Rabu, 26 Januari 2011

Mikroba Rumen

Sistem Pencernaan Ruminansia Pencernaan adalah rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yangdialami bahan makanan selama berada di dalam alat pencernaan. Prosespencernaan makanan pada ternak ruminansia relatif lebih kompleksdibandingkan proses pencernaan pada jenis ternak lainnya.

Perut ternak ruminansia dibagi menjadi 4 bagian, yaitu retikulum (perutjala), rumen (perut beludru), omasum (perut bulu), dan abomasum (perut sejati).Dalam studi fisiologi ternak ruminasia, rumen dan retikulum sering dipandangsebagai organ tunggal dengan sebutan retikulorumen. Omasum disebut sebagaiperut buku karena tersusun dari lipatan sebanyak sekitar 100 lembar. Fungsiomasum belum terungkap dengan jelas, tetapi pada organ tersebut terjadipenyerapan air, amonia, asam lemak terbang dan elektrolit. Pada organ inidilaporkan juga menghasilkan amonia dan mungkin asam lemak terbang(Frances dan Siddon, 1993). Termasuk organ pencernaan bagian belakanglambung adalah sekum, kolon dan rektum. Pada pencernaan bagian belakangtersebut juga terjadi aktivitas fermentasi. Namun belum banyak informasi yangterungkap tentang peranan fermentasi pada organ tersebut, yang terletak setelahorgan penyerapan utama. Proses pencernaan pada ternak ruminansia dapatterjadi secara mekanis di mulut, fermentatif oleh mikroba rumen dan secarahidrolis oleh enzim-enzim pencernaan.

Pada sistem pencernaan ternak ruminasia terdapat suatu proses yangdisebut memamah biak (ruminasi). Pakan berserat (hijauan) yang dimakanditahan untuk sementara di dalam rumen. Pada saat hewan beristirahat, pakanyang telah berada dalam rumen dikembalikan ke mulut (proses regurgitasi),untuk dikunyah kembali (proses remastikasi), kemudian pakan ditelan kembali(proses redeglutasi). Selanjutnya pakan tersebut dicerna lagi oleh enzim-enzimmikroba rumen. Kontraksi retikulorumen yang terkoordinasi dalam rangkaianproses tersebut bermanfaat pula untuk pengadukan digesta inokulasi danpenyerapan nutrien. Selain itu kontraksi retikulorumen juga bermanfaat untukpergerakan digesta meninggalkan retikulorumen melalui retikulo-omasal orifice(Tilman et al. 1982).

Di dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya.Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa danfungi (Czerkawski, 1986). Kehadiran fungi di dalam rumen diakui sangatbermanfaat bagi pencernaan pakan serat, karena dia membentuk koloni padajaringan selulosa pakan. Rizoid fungi tumbuh jauh menembus dinding seltanaman sehingga pakan lebih terbuka untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen.

Bakteri rumen dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat utama yangdigunakan, karena sulit mengklasifikasikan berdasarkan morfologinya.Kebalikannya protozoa diklasifikasikan berdasarkan morfologinya sebab mudahdilihat berdasarkan penyebaran silianya. Beberapa jenis bakteri yang dilaporkanoleh Hungate (1966) adalah : (a) bakteri pencerna selulosa (Bakteroidessuccinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrifibriofibrisolvens), (b) bakteri pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens,Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp), (c) bakteri pencerna pati(Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica, (d) bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus), (e) bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis).

Protozoa rumen diklasifikasikan menurut morfologinya yaitu: Holotrichsyang mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yangfermentabel, sedangkan Oligotrichs yang mempunyai silia sekitar mulutumumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna (Arora, 1989).

HIJAUAN PAKAN TERNAK

Kombinasi Rumput Gajah King Grass (Pennisetum purpureum cv. King Grass) dan Areuy bulu (Pueraria phaseoloides) di desa Cimahi, kec. Caringin, kab. Garut.
Kombinasi Rumput Gajah King Grass dan
Areuy bulu (Pueraria phaseoloides) di desa Cimahi, kec. Caringin, kab. Garut.

Tulisan ini diadaptasi dan di sesuaikan untuk konsumsi publik dari publikasi internal “Manglayang Agribusiness Cooperative, ANALISA PENANAMAN RUMPUT GAJAH DI CIJAYANA, Juni 2005 “.

UPDATE: 5/1/2006
Tambahan beberapa gambar kultivar Taiwan dan King Grass. Ralat photo caption, gambar rumput Taiwan tertukar dengan rumput Africa.

Pengantar

Pennisetum purpureum Schumach.
Nama daerah: Elephant grass, napier grass (Inggris), Herbe d’éléphant, fausse canne à sucre (Prancis), Rumput Gajah (Indonesia, Malaysia), Buntot-pusa (Tagalog, Filipina), Handalawi (Bokil), Lagoli (Bagobo), Ya-nepia (Thailand), Co’ duôi voi (Vietnam), pasto elefante (Spanyol)

Asal-usul dan persebaran geografi: Berasal dari Afrika tropika, kemudian menyebar dan diperkenalkan ke daerah daerah tropika di dunia, dan tumbuh alami di seluruh Asia Tenggara yang bercurah hujan melebihi 1.000 mm dan tidak ada musim panas yang panjang. Dikembangkan terus menerus dengan berbagai silangan sehingga menghasilkan banyak kultivar, terutama di Amerika, Philippine dan India.

