halaman, dapat dilihat dalam model kartu.
(2) Buku Register Sapi Betina (Potong) Akseptor IB (Model-D-II)
Semua akseptor IB sapi potong dicatat di Buku ini, dan contoh 1
halaman dapat dilihat dalam model kartu.
10. Buku Registrasi Pedet (Model D-III).
Setiap pedet hasil IB dicatat, terutama yang akan dijadikan induk dan
pejantan unggul. Data diisi dari Kartu Kelahiran Pedet. Buku Registrasi
ini dan Kartu Kelahiran diperlukan dalam pemindahan data hewan
dalam Buku Registrasi Sapi Betina (Model D-I dan Model D-II).
MODEL C-I
KARTU SAPI PERAH
Nomor Urut Akseptor : …………………………………………
Nama Sapi : …………………………………………
Ras/Bangsa : …………………………………………
Nomor Register/Telinga : …………………………………………
Tanggal Lahir : …………………………………………
Nama Bapak : …………………………………………
Nomor Kode Bapak : …………………………………………
Nama Induk : …………………………………………
No. Register Induk : …………………………………………
Photo sisi sebelah kiri
KETERANGAN PEMILIKAN
N a m a Pemilik Pertama Pemilik Kedua Pemilik Ketiga
Alamat
Tgl. Memiliki
Asal
PELAYANAN INSEMINASI/PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN/KESEHATAN
INSEMINASI PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN
Tanggal Kode
Semen Petugas Tanggal Diagnosa Vaccinasi Pengobatan
CATATAN KELAHIRAN ANAK
Tgl lahir
Kelah I Kelah II Kelah III Kelah IV Kelah V
NORMAL
Jenis Kelamin
Keadaan Pedet
TIDAK NORMAL
DISTOCHIA
Lahir Mati
KEGUGURAN
Umur Janin
Sebab
PETUGAS Petugas
LAKTASI KE : Mulai dicatat
tgl………………………..
Produksi
Pengambilan bulan ke Produksi
305 har1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 i
Pengambilan Pagi
LAKTASI KE : Mulai dicatat
tgl………………………..
Produksi
Pengambilan bulan ke Produksi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 305 hari
Pengambilan Pagi
MODEL C-II
KARTU SAPI POTONG
Nomor Urut Akseptor : …………………………………………
Nama Sapi : …………………………………………
Ras/Bangsa : …………………………………………
Nomor Register/Telinga : …………………………………………
Tanggal Lahir : …………………………………………
Nama Bapak : …………………………………………
Nomor Kode Bapak : …………………………………………
Nama Induk : …………………………………………
No. Register Induk : …………………………………………
Photo sisi sebelah kiri
KETERANGAN PEMILIKAN
Nama Pemilik Pertama Pemilik Kedua Pemilik Ketiga
Alamat
Tgl Memiliki
Asal
PELAYANAN INSEMINASI/PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN/KESEHATAN
INSEMINASI PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN/KESEHATAN
Tanggal Kode
semen Petugas Tanggal Diagnosa Vaccinasi Pengobatan
CATATAN KELAHIRAN ANAK
Tgl lahir
Kelah I Kelah II Kelah III Kelah IV Kelah V
NORMAL
Jenis Kelamin
Keadaan Pedet
TIDAK NORMAL
DISTOCHIA
Lahir Mati
KEGUGURAN
Umur Janin
Sebab
PETUGAS Petugas
CATATAN PERTUMBUHAN
TANGGAL
PENIMBANGAN
BERAT
(kg)
Berat Lahir :
Berat Umur
:.......................
Berat Umur
:.......................
Berat Umur :
......................
Berat Umur :
......................
Petugas
MODEL C-IV
KARTU KEGIATAN INSEMINASI BUATAN
Dari Tanggal :.........................s/d ......................................
Nama Inseminator :..................... No Kode ..........................
SP-IB :...................... SP/IB Kab/Kota ................
No
Urut Tanggal
No
Registrasi
Inseminasi Ke Kode
semen
Inseminasi Sebelumnya Pemilik
I II III Tgl Kode
Semen
Nama Alamat
MODEL C-V
KARTU PEMERIKSA KEBUNTINGAN
Nama Petugas : ......................... No Kode ................................
SP-IB : .......................... S P-IB Kab/Kota .....................
Bulan : ................. Tahun ................
