Senin, 12 November 2012

Budidaya Ayam Bangkok

Mengawinkan sepasang Ayam Bangkok bukanlah pekerjaan yang sulit, terutama bagi peternak yang sudah berpengalaman.Hal yang sulit adalah mencari bakal Pejantan dan Indukan yang berkualitas tinggi. Mengawinkan induk bisa dilakukan di kandang umbaran atau dengan sistem kawin tembak (doddogan). Caranya induk betina dipegangi, lalu induk jantan akan mengawini si betina. Cara ini terkenal paling efektif dan cepat menghasilkan keturunan.


Induk jantan yang baik biasanya tidak terlalu sulit dikawinkan dengan cara dogdogan. Jika induk jantan tidak mau mengawini induk betina dengan cara dogdogan, sebaiknya induk jantan dan induk betina dikawinkan di dalam kandang umbaran.
Satu ekor pejantan bisa mengawini 3-4 induk betina. Perkawinan juga bisa dilakukan secara inseminasi buatan, tetapi cara ini jarang dilakukan karena cara perkawinan alamiah terhitung cukup gampang dilakukan dan tidak perlu mengeluarkan biaya khusus untuk membeli peralatan inseminasi.

Induk yang telah dikawinkan akan bertelur seminggu setelah dikawinkan. Induk betina ayam bangkok bertelur terbatas, tidak lebih dari 20 butir setiap periodenya. Hal ini berbeda dengan ayam kampung yang bisa bertelur sampai 40 butir untuk setiap periode. Telur-telur tersebut bisa dierami oleh induknya atau ditetaskan di dalam mesin tetas. Untuk usaha skala kecil, penetasan bisa dilakukan oleh induknya, tetapi untuk usaha berskala besar, terutama peternakan yang menjual anakan (DOC), penetasan dengan mesin tetas dapat mempercepat kapasitas produksinya.

Anak ayam menetas setelah dierami oleh induknya selama 21 hari atau sama dengan penetasan menggunakan mesin tetas. Anak ayam yang baru menetas bisa ditempatkan dikandang postal setelah berumur dua hari. Kandang postal anak ayam dilengkapi dengan pemanas yang berfungsi sebagai induk buatan. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam mengawinkan ayam bangkok adalah tidak mengawinkan saudara sekandung (berinduk sama). Namun perkawinan antara induk (F1) dan anak (F2) masih diperkenankan. Begitu juga dengan perkawinan antara induk (F1) dan cucu (F3).

Metode Pemeliharaan Anak Ayam Bangkok
Pada pase setelah menetas hingga umur ±4 bulan merupakan pase perkembangan fisik yang sangat penting dalam menujang kemampuan seekor ayam Bangkok untuk memiliki kemampuan maksimal pada saat turun ke gelanggang. Banyak ayam Bangkok yang merupakan keturunan unggul karena kesalahan perawatan pada pase ini maka ayam tersebut tidak bisa memaksimalkan kemampuannya saat turun ke gelanggang, hal terpenting yang harus di perhatikan pada pase ini adalah pemberiaan pakan yang dan gerak yang maksimal.

“Anakan ayam sampai dengan umur 4 bulan harus menerima konsumsi pangan yang seimbang baik untuk protein, karbohidrat, mineral, vitamin, dan air. Dalam kebiasaan sehari-hari kami di dalam memelihara ayam bangkok, anakan umur 1-4 bulan akan diberikan pangan yang berupa pakan buatan pabrik yang dicampur dengan susu tepung untuk anak bayi. Komposisi campuran yang kami gunakan adalah 1:5 (Contoh: 1 kg susu dicampur dengan 5kg pakan)”.

Pemberiaan susu tepung sama pentingnya dengan pemberian ASI pada seorang anak manusia, karena zat-zat penting untuk proses pertumbuhan terkandung di dalamnya. Selain kemampuan dalam bertarung, zat-zat tersebut penting dalam membentuk postur tubuh, tulangan, otot, bulu dan bagian tubuh lainnya.

Secara metode, pemelihaaran pasca menetas hingga ± 4 minggu tidak jauh berbeda dengan pemelihaaraan unggas (ayam) jenis lainnya, yaitu :

1. Pemeliharaan Bersama Induk Ayam

Pemeliharaan anak ayam pasca menetas bersama induk biasanya dilakukan untuk mengurangi penggunaan lahan, karena anak ayam disatukan dengan induk tanpa harus menggunakan kandang tambahan. Hal yang harus diperhatikan disini adalah bentuk kandang untuk anak ayam bersama induknya. Tidak seperti kandang untuk ayam dewasa, untuk alas kandang diusahakan lebih rapat dan tidak mendapat aliran udara langsung.

Anak ayam yang baru menetas masih dalam kondisi kritis hingga harus terlindungi dari temperature udara luar, cuaca yang tidak stabil dan penyakit, disinilah induk berperan secara naluri untuk melindungi dan menjaga anaknya dari cuaca dan udara yang tidak bersahabat. Anak ayam akan masuk kebagian sayap dan bagian tubuh lainya dari induk untuk menghangatkan diri.

Pada tahap awal ini biasanya ada yang menyatakan bahwa anak ayam usia 1-2 hari hanya membutuhkan air bersih tidak memerlukan makanan karena ada cadangan makanan (kuning telur) yang masih tersisa ditubuhnya akan tetapi kebutuhan makanan tersebut tidak mencukupi. Agar lebih baik makan dan minum disediakan, untuk memaksimalkan penggunaan pakan, pemberian pakan dilakukan sebanyak 5 kali dengan kuantitas tidak terlalu banyak.