Rumput gajah merupakan keluarga rumput rumputan (graminae ) yang telah dikenal manfaatnya sebagai pakan ternak pemamah biak (Ruminansia) yang alamiah di Asia Tenggara. Rumput ini biasanya dipanen dengan cara membabat seluruh pohonnya lalu diberikan langsung (cut and carry) sebagai pakan hijauan untuk kerbau dan sapi, atau dapat juga dijadikan persediaan pakan melalui proses pengawetan pakan hijauan dengan cara silase dan hay. Selain itu rumput gajah juga bisa dimanfaatkan sebagai mulsa tanah yang baik.
Di Indonesia sendiri, rumput gajah merupakan tanaman hijauan utama pakan ternak. Penanaman dan introduksi nya dianjurkan oleh banyak pihak.

Deskripsi dan Sifat Rumput Gajah

Nilai pakan rumput gajah dipengaruhi oleh perbandingan (rasio) jumlah daun terhadap batang dan umurnya. Kandungan nitrogen dari hasil panen yang diadakan secara teratur berkisar antara 2-4% Protein Kasar (CP; Crude Protein) selalu diatas 7% untuk varietas Taiwan, semakin tua CP semakin menurun)
Pada daun muda nilai ketercernaan (TDN) diperkirakan mencapai 70%, tetapi angka ini menurun cukup drastis pada usia tua hingga 55%. Batang-batangnya kurang begitu disukai ternak (karena keras) kecuali yang masih muda dan mengandung cukup banyak air.

Rumput ini secara umum merupakan tanaman tahunan yang berdiri tegak, berakar dalam, dan tinggi dengan rimpang yang pendek. Tinggi batang dapat mencapai 2-4 meter (bahkan mencapai 6-7 meter), dengan diameter batang dapat mencapai lebih dari 3 cm dan terdiri sampai 20 ruas / buku. Tumbuh berbentuk rumpun dengan lebar rumpun hingga 1 meter. Pelepah daun gundul hingga berbulu pendek; helai daun bergaris dengan dasar yang lebar, ujungnya runcing.

King Grass. Berumur sekitar 2 minggu setelah panen.
King Grass. Berumur sekitar 2 minggu setelah panen.

Rumput gajah merupakan tumbuhan yang memerlukan hari dengan waktu siang yang pendek, dengan fotoperiode kritis antara 13-12 jam. Namun kelangsungan hidup serbuk sari sangat kurang sehingga menjadi penyebab utama dari penentuan biji yang lazimnya buruk. Disamping itu, kecambahnya lemah dan lambat. Oleh karenanya rumput ini secara umum ditanam dan diperbanyak secara vegetatif. Bila ditanam pada kondisi yang baik, bibit vegetatif tumbuh dengan cepat dan dapat mencapai ketinggian sampai 2-3 meter dalam waktu 2 bulan.

Rumput gajah ditanam pada lingkungan hawa panas yang lembab, tetapi tahan terhadap musim panas yang cukup tinggi dan dapat tumbuh dalam keadaan yang tidak seberapa dingin. Rumput ini juga dapat tumbuh dan beradaptasi pada berbagai macam tanah meskipun hasilnya akan berbeda. Akan tetapi rumput ini tidak tahan hidup di daerah hujan yang terus menerus. Secara alamiah rumput ini dapat dijumpai terutama di sepanjang pinggiran hutan.

Perkembang biakan vegetatif dilakukan baik dengan cara membagi rumpun akar dan bonggol maupun dengan stek batang (minimal 3 ruas, 2 ruas terbenam di tanah). Hal ini dapat dilakukan dengan tangan atau dengan peralatan seperti yang dilakukan pada penanaman tebu. Jarak antar barisan berkisar antara 50 – 200 cm. di daerah yang lebih kering jaraknya lebih lebar. Jarak dalam barisan bervariasi mulai dari 50 – 100 cm. penanaman yang dicampur dengan tanaman lain semisal ubi kayu dan pisang sering dilakukan di kebun rumah.

Untuk mendapatkan hasil dan ketahanan tinggi, rumput ini ditanam dengan pengairan yang teratur dan pemupukan yang cukup. Pemupukan yang banyak diterapkan biasanya bila rumput sering dipotong / dipanen.

Kandungan nutrien setiap ton bahan kering adalah N:10-30 kg; P:2-3 kg; K:30-50 kg; Ca:3-6 kg; Mg dan S:2-3 kg. dengan hasil bahan kering tiap tahun 20-40 ton/Ha, karenanya banyak zat diserap dari tanah. Jika tidak dipupuk hasilnya akan segera menurun drastis dan gulma akan menyerang. Walaupun rumput gajah jarang ditanam dengan polong-polongan (legume), namun tetap dapat dikombinasikan dengan baik.

