Selasa, 29 Maret 2011

Mekanisme Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) atau Kawin Suntik


Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut 'insemination gun'.
Tujuan Inseminasi Buatan
  • Memperbaiki mutu genetika ternak;
  • Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya;
  • Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama;
  • Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
  • Mencegah penularan / penyebaran penyakit kelamin.

Keuntungan Inseminasi Buatan (IB)
  • Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
  • Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
  • Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
  • Dengan peralatan dan teknologi yang baik sperma dapat simpan dalam jangka waktu yang lama;
  • Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati;
  • Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar;
  • Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin.

Inseminator adalah tenaga teknis menengah yang telah dididik dan mendapat sertifikat sebagai inseminator dari pemerintah (dalam hal ini Dinas Peternakan).
Pelayanan Petugas Inseminasi Buatan
Pelayanan inseminasi buatan dilakukan oleh Inseminator yang telah memiliki surat izin melakukan inseminasi (SIM)dengan sistem aktif, pasif dan semi-aktif. Bila inseminator belum memiliki SIM maka tanggung jawab hasil kerjanya jatuh pada Dinas Peternakan Propinsi tempatnya bekerja.
Pelaporan pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) mengikuti pedoman sebagai berikut:
  • Inseminator mengisi tanggal pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) pertama, kedua, ketiga dan seterusnya pada kartucatatan Inseminasi Buatan (IB) masing-masing akseptor
  • Inseminator wajib melaporkan jumlah sapi yang tidak birahi kembali setelah Inseminasi Buatan (IB) pertama(kemungkinan bunting) dan tempat serta nama peternak yang sapi / ternaknya yang baru di Inseminasi Buatan (IB)kepada Petugas Pemeriksa Kebuntingan
  • Inseminator wajib melaporkan jumlah sapi yang "repeat breeder" (sapi yang telah di Inseminasi Buatan (IB) lebih daritiga kali dan tidak bunting) kepada Asisten Teknis Reproduksi.

Tugas pokok inseminator adalah:
  • Menerima laporan dari pemilik ternak mengenai sapi birahi dan memenuhi panggilan tersebut dengan baik dan tepat waktu
  • Menangani alat dan bahan Inseminasi buatan sebaik-baiknya
  • Melakukan identifikasi akseptor Inseminasi Buatan (IB) dan mengisi kartu peserta Inseminasi Buatan (IB);
  • Melaksanakan Inseminasi Buatan (IB) pada ternak;
  • Membuat laporan pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) dan menyampaikan kepada pimpinan SPT IB