2. Dengan Menggunakan Induk Buatan

Metode ini dilakukan untuk meningkatkan produktifitas, sehingga induk ayam dapat cepat bertelur kembali. Metode ini juga dilakukan untuk anak ayam yang menetas dengan menggunakan mesin tetas. Secara simpel pada dasarnya induk buatan dibuat menyerupai fungsi seekor induk pasca menetas. Seperti yang telah dijelaskan seekor induk akan melindungi anak ayam yang baru menetas dari temperature udara luar, cuaca yang tidak stabil dan penyakit, untuk menggantikan peran induk maka kita harus membuat sebuah kandang yang terlindung dari serangan predator/hama, udara dan cuaca yang buruk.

pengelolaan reproduksi Sapi Betina




BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Usaha peternakan di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi banyak kendala, yang mengakibatkan produktivitas ternak masih rendah. Salah satu kendala tersebut adalah masih banyaknya gangguan reproduksi menuju kemajiran pada ternak betina.  Akibatnya, efisiensi reproduksi akan rendah dan kelambanan perkembangan populasi ternak.  Dengan demikian perlu adanya pengelolaan ternak yang baik agar daya reproduksi meningkat sehingga menghasilkan efisiensi reproduksi tinggi yang diikuti dengan produktivitas ternak yang tinggi pula.

B.     DESKRIPSI SINGKAT
Bahan ajar ini membahas tentang pengelolaan reproduksi pada ternak sapi.

C.     MANFAAT BAHAN AJAR
Dengan mempelajari bahan ajar ini diharapkan peserta dapat memahami tentang pengelolaan reproduksi sehingga dapat meningkatkan efisiensi reproduksi dan produktivitas ternak

D.     TUJUAN PEMBELAJARAN
1.      Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan bahan ajar ini peserta diharapkan dapat memahami  tentang pengelolaan reproduksi untuk perbaikan produktivitas ternak
 2.      Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari bahan ajar ini secara spesifik peserta dapat menjelaskan :
a.       Anatomi Reproduksi Sapi Betina
b.      Siklus Berahi
c.       Kebuntingan
d.      Kelahiran
e.       Gangguan reproduksi dan penanganannya

E.      MATERI POKOK
A. PENGELOLAAN REPRODUKSI

BAB II
PENGELOLAAN REPRODUKSI
Text Box: Indikator keberhasilan : Setelah mempelajari bahan ajar ini secara spesifik peserta dapat menjelaskan tentang reproduksi, siklus berahi, kebuntingan,kelahiran dan gangguan reproduksi serta penanganannya. 



A. PENDAHULUAN
Reproduksi merupakan proses yang majemuk pada setiap individu ternak. Reproduksi merupakan proses perkembangan suatu makhluk hidup yang dimulai sejak bersatunya  sel telur dan sel mani menjadi individu baru yang disebut zigot yang disusul dengan kebuntingan dan diakhiri dengan kelahiran.
 Sapi  betina tidak hanya memproduksi sel kelamin yang sangat penting untuk mengawali kehidupan turunan yang baru, tetapi ia juga menyediakan tempat beserta lingkungannya untuk perkembangan individu baru .

Usaha peternakan di Indonesia sampai saat ini masih banyak menghadapi kendala yang mengakibatkan produktivitas ternak yang rendah. Hal ini ditengarai dengan banyaknya laporan dari peternak mengenai kasus gangguan reproduksi yang mengakibatkan kerugian yang besar terhadap pemilik ternak.
Setiap induk ternak yang dimiliki oleh peternak mempunyai tiga kemungkinan status reproduksi, yaitu :
1)      Berada pada kondisi kesuburan yang normal
2)      Kondisi kemajiran ringan atau infertile
3)      Kondisi kemajiran yang tetap (steril)

Ketiga status tersebut diatas tergantung pada baik atau tidaknya  tingkat pengelolaan reproduksi pada ternak. Bila suatu kawasan peternakan banyak menghadapi kasus gangguan reproduksi, ada beberapa parameter yang dapat dipakai sebagai acuan yang menyatakan bahwa wilayah tersebut terdapat gangguan reproduksi :
1.      Jarak antara beranak lebih dari 400 hari
2.      Jarak antara melahirkan sampai bunting kembali melebihi 120 hari
3.      Angka kebuntingan kurang dari 50 %
4.      Rata rata jumlah perkawinan perkebuntingan lebih besar dari dua
5.      Jumlah induk sapi yang membutuhkan lebih dari tiga kali IB untuk terjadinya kebuntingan melebihi 30 %.
Melihat betapa pentingnya proses reproduksi bagi suatu usaha peternakan bila mengingat bahwa tanpa adanya reproduksi, mustahil produksi ternak dapat diharapakan menjadi maksimal. Oleh sebab itu pengelolaan reproduksi merupakan bagian yang amat penting dalam suatu usaha peternakan.

Faktor  pengelolaan reproduksi meliputi :
1.      Pemberian pakan yang berkualitas dan cukup
2.      Lingkungan serasi yang mendukung perkembangan ternak
3.      Tidak menderita penyakit khususnya penyakit menular kelamin
4.      Tidak menderita kelainan anatomi kelamin yang bersifat menurun
5.      Tidak menderita gangguan keseimbangan hormone khususnya hormone reproduksi
6.      Sanitasi kandang yang baik.

Untuk mendukung keberhasilan pengelolaan reproduksi perlu juga dilaksanakan program kesehatan reproduksi meliputi :
1.      Meningkatkan keterampilan dan kesdaran beternak bagi para peternak
2.      Pemeriksaan secara tetap tiap bulan pada ternak betina oleh petugas kesehatan reproduksi
3.      Penilaian terhadap prestasi reproduksi induk.
4.      Pelaksanaan perubahan pengelolaan reproduksi menuju keuntungan yang lebih baik, yang meliputi :
a.       Penyediaan ransum pakan untuk induk yang sedang bunting dan laktasi
b.      Keserasian kondisi lingkungan untuk pertumbuhan ternak
c.       Deteksi Berahi yang tepat
d.      Waktu tepat kawin
e.       Pengelolaan yang tepat terhadap uterus pasca melahirkan.