Penyakit yang biasa menyerang yaitu kutu Helminthosporium sacchari. Tindakan yang paling baik untuk mencegahnya adalah dengan menggunakan kultivar yang tahan penyakit tersebut. Namun demikian secara umum kami tidak menemukan serangan hama pada rumput gajah yang ditanam. Kebanyakan hanya merupakan serangan belalang dan ulat yang masih bisa di tolerir.

Rumput gajah dapat dipanen sepanjang tahun. Biasanya rumput ini diberikan dalam bentuk segar, tetapi dapat juga diawetkan sebagai silase. Hasil bahan kering setiap tahun diharapkan berkisar 2 - 10 ton/hektar untuk tanaman yang tidak dipupuk atau dengan pupuk yang sedikit, tetapi yang menggunakan banyak pupuk N dan P hasilnya berkisar antara 6 - 40 ton/hektar.

Prospek rumput gajah cukup baik bila dilakukan pemupukan yang baik pula. Dengan memanen pada pertumbuhan yang masih muda atau dengan menggunakan kultivar yang baik akan mencapai nilai pakan yang tinggi. Keuntungan dari jenis ini adalah kemampuannya berproduksi, dapat ditanam dalam jumlah besar atau kecil, dan dapat diusahakan secara mekanis atau juga untuk pertanian/peternakan skala kecil.

Hasil Pengamatan

Kami telah mencoba menanam rumput ini di berbagai tempat, baik di daerah pesisir pantai selatan pada ketinggian berkisar 0 - 200 m dpl, maupun di home base Manglayang Farm pada ketinggian 900 - 1100 m dpl. Dengan berbagai kondisi tanah / alam dan perlakuan yang berbeda. Hasil yang didapat pun berbeda beda tentunya :) .
Yang menarik, di Indonesia ternyata ada lebih dari 1 jenis rumput gajah, apa saja ?

Jenis Kultivar di Indonesia

Sekurangnya menurut pengetahuan kami berdasarkan obrolan dengan rekan di BIB Lembang, ada empat kultivar yang ada di Indonesia. Rumput gajah semuanya merupakan introduksi dan bukan jenis rumput lokal.
Kultivar rumput gajah tersebut adalah King Grass (P. purpureum cv. King Grass), Taiwan (P. purpureum cv. Taiwan), Hawaii (P. purpureum cv. Hawaii) dan Africa (P. purpureum cv. Africa). Namun karena memang bentuknya yang satu sama lain sangat mirip, agak sulit membedakannya (setidaknya bagi mata awam seperti kami).
Namun demikian ada sedikit panduan yang diberikan oleh rekan di BIB Lembang untuk menentukan berbagai kultivar tersebut.

King: Batang dan daunnya paling raksasa (karena itulah dia disebut King Grass), daunnya berbulu kasar dan akan terasa perih bila memanen rumput ini tanpa menggunakan baju tangan panjang (percayalah, penulis sudah merasakannya). Batangnya keras. Produktivitas tinggi, menurut pengamatan kami dapat mencapai 200 - 250 ton per hektar per tahun. Pada daun muda, pangkal daunnya memiliki bercak bercak berwarna hijau muda.
Pengamatan kami, produksi per rumpun di Cijayana bisa lebih dari 7 kilogram (basah) per panen.

Bercak hijau muda di sekitar pangkal daun King Grass
Bercak hijau muda di sekitar pangkal daun King Grass.

Rumput Gajah King Grass (Pennisetum purpureum cv. King Grass) di desa Cimahi, kec. Caringin, kab. Garut.
Rumput Gajah King Grass di desa Cimahi, kec. Caringin, kab. Garut.
Berumur sekitar 8 bulan sejak hari tanam.

Taiwan: Cukup raksasa, dapat mencapai 4 -5 meter. Kultivar ini yang disenangi dan dianjurkan oleh BIB Lembang untuk ditanam. Batangnya lunak, daun lebar berbulu lembut, tingkat nutrisi cukup baik. Ciri ciri lain adalah pada batang muda pangkal batangnya bawah yang dekat ke tanah berwarna kemerah merahan. Namun beberapa rekan peternak di Lembang kurang menyukai kultivar ini karena lunaknya batang tersebut sehingga cenderung mudah roboh apabila diterpa angin kencang. Produktivitas tinggi, bisa mencapai 300 ton / hektar per tahun dengan kondisi pemupukan dan pemeliharaan optimal. Selain itu, Taiwan (juga King Grass) membutuhkan air yang cukup banyak. Pengamatan kami, produksi per rumpun bisa lebih dari 7 kilogram (basah) per panen.

Batang berwarna kemerah merahan merupakan ciri kultivar Taiwan (Cijayana)
Batang berwarna kemerah merahan merupakan ciri kultivar Taiwan (Cijayana).