Untuk mempermudah pelaporan / permintaan pelayanan Inseminasi Buatan (IB) maka harus dibuat suatu sistem pelaporan yang sederhana, cepat, mudah dan murah. Kotak laporan, bendera di depan rumah / kandang, kartu birahi dan lain-lain adalah beberapa sistem komunikasi yang telah dijalankan pada beberapa tempat di Indonesia. Setiap daerah mempunyai keadaan yang berbeda, oleh karena itulah buatlah suatu perjanjian dengan para akseptor mengenai cara-cara komunikasi yang baik yang disepakati bersama. Komitmen untuk mematuhi keputusan tersebut juga diperlukan.
Petugas IB (inseminator) hanya boleh menginseminasi kalau betina sedang birahi saja. Kalau betina tidak sedang birahi, petugas IB sebaiknya memberitahukan ke peternak dan memintanya untuk memperhatikan gejala birahi dengan lebih baik lagi. Anatomi dan Fisiologi Alat Kelamin Betina Pubertas (kematangan alat kelamin / dewasa kelamin) terjadi akibat aktivitas dalam ovarium (indung telur), umur pubertas pada sapi adalah antara 7 - 18 bulan, atau dengan berat badan telah mencapai kurang lebih 75% dari berat dewasa. Kecepatan tercapainya umur dewasa kelamin tergantung dari:
·         Jenis / bangsa sapi;
·         Gizi bila jumlah dan kandungan gizi pakan kurang jumlah atau mutunya, maka dewasa kelamin akan lebih lama dicapai, hal ini disebabkan berat badan yang kurang;
·         Cuaca Di daerah tropis seperti di Indonesia, umur dewasa kelamin lebih cepat / muda
·         Penyakit Karena mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan berat badan, apalagi bila menyerang alat kelamin,maka kemungkinan besar umur dewasa kelamin lebih lambat dicapai.
Siklus birahi pada sapi betina yang normal biasanya berulang setiap 21 hari, dengan selang antara 17-24 hari. Siklus birahi akan berhenti secara sementara pada keadaan-keadaan:
·         Sebelum dewasa kelamin;
·         Selama kebuntingan;
·         Masa post-partum. Siklus birahi dibagi dalam 4 tahap, dan berbeda-beda pada setiap spesies hewan.
Tahapan dan lamanya pada sapi dapat ditemui di bawah ini :
·          EstrusPada tahap ini sapi betina siap untuk dikawinkan (baik secara alam maupun IB). Ovulasi terjadi 15 jam setelah estrus selesai. Lama periode ini pada sapi adalah 12 - 24 jam.
·         Proestrus Waktu sebelum estrus. Tahap ini dapat terlihat, karena ditandai dengan sapi terlihat gelisah dan kadangkadang sapi betina tersebut menaiki sapi betina yang lain. Lamanya 3 hari.
·         Metaestrus Waktu setelah estrus berakhir, folikelnya masak, kemudian terjadi ovulasi diikuti dengan pertumbuhan / pembentukan corpus luteum (badan kuning). Lama periode ini 3 - 5 hari.
·         DiestrusWaktu setelah metaestrus, corpus luteum meningkat dan memproduksi hormon progesteron. Periode ini paling lama berlangsungnya karena berhubungan dengan perkembangan dan pematangan badan kuning, yaitu 13 hari.
Pada saat keadaan dewasa kelamin tercapai, aktivitas dalam indung telur (ovarium) dimulai. Waktu estrus, ovum dibebaskan oleh ovarium. Setelah ovulasi terjadi, bekas tempat ovarium tersebut itu dipenuhi dengan sel khusus dan membentuk apa yang disebut corpus luteum (badan kuning) Corpus luteum ini dibentuk selama 7 hari, dan bertahan selama 17 hari dan setelah waktu itu mengecil lagi karena ada satu hormon (prostaglandin) yang merusak corpus luteum dan mencegah pertumbuhannya untuk jangka waktu yang relatif lama (sepanjang kebuntingan).Selain membentuk sel telur , indung telur / ovarium juga memproduksi hormon, yaitu:
·         Sebelum ovulasi: hormon estrogen;
·         Setelah ovulasi corpus luteum di ovarium memproduksi: hormon progesteron Hormon-hormon ini mengontrol (beri jarak) kejadian siklus birahi di dalam ovarium.
Pelaksanaan Program Inseminasi Buatan (IB) Pemeriksaan Awal Deteksi birahi yang tepat adalah kunci utama keberhasilan Inseminasi Buatan, selanjutnya adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan Inseminasi Buatan itu sendiri dilaksanakan. Untuk memudahkan, sebagai patokan biasa dilakukan sebagai berikut: Pertama kali terlihat tanda-tanda birahi Harus diinseminasi padaTerlambat PagiHari yang sama Hari Berikutnya Sore Hari berikutnya (pagi dan paling lambat siang hari)Sesudah jam 15:00 besoknya Keterlambatan pelayanan Inseminasi Buatan (IB) akan berakibat pada kerugian waktu yang cukup lama. Jarak antara satu birahi ke birahi selanjutnya adalah kira-kira 21 hari sehingga bila satu birahi terlewati maka kita masih harus menunggu 21 hari lagi untuk melaksanakan Inseminasi Buatan (IB) selanjutnya. Kegagalan kebuntingan setelah pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) juga akan berakibat pada terbuangnya waktu percuma, selain kerugian materiil dan immateriil karena terbuangnya semen cair dan alat pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) serta terbuangnya biaya transportasi baik untuk melaporkan dan memberikan pelayanan dari pos Inseminasi Buatan (IB) ke tempat sapi birahi berada.
Tanda - tanda birahi pada sapi betina adalah :
  • ternak gelisah
  • sering berteriak
  • suka menaiki dan dinaiki sesamanya
  • vulva : bengkak, berwarna merah, bila diraba terasa hangat (3 A dalam bahasa Jawa: abang, abuh, anget, atau 3 B  (dalam bahasa Sunda: Beureum, Bareuh, Baseuh)
  • dari vulva keluar lendir yang bening dan tidak berwarna
  • nafsu makan berkurangGejala - gejala birahi ini memang harus diperhatikan minimal 2 kali sehari oleh pemilik ternak.
Jika tanda-tanda birahi sudah muncul maka pemilik ternak tersebut tidak boleh menunda laporan kepada petugas inseminator agar sapinya masih dapat memperoleh pelayanan Inseminasi Buatan (IB) tepat pada waktunya. Sapi dara umumnya lebih menunjukkan gejala yang jelas dibandingkan dengan sapi yang telah beranak. Waktu Melakukan Inseminasi Buatan (IB) Pada waktu di Inseminasi Buatan (IB) ternak harus dalam keadaan birahi, karena pada saat itu liang leher rahim (servix) pada posisi yang terbuka.
Kemungkinan terjadinya konsepsi (kebuntingan) bila diinseminasi pada periode-periode tertentu dari birahi telah dihitung oleh para ahli, perkiraannya adalah :
- permulaan birahi : 44%
- pertengahan birahi : 82%
- akhir birahi : 75%
- 6 jam sesudah birahi : 62,5%
- 12 jam sesudah birahi : 32,5%
- 18 jam sesudah birahi : 28%
- 24 jam sesudah birahi : 12%
Faktor - Faktor Penyebab Rendahnya Kebuntingan,faktor - faktor yang menyebabkan rendahnya prosentase kebuntingan adalah :
  • Fertilitas dan kualitas mani beku yang jelek / rendah;
  • Inseminator kurang / tidak terampil;
  • Petani / peternak tidak / kurang terampil mendeteksi birahi;
  • Pelaporan yang terlambat dan / atau pelayanan Inseminator yang lamban;
  • Kemungkinan adanya gangguan reproduksi / kesehatan sapi betina. Jelaslah disini bahwa faktor yang paling penting adalah mendeteksi birahi, karena tanda-tanda birahi sering terjadi pada malam hari.
Oleh karena itu petani diharapkan dapat memonitor kejadian birahi dengan baik dengan cara:
  • Mencatat siklus birahi semua sapi betinanya (dara dan dewasa);
  • petugas IB harus mensosialisasikan cara-cara mendeteksi tanda-tanda birahi. Salah satu cara yang sederhana dan murah untuk membantu petani untuk mendeteksi birahi, adalah dengan memberi cat diatas ekor, bila sapi betina minta kawin (birahi) cat akan kotor / pudar / menghilang karena gesekan akibat dinaiki oleh betina yang lain.
Penanganan bidang reproduksi adalah suatu hal yang rumit. Ia membutuhkan suatu kerja sama dan koordinasi yang baik antara petugas yang terdiri atas dokter hewan, sarjana peternakan dan tenaga menengah seperti inseminator, petugas pemeriksa kebuntingan, asisten teknis reproduksi. Koordinasi juga bukan hanya pada bidang keahlian tetapi juga pada jenjang birokrasi karena pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) masih lewat proyek yang dibiayai oleh pemerintah sehingga birokrasi masih memegang peranan yang besar disini. Koordinasi dari berbagai tingkatan birokrasi ini yang biasanya selalu disoroti dengan negatif oleh para petugas lapang dan petani. Keterbuakaan adalah kunci keberhasilan keseluruhan program ini.