B.     ANATOMI REPRODUKSI BETINA
Organ reproduksi pada sapi betina terdiri dari organ genitalia interna (ovarium,oviduk,uterus,cervix uteri dan vagina) dan organ genitalia eksterna (vestibulum dan vulva). Ovarium merupakan organ reproduksi primer yang menghasilkan ova dan hormon-hormon kelamin betina. Sedangkan oviduk,uterus,cervix uteri,vagina dan vulva merupakan organ reproduksi sekunder yang berfungsi menerima dan menyalurkan sel-sel kelamin jantan dan betina,memberi makan dan melahirkan individu baru.
OVARIUM
Berbeda dengan testis, ovarium tertinggal di dalam cavum abdominalis. Ia mempunyai dua fungsi, sebagai organ eksokrin yang menghasilkan sel telur atau ovum dan sebagai organ endokrin yang mensekresikan hormon-hormon kelamin betina,estrogen dan progesteron. Ovarium sapi dan domba berbentuk oval.
Pada sapi ukuran ovarium bervariasi dengan panjang 1,3-5,0 cm, lebar 1,3-3,2 cm, dan tebal 0,6-1,9 cm. Ovarium kanan umumnya lebih besar daripada ovarium kiri, karena secara fisiologik dia lebih aktif. Berat ovarium juga bervariasi antara 10 sampai 20 gram.

OVIDUK (Tuba Fallopii)
Oviduk atau Tuba Fallopii merupakan saluran kelamin paling anterior, kecil, berliku-liku dan terasa keras seperti kawat terutama pada pangkalnya. Pada sapi panjangnya mencapai 20-30 cm dan diameternya 1,5-3,0 cm. Fungsi oviduk adalah menerima atau menangkap sel telur yang diovulasikan.
 UTERUS
             Uterus merupakan suatu struktur saluran muskuler yang diperlukan untuk penerimaan ovum yang telah dibuahi, nutrisi dan perlindungan foetus, dan stadium permulaan ekspulsi foetus pada waktu kelahiran. Uterus teridiri dari cornua, corpus, dan cervix. Pada sapi, domba dan kuda mempunyai uterus jenis uterus bipartitus, terdapat suatu dinding penyekat (septum) yang memisahkan kedua cornua dan corpus uteri yang cukup panjang. Cornu uteri pada sapi dan domba berlekuk seperti tanduk domba jantan. Pada sapi dara setiap cornu uteri membentuk satu putaran spiral lengkap, sedangkan pada sapi-sapi pluripara (sudah sering beranak) spiral tersebut sering hanya mencapai setengah putaran.
    Uterus mempunyai sejumlah fungsi penting. Pada waktu perkawinan, kerja kontraksi uterus mempermudah pengangkutan sperma ke oviduk. Sebelum implantasi, ia mengandung cairan uterus yang menjadi medium bersifat suspensi bagi blastocyt,dan sesudah implantasi uterus menjadi tempat pembentukan placenta dan perkembangan foetus.
 CERVIX UTERI
             Cervix atau leher uterus merupakan suatu otot sphincter tubuler yang sangat kuat dan terdapat antara vagina dan uterus. Dindingnya lebih keras, lebih tebal dan lebih kaku daripada dinding-dinding uterus atau vagina, dan dinding cervix ditandai oleh berbagai penonjolan-penonjolan. Pada ruminansia penonjolan-penonjolan ini terdapat dalam bentuk lereng-lereng transversal dan saling menyilang, disebut cincin-cincin annuler. Cincin-cincin ini sangat nyata pada sapi (biasanya 4 buah) dan domba, yang dapat menutup rapat cervix secara sempurna.   Cervix uteri berfungsi sebagai saluran yang memudahkan (dengan mukus cervixnya) sperma menuju lumen uterus, berperan menyeleksi sel sperma yang viable dari sel sperma yang non viable dan cacat/rusak,menutup dan menjaga kondisi uterus selama masa kebuntingan.
ORGAN GENITALIA EKSTERNA           
            Alat kelamin luar terbagi atas vestibulum dan vulva. Vulva terdiri atas labia majora,labia minora,commisura dorsalis dan ventralis serta clitoris.                     
Vestibulum memiliki beberapa otot sirkuler atau seperti sphincter yang menutup saluran kelamin terhadap dunia luar. Selama partus vestibulum berfungsi sebagai tempat tumpuan pertautan bagi seluruh saluran kelamin yang berkontraksi sewaktu mengeluarkan foetus       
C.     SIKLUS BERAHI
Produktifitas ternak tergantung langsunng maupun tidak langsung pada kemampuan reproduksinya. Ternak dengan kecepatan reproduksi tinggi, disertai seleksi yang baik dalam perkawinannya pasti akan meningkatkan produksi hasil ternaknya.
Target manajemen reproduksi pada suatu kelompok ternak :
1.      mendapatkan pedet yang sehat dari satu kelahiran pertahun
2.      meningkatkan mutu genetic pedet
3.      waktu laktasi 305 hari
Untuk meningkatkan efisiensi reproduksi :
1.      Penyembuhan uterus normal selama 6 minggu
2.      Penampakan tanda birahi dan recover ovulasi
3.      Deteksi birahi secara tepat dan peningkatan kebuntingan setelah IB
4.      Semen dengan kualitas baik di IBkan pada 12 – 18 jam sebelum ovulasi.
1.      Pubertas
Perkembangan dan pendewasaan alat kelamin dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah bangsa sapi dan manajemen pemberian pakan. Dalam kondisi pemberian pakan yang baik pubertas pada sapi betina dapat terjadi pada umur               5 – 15 bulan. Berat badan dan atau besar tubuh lebih penting daripada umur, sebab sapi yang diberi pakan rendah dua kali lebih tua daripada umur yang dicapai oleh sapi dengan tingkatan yang tinggi. Dimana bobot badan yang ideal untuk pubertas berkisar 227 – 272 kg pada umur rata – rata 15 bulan.
Sapi mencapai dewasa kelamin sebelum dewasa tubuh tercapai. Keterangan ini memberi petunjuk agar tidak mengawinkan sapi betina pada waktu munculnya tanda-tanda pubertas yang pertama, Karen ajika mengawinkan terlalu cepat, maka sapi akan bunting dengan kondisi badan masih dalam proses pertumbuhan, maka tubuhnya harus menyediakan makanan untuk pertumbuhan dirinya dan anak dalam rahimnya.
 