Batang rumput Taiwan yang besar tapi relatif lunak.
Batang rumput Taiwan yang besar tapi relatif lunak (Cijayana).

Africa: Batang kecil dan keras. Daun kecil. Tumbuh tunas tunas kecil pada ketiak batang. Sehingga apabila terbiasa melihat King Grass atau Taiwan yang sehat, melihat Africa seperti melihat rumput kerdil :) . Kultivar ini yang banyak ditanam di Manglayang Farm. Kenapa ? Hipotesa kami adalah kultivar ini yang pertama kali masuk dan dikembangkan di daerah Manglayang. Keunggulan dari Africa adalah kebutuhan airnya yang tidak terlalu banyak. Sehingga pada musim kering pun masih dapat tumbuh dengan cukup baik. Produktivitas tidak terlalu tinggi, menurut pengamatan kami hanya sekitar 1 -2 kilogram / rumpun (basah) per panen (sekitar 100 ton per hektar per tahun)

Rumpun rumput gajah Africa yang sudah tua, perhatikan batangnya yang kecil.
Rumpun rumput gajah Africa yang sudah tua, perhatikan batangnya yang kecil.

Rumpun rumput gajah Africa yang besar.
Jumlah rumpun gajah Africa yang banyak.

Hawaii: Nah ini kultivar yang paling sulit membedakannya. Hawaii memiliki batang dan daun yang lunak tapi tidak terlalu besar. Lebih mirip ke Taiwan hanya lebih kecil. Tidak heran, karena kultivar ini merupakan induk dari kultivar Taiwan yang merupakan hibrid King Grass dengan Hawaii.

Sedangkan menurut literatur yang ada di Internet, kultivar yang ada di dunia banyak sekali, namun kultivar kultivar yang disebutkan di atas sulit sekali dicari referensinya, kecuali King Grass dan Taiwan. Disebutkan disana King Grass merupakan hasil silangan antara P. purpureum biasa dengan Pearl Millet (Pennisetum galucum).

Kultivar yang cukup menarik adalah tipe Dwarf (kerdil), yaitu Pennisetum purpureum cv. Mott. Disebutkan bahwa kultivar ini memiliki karakteristik perbandingan rasio daun yang tinggi dibandingkan batang. Berkualitas nutrisi tinggi pada berbagai tingkat usia dibandingkan jenis rumput tropis lainnya. Tahan kekeringan, dan hanya bisa di propagasi melalui metoda vegetatif. Menurut beberapa literatur, jenis ini sudah dibudidayakan di Indonesia, tapi sayangnya penulis belum berhasil menemukan contoh bibit. Ada yang punya ?

Metoda Penanaman

Seperti telah disinggung diatas, penanaman rumput gajah dilakukan dengan metoda perbanyakan vegetatif. Cara yang umum diterapkan adalah dengan stek batang dan memecah anakan. Cara yang pertama memungkinkan perbanyakan dengan lebih cepat, namun agak sedikit lebih lambat pertumbuhannya dibandingan dengan cara anakan atau pols. Cara penanaman yang biasa kami lakukan adalah sebagai berikut:

1. Pengolahan Lahan
Proses penanaman rumput gajah dimulai pada dengan pengolahan lahan yaitu dengan melakukan pembersihan lahan dari tanaman gulma, memisahkan bibit yang masih dapat digunakan untuk kemudian dilakukan pembalikan tanah serta pembuatan ulang dan rekondisi galur tanam.

2. Pupuk Dasar dan Penanaman
Setelah melakukan pengolahan lahan, dilanjutkan dengan pemupukan dasar menggunakan pupuk kandang (manure sapi) sekira 3 ton (± 1 ton/ha) dan dilanjutkan dengan mengguludkan lahan tanam.
Kemudian dilakukan penanaman dengan metoda stek batang. Untuk satu rumpun ditanam minimal 3 batang, yang masing masing batang terdiri sekurangnya dari 3 ruas. Kami mengusahakan 2 ruas terbenam di dalam tanah.

Penanaman rumput gajah di Tegal Tengah, Cijayana - 1
Penanaman rumput gajah di Tegal Tengah, Cijayana (1).

Penanaman rumput gajah di Tegal Tengah, Cijayana - 2
Penanaman rumput gajah di Tegal Tengah, Cijayana (2).

3. Pemupukan Kedua
Pemupukan kedua dilakukan 2 minggu setelah tanam dengan menggunakan pupuk NPK (16:16:16) dengan dosis 60 kg / hektar. Pemupukan kedua ini biasanya dibarengi dengan penyaueran (menimbunkan tanah dan rumput liar untuk meninggikan guludan).

4. Pemupukan Lanjutan
Pemupukan kimia selanjutnya dilakukan pada musim hujan yang akan datang. Untuk selanjutnya diharapkan pemupukan cukup dengan menggunakan pupuk kandang sebanyak 2 kali per tahun, 1 kali pada musim hujan, dan 1 kali pada musim kemarau.