No
Urut Tgl
Akseptor Yang
Diperiksa Pemilik Inseminasi
Ke
Kode
semen
Inseminator Hasil
Nama No. Reg Nama Alamat Nama Kode
Tanggal Pengiriman
Petugas:
.....................................
MODEL C. V-VI
REKAPITULASI KEGIATAN INSEMINASI
SP-IB Kab/Kota : ................................... SP-IB Propinsi .....................
Periode Bulan : .................................... Tahun .................................
No
Urut
Inseminator Jumlah inseminasi Jml
Akseptor
Jml
Diperiksa
rektal
Jml
Positif
Bunting
S/C
%
B/C
%
Jml
Kelahi
ran
Jml
Abort
Nama No us
Kode I II III
MODEL C VII-VII A
KARTU PEMAKAIAN SEMEN
SP-IB Kabupaten/Kota :..............................................................
Periode Bulan :..............................................................
No
Urut
Kode
Semen
Sisa
Bulan
Lalu
Penerimaan
Bulan Lalu
Jumlah
Inseminasi
Jumlah
Akseptor
Jumlah
Yang
Rusak
Sisa Di
Kabupaten
SUPERVISOR-II
:..............................
No. Kode
:..............................
Tanda Tangan
:.............................
MODEL VII B
KARTU FERTILASI SEMEN
SP-IB Propinsi :....................................................................................
Bulan :....................................................................................
No
Urut
Kode
Semen
AKSEPTOR YANG DITERIMA
CR S/Jml C
(ekor)
Inseminasi (ekor) Jml
Insem
Positif Insem
Bunting
I II III I II III
SUPERVISOR
:...............................
No. Kode
:...............................
Tanda Tangan
:...............................
MODEL C-VIII
LAPORAN BULANAN KEGIATAN INSEMINASI BUATAN
No
Wilayah JUMLAH PETUGAS Jml.
Aks.
Pemakaian
Semen
Pemeriksaan
Kebuntingan Kelahiran
KeguguraSP-IB n
Kab/Kota
Sup-
I
Sup-
II ATR PKB Ins Kode Jml Jml Pos Ras
............................ ..................
KEPALA DINAS PETERNAKAN PROPINSI
.................................................
Dinas Peternakan
Kabupaten ......................................
MODEL C-IX
KARTU KELAHIRAN SAPI
Nama Sapi : ................................................................
Tgl Lahir : .............................. Kelamin ....................
INDUK
Bangsa : ................ No Register/Nomor Ternak
...........
BAPAK
Bangsa : .................No. Kode ................................
Kode Semen : .................................................................
Pemilik waktu sapi dilahirkan
Nama : ................................................................
Alamat : .................................................................
Anak sapi ini terdaftar dengan
Nomor registrasi/Telinga : .................................................................
PETUGAS PENCATAT
(.......................................)
CATATAN PERTUMBUHAN
Tgl. Penimbangan Berat (kg)
1. Berat Lahir
2. Berat pada umur
100 hari
3. Berat pada umur
200 hari
4. Berat pada umur
201 – 340 hari
5. Berat pada umur
341 – 540 hari
6. Berat pada umur
541 – 900 hari
MODEL D-I
BUKU REGISTRASI SAPI PERAH BETINA AKSEPTOR IB
SP-IB Kab/Kota :.......................................................................
Propinsi :.......................................................................
No
Urut
No.
Pokok
Nama
Sapi
Tgl.
Lahir
Induk Bapak Pemilik
KeterangaRas No. n
Reg Ras Kode
semen Nama Alamat
MODEL D-II
BUKU REGISTRASI SAPI POTONG BETINA AKSEPTOR IB
SP-IB Kab/Kota : .......................................................................
Propinsi : .......................................................................
No
Urut
No.
Pokok
Nama
Sapi
Tgl.
Lahir
Induk Bapak Pemilik
KeterangaRas No. n
Reg Ras Kode
semen Nama Alamat
MODEL D-III
BUKU DAFTAR NOMOR REGISTRASI PEDET
SP-IB Kab/Kota : .......................................................................
Propinsi : .......................................................................
No
Urut
No.
Reg
Tgl.
Lahir
Nama
Pedet
Jenis
Kelamin
Berat
Lahir
Induk Bapak Pemilik
Ras No.
Reg
Ras No.
Reg
Nama Alamat
0 komentar:
Posting Komentar