Umur Pubertas (bulan)
Bangsa
Betina
Jantan
Kambing – Domba
7-10
4-6
Babi
4-7
4-8
Sapi
8-11
10-12
Sapi Brahman
15-18

Kuda
15-18
13-18

Waktu pubertas lebih dipengaruhi oleh perkembangan tubuh dibandingkan dengan umur
% Berat Badan Saat Pubertas
Sapi Perah
30-40% BB dewasa
Sapi Potong
45-55% BB dewasa
Kambing
40-60% BB dewasa


2.      Urutan Waktu Dalam Siklus Birahi
  1. Lama Siklus Birahi : 18 – 24 hari atau ± 21 hari
  2. Lama birahi : 6 – 30 jam atau rata – rata 17 jam, tergantung umur
Birahi mulai sore lebih lama 2- 4 jam daripada birahi pagi
  1. Waktu ovulasi : sejak awal birahi sampai ovulasi berkisar antara 16 – 65 jam atau rata – rata 25 – 30 jam
  2. Birahi setelah beranak : 21 -80 hari atau rata – rata 60 hari sejak beranak, bisa juga tergantung interval pemerahan :
·        Pada sapi yang diperah 4 kali sehari terjadi birahi ± 69 hari sejak beranak
·        Pada sapi yang diperah 2 kali sehari terjadi birahi ± 46 hari sejak beranak atau rata – rata 60 hari
·        Pada induk yang menyusui anak akan kembali birahi pada hari ke – 72 sejak beranak

3. Birahi / Estrus
Estrus adalah fase yang terpenting dalam siklus berahi, karena dalam fase ini hewan betina memperlihatkan gejala yang khusus untuk tiap-tiap hewan, dan dalam fase ini pula hewan betina mau menerima pejantan untuk kopulasi. Ciri khas dari estrus adalah terjadinya kopulasi. Jika hewan menolak untuk kopulasi, maka penolakan tersebut memberi pertanda bahwa hewan betina masih dalam fase proestrus atau fase estrus telah terlewat. Tanda lain yang umumnya mereka perlihatkan tanda gelisa, nafsu makan berkurang  atau hilang sama sekali, menghampiri pejantan dan tidak lari bila pejantan menungganginya. Dalam servic jumlah lendir maupun jumlah sekresi lendir dalam tiap-tiap kelenjar bertambah. Pada sapi lendir yang dihasilkan oleh service ini bersifat bening, terang tembus dan mengalir ke vagina. Vagina dan vulva pada jenis hewan tidak memperlihatkan banyak perubahan, hanya pada dara (betina yang baru pubertas) pada umumnya terjadi kebengkakan vulva serta perubahan vaskularisasi hingga warnanya agak kemerah-merahan dan selalu terlihat pada waktu estrus.Perubahan-perubahan seperti ini pada hewan betina dewasa yang telah beberapa kali beranak, sering tidak nyata.

VARIASI SIKLUS ESTRUS PADA BERBAGAI SPESIES HEWAN

 
Domba
Babi
Sapi
Kuda
Lama Siklus Berahi
14-19 hari
17-22 hari
18-24 hari
16-24 hari
Lama Berahi
24-36 jam
48-72 jam
12-19 jam
2-11 jam
Waktu Ovulasi
24-36 jam
(setelah awal berahi) 
35-45 jam
(setelah awal berahi) 
10-11 jam
(setelah akhir estrus) 
1-2 hari
(sebelum akhir estrus) 
Waktu untuk Inseminasi Buatan
12-18 jam
setelah awal 
estrus 
16-24 jam
setelah awal estrus dan diulang kembali
8-24 jam kemudian 
7-18 jam
setelah awal berahi 
Hari kedua dan
hari-hari lain selama berahi 


Peternak atau petugas akan mudah melakukan deteksi birahi apabila memahami tanda – tanda birahi sapi terjadi serta kebiasaan rutin sapi tersebut. Oleh sebab itu perlu adanya pola rutin deteksi birahi :
  1. Deteksi 3 kali sehari yaitu pada pagi hari saat pagi, pada siang hari saat sapi dalam kondisi tenang / istirahat dan pada sore hari.
  2. Waktu pengamatan birahi dilakukan sesuai dengan siklus birahi yaitu setiap hari ke -19 -23 (rata – rata pada hari ke – 21) setelah birahi sebelumnya. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan bantuan kalender IB dan jika ada tanda – tanda segera lapor kepada petugas IB
  3. Petugas dapat melakukan palpasi rectal untuk mengetahu kondisi ovarium
Angka kebuntingan tertinggi atau waktu IB terbaik adalah 4 – 20 jam sejak awal birahi
5. Saat Yang Tepat Melakukan Inseminasi Buatan  Sapi
Dalam pelaksanaan di lapangan, baik inseminator maupun pemilik sapi sukar untuk dapat mengetahui saat dimulainya estrus, lebih-lebih saat ovulasi. Untuk memudahkan pelaksanaan, maka dibuat petunjuk umum yang dapat digunakan dengan mudah. Faktor yang terpenting dalam petunjuk tersebut adalah pengamatan terhadap berahi. Bila gejala berahi sudah terlihat maka saat inseminasi mudah ditentukan. Sehingga petunjuk praktisnya sebagai berikut, jika sapi terlihat berahi pada pagi hari ini, maka inseminasi harus dilakukan pada hari itu juga, sedangkan bila sapi terlihat berahi pada sore hari ini, maka inseminasi harus dilakukan pada esok harinya sebelum jam 12.00 siang.
PETUNJUK WAKTU MELAKUKAN I.B. PADA SAPI
Sapi terlihat berahi
Saat yang baik melakukan I.B.
Terlambat
Pada pagi hari ini
I.B. Hari ini juga
Ditangguhkan sampai besok
Sore atau malam hari
I.B. besok pagi sebelum jam 12.00 siang
Sesudah jam 12.00 esok harinya