5. Pemeliharaan
Pemeliharaan pada tahun pertama dapat di rinci sebagai kegiatan pemupukan dan penyiangan/pembersihan gulma seperti berikut (pada lahan 3.2 hektar):

Pemupukan
Pupuk Kandang 3 hari x 4 orang x 2 kali per tahun = 24 Hari Orang Kerja (HOK)
Pupuk Kimia 1 hari x 4 orang x 1 kali per tahun = 4 HOK

Penyiangan
3 hari x 4 orang x 2 kali per tahun = 24 HOK
Sehingga total pemeliharaan pada tahun pertama adalah 52 HOK

Sedangkan pada tahun kedua dan selanjutnya karena diharapkan sudah tidak menggunakan pupuk kimia maka yang dibutuhkan hanya 48 H.O

Pola Tanam

Pola tanam menggunakan berbagai metoda. Ada yang menggunakan metoda lorong polikultur (alley cropping) dengan tanaman sela, ada juga yang menggunakan sistem monokultur / tunggal.
Pada pola lorong, rumput gajah ditanam dengan tanaman sela jagung (Zea mays), Sorghum (Sorghum bicolor L. Moench) atau Kacang Tanah (Arachis hypogaea) menggunakan jarak dalam barisan ± 50 cm dan jarak antar barisan ± 250 cm (50 x 250 cm).

Penanaman rumput gajah dengan pola lorong (Alley Cropping)
Penanaman rumput gajah dengan pola lorong (Alley Cropping)

Diproyeksikan jumlah baris dapat mencapai sekitar 100 baris, dimana setiap baris dapat mencapai rata rata 259 rumpun, sehingga total dalam lahan tersebut mampu menampung rumpun sebanyak 25.900 rumpun.
Namun kenyataan di lapangan setelah dilakukan penghitungan rumpun, efektif tertanam hanya 9.686 rumpun (37%) sehingga rata rata penyebaran rumpun per hektar nya hanya mencapai 2866 rumpun (total 121 baris x ± 80 rumpun) dengan total luasan efektif tertanam rumput gajah hanya 8.100 m2. Kondisi ini disebabkan luasan efektif yang dapat ditanami berkurang selain akibat adanya tanaman sela, juga disebabkan berbagai kondisi lapangan yang kurang menguntungkan dan tidak dapat ditanami, seperti adanya genangan/rawa, tanah berbatu, adanya embung dan bak serta lahan yang sudah ditanami leguminosa jenis Gamal (Gliricidia sepium) dan tanaman lain.

Sedangkan pola tanam yang dianjurkan oleh BIB Lembang dilakukan dengan menggunakan pola monokultur dan lebih rapat. Hal ini tentu berkaitan dengan treatment dan perawatan yang optimal yang perlu diberikan. Jarak tanam dalam barisan berkisar 70-100cm dan jarak antar barisan 70-100cm.

Penanaman rumput gajah dengan pola monokultur di BIB Lembang
Penanaman rumput gajah dengan pola monokultur di BIB Lembang.

Pemanenan

Pada musim penghujan secara umum rumput gajah sudah dapat dipanen pada usia 40 - 45 hari. Sedangkan pada musim kemarau berkisar 50 - 55 hari. Lebih dari waktu tersebut, kandungan nutrisi semakin turun dan batang semakin keras sehingga bahan yang terbuang (tidak dimakan oleh ternak) semakin banyak.
Sedangkan mengenai panen pertama setelah tanam, menurut pengalaman kami dapat dilakukan setelah rumput berumur minimal 60 hari. Apabila terlalu awal, tunas yang tumbuh kemudian tidak sebaik yang di panen lebih dari usia 2 bulan.

Pemanenan di musim hujan (usia sekitar 40 harian)
Pemanenan di musim hujan (usia sekitar 40 harian).

Kesimpulan Sementara

Rumput gajah merupakan tanaman yang cukup baik untuk kebutuhan hijauan pakan ternak, baik dilihat dari tingkat pertumbuhan, produktivitas hasil panen maupun nutrisi (terutama kandungan serat) yang terkandung di dalamnya.
Lain daripada itu, selain sebagai hijauan segar, surplus produksi rumput gajah juga dapat digunakan sebagai cadangan pakan dalam bentuk kering (hays) ataupun fermentasi dengan metoda silase setelah terlebih dahulu di cacah.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah nilai investasi dan biaya operasional rumput gajah yang tinggi.
Hal ini disebabkan biaya olah lahan, penanaman, pemupukan, perawatan dan pemanenan rumput gajah yang cukup mahal tanpa dibarengi dengan nilai ekonomis dari rumput gajah.
Seperti diketahui, saat ini rumput gajah belum dianggap sebagai komoditi ekonomi yang biasa di perjual belikan. Terutama pada musim hujan. Pada musim kemarau, di beberapa sentra sapi (terutama sapi perah) rumput ini sudah mulai memiliki nilai ekonomis.

Tapi tetap akan berbeda dengan nilai ekonomis yang bisa diperoleh apabila lahan yang ada ditanami dengan berbagai tanaman produktif baik musiman maupun tanaman keras.
Operasional akan semakin tinggi apabila lahan penanaman rumput terletak jauh dari kandang, sehingga akan menaikkan upah dan ongkos angkut yang harus dibayarkan untuk pemeliharaan dan panen.

Beberapa solusi (yang tidak semuanya dapat secara praktis dilakukan) adalah:

1. Penanaman rumput gajah harus dilakukan di areal yang dekat dan sekitar kandang sehingga dapat dengan mudah terjangkau oleh anak kandang/peternak selain itu juga dapat dengan mudah (dan murah) dilakukan pemupukan (dari pupuk kandang).

2. Meningkatkan produksi protein bagi kebutuhan ternak per luasan areal tanam. Seperti diketahui, nutrisi terutama protein rumput gajah tidak terlalu bagus. Caranya bisa dengan mengkombinasikan rumput gajah dengan tanaman leguminosae semak berprotein tinggi seperti Lamtoro (Leucaena leucocephala), Kaliandra (Calliandra calothrysus) dan Gamal (Gliricidia sepium). Atau dengan legum merambat seperti Kacang Sentro (Centrosema pubescens), KembangTelang (Clitoria ternatea), dan Kacang Ruji (Pueraria phaseoloides). Selain sebagai sumber fiksasi nitrogen dan penyubur tanah, juga sebagai pakan tambahan yang sangat berguna bagi ternak.

Gamal, tanaman kombinasi yang baik
Gamal, tanaman kombinasi yang baik.

3. Meningkatkan nilai ekonomi lahan dengan melakukan penanaman rumput gajah dengan metoda lorong pada tanah yang relatif datar dan metoda sengked pada tanah berkontur miring.
Tanaman sela harus yang memiliki nilai ekonomis tinggi, misalnya jenis tanaman semusim seperti Jagung (Zea mays), Kacang Tanah (Arachis hypogaea), Sorghum (Sorghum bicolor, Sorghum vulgare).
Dapat juga digabung dengan tanaman keras seperti Sengon (Albizzia falcata), Suren (Toona sureni) dan sebagainya yang disesuaikan dengan kapasitas dan karakter lahan.

4. Perlulah kiranya di pikirkan lebih lanjut mengenai metoda produksi rumput gajah, baik penanaman, pemeliharaan dan pemanenan yang lebih efisien dan berdaya guna.

5. Kami juga sempat mencoba menggembalakan ternak langsung di kebun rumput gajah, hipotesa awal kami, menggembalakan ternak langsung di lahan rumput gajah dapat mengurangi tenaga pemanenan :) .
Hasilnya, kami tetap saja perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk melakukan pengendalian dan pengawasan ternak, untuk menjaga agar rumput gajah tidak over-graze (dimakan secara berlebihan) sehingga menganggu pertumbuhan. Dan terutama, rumput gajah tidak tahan injakan dan kondisi over-grazing :) .

Happy Cijayana Farmer and Pennisetum purpureum
Petani Cijayana dan King Grass.

Crude Protein dan True Protein

Secara umum, ada 3 jenis komponen organik yang utama dalam setiap formulasi diet / pakan hewan ruminansia. Ketiga komponen tersebut adalah Karbohidrat (misal: celulosa dan zat tepung), lipid (lemak dan minyak), serta protein. Protein dapat kita bagi menjadi 2 kelas utama, yaitu Protein Kasar (Crude Protein) dan Protein Sejati (True Protein). Protein Sejati tersusun atas asam amino (Amino Acids) berantai panjang dan setiap Protein-nya menjadi berbeda karena tersusun atas 20 Asam Amino yang urutan-nya unik (gambar 1).
Diagram skematik dari Protein Sejati
Gambar 1: Diagram skematik dari Protein Sejati. Setiap protein memiliki karakteristik yang unik karena bentuk dan urutan asam amino-nya. Kebanyakan protein terdiri dari beberapa ratus sampai sekian ribu rantai asam amino (Dairy Research & Technology Centre, University of Alabama).

Di dalam laboratorium pakan, protein dipisahkan dari karbohidrat dan lipid karena kandungan nitrogen (N) pada protein tersebut – secara umum, protein pakan biasanya mengandung 16% N. Pemisahan ini memungkinkan peneliti untuk mengestimasi kandungan protein dari sebuah bahan pakan dengan cara melakukan pengukuran terhadap kandungan N-nya untuk kemudian dikalikan dengan bilangan 6.25 (perbandingan terbalik dari 16%). Meskipun demikian, tidak semua N di dalam bahan pakan adalah protein, N yang bukan protein disebut Non-protein Nitrogen (NPN). NPN dapat kita temukan dalam komponen pakan seperti urea, garam ammonium dan asam amino tunggal. Oleh sebab itu, nilai yang didapat dari hasil perkalian total N dengan 6.25 biasa disebut Protein Kasar (Crude Protein; CP)

Penguraian Protein Sekian persen dari protein kasar yang terdapat di dalam bahan pakan yang di konsumsi oleh sapi (disebut juga Intake Protein) di uraikan oleh mikroba di dalam rumen sapi. Pada sistem NRC (National Research Centre - badan di Amerika yang mengeluarkan standar dan tabel kebutuhan nutrisi ternak) hal ini di beri nama Degradable Intake Protein (DIP).