D.    KEBUNTINGAN
Periode kebuntingan dimulai dengan pembuahan dan berakhir dengan dengan kelahiran anak yang hidup. Kebuntingan pada sapi dapat didiagnosa melalui palpasi rectal dan penentuan kadar progesterone dalamserum darah. Darah dapat diambil pada hari 21 sampai 24 sesudah IB untuk diperiksa di laboratorium dengan metode radioimmunoassay (RIA) atau metode ELISA.
PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN
INDIKASI LUAR
Berhentinya gejala-gejala birahi sesudah IB sudah bisa menandakan adanya kebuntingan, akan tetapi tidak berarti bahwa seratus persen akan terjadi kebuntingan. Peternak mungkin lalai atau tidak memperhatikan gejala birahi walaupun tidak terjadi kebuntingan. Kematian embrio dini atau abortus mungkin saja dapat terjadi. Perubahan-perubahan patologis  dapat terjadi didalam uterus seperti myometra, sista ovarium bisa menyebabkan kegagalan birahi. Penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara perdarahan setelah IB dengan konsepsi.
Kelenjar susu pada sapi dara berkembang dan membesar mulai kebuntingan 4 bulan. Pada sapi yang pernah beranak/ sering beranak pembesaran ambing terjadi pada 1 sampai 4 minggu menjelang kelahiran.
Ternak betina bertambah tenang, lamban dan hati-hati dalam pergerakannya sesuia dengan bertambahnya umur kebuntingan. Pada minggu terakhir kebuntingan ada kecenderungan pertambahan berat badan. Pada akhir kebuntingan ligamentum pelvis mengendur, terlihat legokan pada pangkal tulang ekor, oedema dan relaksasi vulva.
Pada umur kebuntingan 6 bulan keatas gerakan fetus dapat dipantulkan dari dinding luar perut. Fetus teraba sebagai benda padat dan besar yang tergantung berayun didalam struktur lunak perut (abdomen).
INDIKASI DALAM
Palpasi per-rektal terhadap uterus, ovaria dan pembuluh darah uterus adalah cara diagnosa - diagnose kebuntingan yang paling praktis dan akurat pada sapi dan kerbau.
Sebelum palpasi rektal perlu dikatahui :
·        Sejarah perkawinan ternak yang bersangkutan
·        Tanggal melahirkan terakhir
·        Tanggal dan jumlah perkawinan atau IB
·        Kejadian-kejadian penyakit pada ternak tersebut
Catatan reproduksi yang lengkap sangat membantu dalam menentukan kebuntingan secara cepat dan tepat.
E.     KELAHIRAN
Sejumlah teori telah banyak memaparkan mengenai penyebab awal kelahiran, pada umumnya didasarkan atas pengaruh hormon dan keterbatasan perluasan dan pertumbuhan uterus. Bukti – bukti menyatakan bahwa kadar estrogen menaik menjelang akhir kebuntingan dan kenaikan ini menimbulkan kepekaan urat daging uterus dan menghentikan perluasan uterus. Akibat tekanan didalam uterus yang meningkat akan menyebabkan bertambahnya rangsangan . Kenaikan tekanan dalam uterus beserta bertambahnya kepekaan uterus akan menyebabkan dilepaskannya hormon oxytocin sehingga terjadi kontraksi uterus yang kuat yang mendorong fetus keluar.
 GEJALA-GEJALA MENJELANG PARTUS
            Gejala-gejala menjelang partus hampir sama pada semua ternak, tetapi tidak konstan antara individu ternak. Oleh karena itu gejala –gejala ini tidak dapat dipakai untuk meramalkan secara tepat waktu partus seekor ternak, tetapi dapat merupakan indikasi yang baik terhadap perkiraan waktu kelahiran yang diharapkan.
            Pada sapi ligamen-ligamen pada pelvis (urat-urat daging pada pinggul) sangat mengendur yang menyebabkan penurunan urat daging pada bagian belakang. Pada kebanyakan sapi pengenduran urat-urat daging ini menandakan bahwa partus kemungkinan akan terjadi dalam waktu 24 sampai 48 jam.         
Vulva menjadi sangat oedematus (bengkak), melonggar sampai 2-6 kali dari ukuran normal. Ambing membesar dan oedematus. Pada sapi dara pembengkakan dimulai bulan ke empat pereode kebuntingan, pada sapi yang pernah beranak (pluripara) pembesaran ambing mungkin tidak nyata 2- 4 minggu sebelum partus.
Suatu lendir putih, kental dan lengket keluar dari  bagian kranial vagina mulai bulan ke tujuh masa kebuntingan, lendir tersenut makin banyak keluar menjelang kelahiran. Segera sebelum partus  jumlah lendir sangat meningkat.
Selama beberapa jam sebelum partus ternak memperlihatkan penurunan napsu makan dan ketidaktenangan, mengibas-ngibaskan ekor, menyentak-nyentak kaki, berbaring dan bangkit lagi kembali.
TAHAP-TAHAP KELAHIRAN
Walaupun aktivitas partus merupakan suatu proses yang berkesinambungan, tetapi sebagai gambaran diskriptif dapat dibagi 3 tahap.
Tahap Pertama
            Tahap ini ditandai dengan konstraksi aktif serabut-serabut urat daging pada dinding rahim (uterus) dan melebarnya (dilatasi) leher rahim (cervix). Kondisi ini terjadi karena adanya perubahan hormonal dalam tubuh induk menjelang kelahiran. Konstraksi uterus terjadi setiap 10 menit sampai  15 menit dan berlangsung sampai 15 sampai 30 detik.
            Tahap pertama pada sapi yang baru pertama kali melahirkan  nampak berlangsung lebih lama daripada sapi yang sudah pernah beranak. Pada tahap pertama ini yang nampak adalah  ternak kalihatan gelisah, napsu makan turun, sebentar berbaring sebentar berdiri. Menjelang akhir tahap ini ketuban (allantochorion) nampak keluar dari vagina dan kemudian pecah. Fetus sudah mulai memposisikan diri untuk keluar dari uterus         
Tahap Kedua
Tahap kedua ini ditandai oleh pemasukan fetus kedalam saluran kelahiran yang berdilatasi, pecahnya kantong ketuban (allantois), kontraksi abdominal atau perejanan dan pengeluaran fetus melalui vulva. Selama tahap kedua ini, uterus mengalami perejanan 4 sampai 8, setiap 10 menit dan berlangsung 80 sampai 100 detik. Perejanan berulang-ulang berlangsung terus dan kaki fetus terlihat di vulva. Sewaktu kaki fetus melewati vulva, kantong amnion pecah. Peningkatan konstraksi abdominal terjadi pada waktu kepala, bahu dan pinggul fetus memasuki pelvis. Ketika kepala fetus memasuki vulva, pada saat inilah terjadi perejanan perut (abdominal) yang terkuat pada proses partus. Sesudah kepala fetus melewati vulva, biasanya induk istirahat untuk beberapa menit sebelum kembali merejan dengan kuat sewaktu dada fetus berlalu melewati saluran pelvis. Pinggul segera menyusul kemasuki saluran kelahiran. Tahap kedua proses kelahiran berlangsung 0,5 sampai 3 atau 4 jam. Pada sapi yang sudah sering beranak tahap ini hannya memerlukan setengah sampai satu jam.
Tahap Ketiga
            Tahap ketiga ini adalah tahap terakhir dari suatu proses kelahiran yang ditandai dengan pengeluaran selaput fetus/ ari-ari (plasenta) dan involusi uterus. Pengeluaran plasenta secara normal selasai dalam beberapa jam setelah pengeluran fetus. Lama waktu yang diperlukan yntuk pengeluaran plasenta pada sapi adalah 0,5 sampai 8 jam.
D. GANGGUAN REPRODUKSI DAN PENANGANANNYA
Gangguan Reproduksi Yang Biasa Terjadi Pada Sapi :
A. Birahi tenang (Silent Heat)
Birahi tenang atau birahi tidak teramati banyak dilaporkan pada sapi potong; sapi dengan birahi tenang mempunyai siklus reproduksi normal, namun gejala birahinya tidak terlihat. Birahi tenang akan mengakibatkan peternak tidak dapat mengetahui kapan sapinya birahi, sehingga tidak dapat dikawinkan dengan tepat.
Birahi tenang pada sapi  karena beberapa kemungkinan yaitu :
a. faktor genetis
b. manajemen peternakan yang kurang baik
c. defisiensi komponen-komponen pakan atau defisiensi nutrisi,
d.  kondisi fisik jelek, kebanyakan karena parasit interna (cacing),