Pada True Protein yang berbeda, kecepatan penguraian-nya tidak sama. Beberapa jenis dapat diuraikan secara penuh hanya dalam waktu 30 menit setelah mencapai rumen, sedangkan jenis lainnya dapat memakan waktu beberapa hari sebelum dapat di uraikan. Bandingkan dengan komponen NPN pada Protein Kasar yang dapat diuraikan dengan seketika ketika memasuki rumen.
Karena protein pada bahan pakan yang dapat terurai dengan cepat kebanyakan memiliki sifat mampu larut (soluble), pengukuran protein terlarut (soluble protein) pada skala laboratorium dapat dianggap menunjukkan proporsi dari protein kasar yang terurai, yang mana protein tersebut adalah zat yang paling cepat diuraikan di dalam rumen.
Meskipun begitu, sangat penting untuk selalu di ingat bahwa beberapa sumber protein terlarut (mis: tepung darah) relatif terurai lebih lambat.
Pada gambar 2 dibawah, hasil keluaran dari pengurain DIP (sebagian besar adalah ammonia dan asam amino) digunakan untuk pembuatan sel mikroba untuk menggantikan sel sel mikroba lain yang tersapu bersama bahan pakan lain dari rumen, dan terutama, menuju usus kecil (small intestine).

Aliran protein pada sapi laktasi.
Gambar 2: Aliran protein pada sapi laktasi. (Dairy Research & Technology Centre, University of Alabama).

Pada saat protein sedang diuraikan di dalam rumen, sisa bakan pakan (feed residue) juga mengalir keluar dari rumen menuju omasum, abomasum untuk selanjutnya tiba di usus kecil. Oleh sebab itu, manakala kecepatan penguraian protein (di dalam rumen) kalah cepat dengan aliran keluar sisa bahan pakan, bahan protein tersebut lolos dari penguraian mikroba rumen.
Hal ini disebut protein lepas (escape atau bypass protein). NRC menyebutnya sebagai UIP (undegradable intake protein).

Pelepasan akan Meningkat Linear dengan Asupan Pakan
Pada bahan pakan yang merupakan bahan protein lambat terurai, makin lambat tingkat perjalanan bahan (passage rate) tersebut melalui rumen, mikroba semakin memiliki kesempatan untuk menguraikan bahan tersebut dan membuat nilai UIP makin kecil (gambar 3). Yang perlu di ingat, passsage rate akan meningkat manakala asupan makanan ditingkatkan. Oleh sebab itulah, nilai UIP akan lebih rendah manakala sumber bahan pakan protein lepas seperti tepung sereal jagung (corn gluten meal) diberikan pada sapi masa kering yang mengkonsumsi bahan kering (dry matter) sebanyak 2% bobot tubuh, dibandingkan sapi laktasi yang mengkonsumsi dua kali lebih banyak (4% bobot tubuh).
Karena tempo dan irama penyimpanan rumen akan mempengaruhi tingkat kemampuan urai dari rumen, nilai pelepasan dari sebuah bahan pakan tidak konstan, tapi akan berubah ubah seiring dengan tingkat asupan pakan.

Grafik penguraian bahan pakan di rumen
Gambar 3: Penguraian sangat tergantung pada dua hal, sifat alamiah bahan pakan dan lamanya bahan tersebut di dalam rumen. Ketika asupan pakan (feed intake) dan kecepatan perjalanan pakan dari rumen meningkat, lama penyimpanan bahan dalam rumen dan penguraian oleh mikroba berkurang. (Dairy Research & Technology Centre, University of Alabama).

Ketercernaan Protein

Sekitar 80-85% mikroba pengurai protein dan UIP yang mengalir keluar dari rumen dicerna di usus kecil.
Bagaimanapun, UIP dari berbagai jenis bahan pakan kebanyakan memiliki daya cerna yang rendah.
Khususnya pada bahan hijauan pakan dan limbah produksi pertanian yang telah mengalami proses pemanasan yang tinggi mengandung protein yang telah rusak oleh panas (heat damaged protein) yang di laboratorium pakan disebut sebagai ADIN (acid detergent insoluble nitrogen). Meskipun pada beberapa bahan pakan yang melalui pemanasan moderat sesungguhnya dapat meningkatkan kualitas protein lepas (bypass value), panas berlebih (excessive heat) dapat menjadikan sebagian UIP menjadi tidak dapat dicerna sehingga tidak berguna bagi ternak.

Keseimbangan Asam Amino

Hasil akhir dari penguraian protein di usus kecil adalah asam amino. Asam amino ini kemudian diserap oleh aliran darah dan digunakan oleh sapi untuk pertumbuhan, perawatan jaringan dan produksi susu. Dari sekitar 20 jenis kandungan asam amino yang terdapat di dalam bahan pakan sumber protein, 10 jenis dapat di produksi sendiri oleh sapi. Sisanya yang tidak dapat di produksi oleh sapi disebut asam amino esensial (EAA; essential amino acids). Untuk memastikan konsumsi asam amino yang seimbang, EAA ini harus terdapat di usus kecil baik dalam bentuk protein yang dihasilkan mikroba atau pakan UIP.

Idealnya, proporsi relatif dari setiap EAA yang di serap oleh ternak mampu mencukupi dengan tepat kebutuhan ternak tersebut, hal ini disebabkan ketiadaan satu jenis asam amino dapat membatasi pemanfaatan jenis yang lain. Hal ini membuat pemberian pakan tidak efisien.
Bayangkan hal ini dengan misalnya saat kita melakukan pencampuran tujuh bahan pakan pada jatah TMR (total mixed ration). Penjatahan bahan membutuhkan proporsi yang selalu konstan dari setiap bahan tersebut. Apabila anda kekurangan salah satu bahan, maka jumlah 6 bahan lain yang dapat dicampurkan untuk membuat rasio tetap proporsional menjadi terbatas, hal ini berakibat pada kuantitas TMR yang mampu dibuat lebih sedikit.

Protein yang dihasilkan oleh mikroba mengandung campuran EAA yang masih jauh dari ideal apabila dibandingkan secara relatif pada kebutuhan dari seekor sapi yang ber produksi tinggi. Target utama dari pemilihan ramuan dan unsur protein lepas adalah untuk menghasilkan UIP (yang mengandung paduan EAA) yang mampu memenuhi kekurangan asam amino yang dihasilkan mikroba pembuat protein.

Kebanyakan penelitian nutrisi pada saat ini di fokuskan untuk mencari dan menentukan kebutuhan EAA secara lebih tepat dan memprediksi EAA yang mana yang dapat di batasi.

Alternative Pakan Ternak – Rumen Sapi

imageIsi rumen merupakan salah satu limbah rumah potong hewan yang belum dimanfaatkan secara optimal bahkan ada yang dibuang begitu saja sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan. Limbah ini sebenarnya sangat potensial bila dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak karena isi rumen disamping merupakan bahan pakan yang belum tercerna juga terdapat organisme rumen yang merupakan sumber vitamin B.

Kandungan zat makanan yang terdapat pada isi rumen sapi meliputi: air (8,8%), protein kasar (9,63%), lemak (1,81%), serat kasar (24,60%), BETN (38,40%), Abu (16,76%), kalsium (1,22%) dan posfor (0,29%) dan pada domba meliputi: air (8,28%), protein kasar (14,41%), lemak (3,59%), serat kasar (24,38%), Abu (16,37%), kalsium (0,68%) dan posfor (1,08%) (Suhermiyati, 1984). Widodo (2002) menyatakan zat makanan yang terkandung dalam rumen meliputi protein sebesar 8,86%, lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, fosfor 0,55%, abu 18,54% dan air 10,92%. Berdasarkan komposisi zat yang terkandung didalamnya maka isi rumen dalam batas tertentu tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bila dijadikan bahan pencampur ransum berbagai ternak.

Di dalam rumen ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba) terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Cairan rumen mengandung bakteri dan protozoa. Konsentrasi bakteri sekitar 10 pangkat 9 setiap cc isi rumen, sedangkan protozoa bervariasi sekitar 10 pangkat 5 - 10 pangkat 6 setiap cc isi rumen (Tillman, 1991). Beberapa jenis bakteri/mikroba yang terdapat dalam isi rumen adalah (a) bakteri/mikroba lipolitik, (b) bakteri/mikroba pembentuk asam, (c) bakteri/mikroba amilolitik, (d) bakteri/mikroba selulolitik, (e) bakteri/mikroba proteolitik Sutrisno dkk, 1994)

Jumlah mikroba di dalam isi rumen sapi bervariasi meliputi: mikroba proteolitik 2,5 x 10 pangkat 9 sel/gram isi rumen, mikroba selulolitik 8,1 x 10 pangkat 4 sel/gram isi rumen, amilolitik 4,9 x 10 pangkat 9 sel/gram isi, mikroba pembentuk asam 5,6 x 10 pangkat 9 sel/gram isi, mikroba lipolitik 2,1 x 10 pangkat 10 sel/gram isi dan fungi lipolitik 1,7 x 10 pangkat 3 sel/gram isi (Sutrisno dkk, 1994). Mikroorganisme tersebut mencerna pati, gula, lemak, protein dan nitrogen bukan proein untuk membentuk mikrobial dan vitamin B.

Berdasarkan hasil penelitian Sanjaya (1995), penggunaan isi rumen sapi sampai 12% mampu meningkatkan pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan ayam pedaging dan mampu menekan konversi pakan ayam pedaging.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Total Tayangan Halaman

Copyrights  © edna disnak 2012 and introducing Panasonic S30

Back to TOP