B. Tidak birahi sama sekali (anestrus)
Tidak birahi sama sekali atau anestrus adalah keadaan dimana memang tidak terjadi siklus reproduksi, tidak ada ovulasi, sehingga tidak terjadi gejala birahi sama sekali.  Kasus anestrus pada sapi perah cukup banyak ditemui, umumnya terjadi setelah beranak. Anestrus pada sapi perah akibat defisiensi nutrisi umumnya berupa penurunan ovaria (hipofungsi ovaria) bisa mencapai 90% dan akibat adanya peradangan saluran reproduksi 10%.

C. Kawin berulang (Reapet Breeder)
Kawin berulang adalah induk ternak yang mempunyai siklus birahi normal dan gejala birahi yang jelas tetapi bila dikawinkan atau di inseminasi buatan berulang-ulang tidak pernah menjadi bunting.
Penyebab kawin berulang adalah:
  • Faktor kegagalan pembuahan (fertilization failure)
  • Faktor kematian embrio dini (early embrionic death)
Penanganan gangguan reproduksi dapat dilakukan sebagai berikut :
a.       Perbaikan kondisi tubuh, usahakan kondisi fisik (body condition score = BCS, skor kondisi tubuh = SKT) optimum untuk reproduksi, yaitu sekitar 3,0 dari suatu cara penilaian kondisi tubuh antara 1 (kekurusan) dan 5 (kegemukan).  Perbaikan kondisi tubuh dapat lebih cepat dibantu dengan perbaikan pemberian pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang cukup, dan pemberian obat cacing secara teratur (reguler).
 b.      Intensifikasi pengamatan birahi individu sapi. Penanganan yang lebih sering, terutama pada waktu malam hari. Pengamatan birahi akan lebih mudah bila dimungkinkan untuk menjadikan sejumlah sapi-sapi betina yang berdekatan dalam satu kandang lepas besar atau dalam satu padangan untuk dilakukan inseminasi buatan atau kawin pejantan.
 c.       Aplikasi sinkronisasi birahi dan ovulasi dengan mempertimbangkan perhitungan ekonomis.


Selasa, 18 September 2012

Keamanan Pangan


Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Pangan yang bermutu dan aman dapat dihasilkan dari dapur rumah tangga maupun dari industri pangan. Oleh karena itu industri pangan adalah salah satu faktor penentu beredarnya pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Keamanan pangan bukan hanya merupakan isu dunia tapi juga menyangkut kepedulian individu. Jaminan akan keamanan pangan adalah merupakan hak asasi konsumen. Pangan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia. Walaupun pangan itu menarik, nikmat, tinggi gizinya jika tidak aman dikonsumsi, praktis tidak ada nilainya sama sekali.
Keamanan pangan selalu menjadi pertimbangan pokok dalam perdagangan, baik perdagangan nasional maupun perdagangan internasional. Di seluruh dunia kesadaran dalam hal keamanan pangan semakin meningkat. Pangan semakin penting dan vital peranannya dalam perdagangan dunia. Dalam modul ini akan dibahas berbagai aturan yang melingkupi aspek keamanan pangan, analisis bahaya keamanan pangan dan berbagai peluang untuk menguranginya.
Foodborne Diseases
Lebih dari 90% terjadinya penyakit pada manusia yang terkait dengan makanan (foodborne diseases) disebabkan oleh kontaminasi mikrobiologi, yaitu meliputi penyakit tipus, disentri bakteri/amuba, botulism, dan intoksikasi bakteri lainnya, serta hepatitis A dan trichinellosis.
Foodborne disease lazim didefinisikan namun tidak akurat, serta dikenal dengan istilah keracunan makanan. WHO mendefinisikannya sebagai penyakit yang umumnya bersifat infeksi atau racun, yang disebabkan oleh agent yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang dicerna.
Foodborne disease baik yang disebabkan oleh mikroba maupun penyebab lain di negara berkembang sangat bervariasi. Penyebab tersebut meliputi bakteri, parasit, virus, ganggang air tawar maupun air laut, racun mikrobial, dan toksin fauna, terutama marine fauna. Komplikasi, kadar, gejala dan waktu lamanya sakit juga sangat bervariasi tergantung penyebabnya.
Patogen utama dalam pangan adalah Salmonella sp, Staphylococcus aureus serta toksin yang diproduksinya, Bacillus cereus, serta Clostridium perfringens. Di samping itu muncul jenis patogen yang semakin popular seperti Campylobacter sp, Helicobacter sp, Vibrio urinificus, Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolitica, sedang lainnya secara rutin tidak dimonitor dan dievaluasi. Jenis patogen tertentu seperti kolera thypoid biasanya dianalisa dan diisolasi oleh laboratorium kedokteran.
Patogen yang dianggap memiliki penyebaran yang luas adalah yang menyebabkan penyakit salmonellosis, cholera, penyakit parasitik, enteroviruses. Sedangkan yang memiliki penyebaran sedang adalah toksin ganggang, dan yang memiliki penyebaran terbatas adalah S.aureus, B.cereus, C. perfringens, dan Botulism.
Pengendalian Kontaminasi Pangan
Sebagian besar pemerintah berbagai negara di dunia menggunakan deretan usaha atau langkah pengendalian kontaminan pangan melalui inspeksi, registrasi, analisa produk akhir, untuk menentukan apakah suatu perusahaan pangan memproduksi produk pangan yang aman.
Masalah utama yang dihadapi adalah tingginya biaya yang diperlukan untuk menanggulangi masalah yang dihadapi dalam melakukan pengendalian. Salah satu sistem baru bagi penjaminan (assuring) keamanan pangan disampaikan tahun 1971 dalam suatu National Conference on Food Protection dengan judul “The Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System”.
HACCP adalah suatu sistem yang dianggap rasional dan efektif dalam penjaminan keamanan pangan dari sejak dipanen sampai dikonsumsi. HACCP adalah suatu sistem yang mampu mengidentifikasi hazard (ancaman) yang spesifik seperti misalnya, biologi, kimia, serta sifat fisik yang merugikan yang dapat berpengaruh terhadap keamanan pangan dan dilengkapi dengan langkah-langkah pencegahan untuk mengendalikan ancaman (hazard) tersebut.

Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air dengan kadar 30-40 persen. Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk sudah diencerkan, yaitu dengan kadar formaldehidnya 40, 30, 20 dan 10 persen serta dalam bentuk tablet yang beratnya masing-masing sekitar 5 gram. Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan metanol hingga 15% sebagai pengawet. Formalin biasanya diperdagangkan di pasaran dengan nama berbeda-beda antara lain: Formol, Morbicid, Methanal, Formic aldehyde, Methyl oxide, Oxymethylene, Methylene aldehyde, Oxomethane, Formoform, Formalith, Karsan, Methylene glycol, Paraforin, Polyoxymethylene glycols, Superlysoform, Tetraoxymethylene, Trioxane.

 Penggunaan Formalin
Penggunaan formalin yang salah adalah hal yang sangat disesalkan. Melalui sejumlah survey dan pemeriksaan laboratorium,ditemukan sejumlah produk pangan yang menggunakan formalin sebagai pengawet. Praktek yang salah seperti ini dilakukan produsen atau pengelola pangan yang tidak bertanggung jawab. Beberapa contoh produk yang sering mengandung formalin misalnya ikan segar, ayam potong, mie basah dan tahu yang beredar di pasaran. Yang perlu diingat, tidak semua produk pangan mengandung formalin.
Penggunaan Formalin antara lain :
·         Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal, gudang, dan pakaian.
·         Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain.
·         Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca, dan bahan peledak.
·         Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas.
·         Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
·         Bahan untuk pembuatan produk parfum.
·         Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.
·         Pencegah korosi untuk sumur minyak.
·         Bahan untuk insulasi busa.
·         Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood).
·         Cairan pembalsam (pengawet mayat).
·         Dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pemcuci piring, pelembut, perawat sepatu, sampo mobil, lilin dan pembersih karpet.
Dasar Hukum
  • Dasar hukum yang melarang penggunaan formalin di antaranya UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
  • Formalin dan metahnyl yellow merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang dilarang penggunaannya dalam makanan menurut peraturan Menteri Kesehatan (Menkes) Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999.
  • Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
Mengapa Perlu diwaspadai
Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh.
Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap di udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan, sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata.
Dampak Formalin pada Kesehatan Manusia
  • Akut : efek pada kesehatan manusia langsung terlihat : seperti iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut dan pusing
  • Kronik : efek pada kesehatan manusia terlihat setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang : iritasi kemungkin parah, mata berair, gangguan pada pencernaan, hati, ginjal, pankreas, system saraf pusat, menstruasi dan pada hewan percobaan dapat menyebabkan kanker sedangkan pada manusia diduga bersifat karsinogen (menyebabkan kanker). Mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung formalin, efek sampingnya terlihat setelah jangka panjang, karena terjadi akumulasi formalin dalam tubuh.
  • Jika dikonsumsi manusia, * formalin bisa menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan, mengganggu fungsi hati, ginjal, dan sistem reproduksi
  • Menurut Winarno dan Rahayu (1994), pemakaian formalin pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Gejala yang biasa timbut antara lain sukar menelan, sakit perut akut disertai muntah-muntah, mencret berdarah, timbulnya depresi susunan saraf, atau gangguan peredaran darah.
  • Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah), dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian
  • Formalin atau larutan formaldehida (HCHO) yang biasanya untuk bahan pengawet mayat, penggunaannya pada makanan dalam dosis tinggi akan menyebabkan iritasi lambung, menyebabkan kanker, gagal ginjal, lever, limpa dan merusak jaringan tubuh.
Bahaya Jangka Pendek (Akut)
·         Bila terhirup dapat menimbulkan iritasi, kerusakan jaringan dan luka pada saluran pernafasan, hidung, dan tenggorokan..
·         Bila terkena kulit akan menimbulkan perubahan warna, yakni kulit menjadi merah, mengeras, mati rasa, dan terbakar.
·         Bila terkena mata dapat menimbulkan iritasi sehingga mata memerah, sakit, gatal-gatal, penglihatan kabur dan mengeluarkan air mata.
·         Bila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit, mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, atau tidak sadar hingga koma.
 Bahaya Jangka Panjang (Kronis)
·         Bila terhirup dalam jangka lama akan menimbulkan sakit kepala, gangguan pernafasan, batuk-batuk, radang selaput lendir hidung, mual, mengantuk, luka pada ginjal, dan sensitasi pada paru. Efek neuropsikologis meliputi gangguan tidur, cepat marah, keseimbangan terganggu, kehilangan konsentrasi dan daya ingat berkurang.
·         Bila terkena kulit akan terasa panas, mati rasa, gatal-gatal serta memerah, kerusakan pada jari tangan, pengerasan kulit dan kepekaan pada kulit, dan radang kulit yang menimbulkan gelembung.Bila terkena mata dapat menyebabkan radang selaput mata.Bila tertelan dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, muntah-muntah dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu badan, dan rasa gatal di dada.
·         Bahaya penggunaan formalin dalam produk makanan bagi kesehatan tidak dapat dirasakan secara langsung. Namun, penggunaan dalam kurun waktu lama sangat mengkhawatirkan. Selain tahu, mi basah, ikan segar dan produk lainnya, masih banyak produk yang menggunakan formalin sebagai pengawet.
 Cara Mendeteksi
Deteksi formalin dan boraks secara akurat hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan bahan-bahan kimia, yaitu melalui uji formalin dan uji boraks. Ambang batas kadar Formalin yang dapat ditolerir oleh tubuh adalah 0,2 miligram per kilogram berat badan. Ciri-ciri produk pangan yang mengandung formalin :
Mi basah:
·         Bau sedikit menyengat.
·         Awet, tahan dua hari dalam suhu kamar (25º Celsius). Pada suhu 10ºC atau dalam lemari es bisa tahan lebih 15 hari.
·         Mi tampak mengkilat (seperti berminyak), liat (tidak mudah putus), dan tidak lengket.
Tahu:
·         Bentuknya sangat bagus.
·         Kenyal.
·         Tidak mudah hancur dan awet (sampai tiga hari pada suhu kamar (25ºC). Pada suhu lemari es (10ºC) tahan lebih dari 15 hari.
·         Bau agak menyengat.
·         Aroma kedelai sudah tak nyata lagi.
Bakso:
·         Kenyal.
·         Awet, setidaknya pada suhu kamar bisa tahan sampai lima hari. 
Ikan:
·         Warna putih bersih.
·         Kenyal.
·         Insangnya berwarna merah tua dan bukan merah segar.
·         Awet (pada suhu kamar) sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk.
·         Tidak terasa bau amis ikan, melainkan ada bau menyengat
Ikan asin:
·         Ikan berwarna bersih cerah.
·         Tidak berbau khas ikan.
·         Awet sampai lebih dari 1 bulan pada suhu kamar (25ºC).
·         Liat (tidak mudah hancur).
Ayam potong:
·         Berwarna putih bersih.
·         Tidak mudah busuk atau awet dalam beberapa hari.

 Pertolongan pertama bila terjadi keracunan akut
  • Pertolongan tergantung konsentrasi cairan dan gejala yang dialami korban.
  • Sebelum ke rumah sakit : berikan arang aktif (norit) bila tersedia. Jangan melakukan rangsang muntah pada korban karena akan menimbulkan risiko trauma korosif pada saluran cerna atas.
  • Di rumah sakit : lakukan bilas lambung (gastric lavage), berikan arang aktif (walaupun pemberian arang aktif akan mengganggu penglihatan bila nantinya dilakukan tindakan endoskopi). Untuk mendiagnosis terjadinya trauma esofagus dan saluran cerna dapat dilakukan tindakan endoskopi. Untuk meningkatkan eliminasi formalin dari tubuh dapat dilakukan hemodyalisis (tindakan cuci darah), indikasi tindakan cuci darah ini bila terjadi keadaan asidosis metabolik berat pada korban.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Total Tayangan Halaman

Copyrights  © edna disnak 2012 and introducing Panasonic S30

Back to TOP