Sinkronisasi Birahi
Pada beberapa proyek pemerintah, seringkali inseminasi buatan dilaksanakan secara crash-program dimana pada suatu saat yang sama harus dilaksanakan Inseminasi padahal tidak semua betina birahi pada waktu yang bersamaan. Oleh karena itu harus dilaksanakan apa yang disebut dengan sinkronisasi birahi. Pada dasarnya, sinkronisasi birahi adalah upaya untuk menginduksi terjadinya birahi dengan menggunakan hormon Progesteron. Preparatnya biasanya adalah hormon sintetik dari jenis Prostaglandin F2a. Nama dagang yang paling sering ditemui di Indonesia adalah Enzaprost F.Sinkronisasi birahi ini mahal biayanya karena harga hormon yang tinggi dan biaya transportasi serta biaya lain untuk petugas lapang.
Cara apikasi hormon untuk penyerentakkan birahi adalah sebagai berikut :
  • Laksanakan penyuntikan hormon pertama, pastikan bahwa :Sapi betina resipien harus dalam keadaan sehat dan tidakkurus (kaheksia); Sapi tidak dalam keadaan bunting, bila sapi sedang bunting dan penyerentakkan birahi dilakukan maka keguguran akan terjadi.
  • Laksanakan penyuntikan hormon kedua dengan selang 11 hari setelah penyuntikan pertama;
  • Birahi akan terjadi 2 sampai 4 hari setelah penyuntikan kedua.
Prosedur Inseminasi Buatan adalah sebagai berikut:
  • Sebelum melaksanakan prosedur Inseminasi Buatan (IB) maka semen harus dicairkan (thawing) terlebih dahulu dengan mengeluarkan semen beku dari nitrogen cair dan memasukkannya dalam air hangat atau meletakkannya dibawah air yang mengalir. Suhu untuk thawing yang baik adalah 37oC. Jadi semen/straw tersebut dimasukkan dalam air dengan suhu badan 37 oC, selama 7-18 detik.
  • Setelah dithawing, straw dikeluarkan dari air kemudian dikeringkan dengan tissue.
  • Kemudian straw dimasukkan dalam gun, dan ujung yang mencuat dipotong dengan menggunakan gunting bersih
  • Setelah itu Plastic sheath dimasukkan pada gun yang sudah berisi semen beku/straw
  • Sapi dipersiapkan (dimasukkan) dalam kandang jepit, ekor diikat
  • Petugas Inseminasi Buatan (IB) memakai sarung tangan (glove) pada tangan yang akan dimasukkan ke dalam rektum
  • Tangan petugas Inseminasi Buatan (IB) dimasukkan ke rektum, hingga dapat menjangkau dan memegang leher rahim (servix), apabila dalam rektum banyak kotoran harus dikeluarkan lebih dahulu
  • Semen disuntikkan/disemprotkan pada badan uterus yaitu pada daerah yang disebut dengan 'posisi ke empat'. Setelah semua prosedur tersebut dilaksanakan maka keluarkanlah gun dari uterus dan servix dengan perlahan-lahan.

Senin, 28 Maret 2011

Mesin Tetas III


Usaha peternakan unggas (ayam dan itik) merupakan jenis usaha yang cukup menjanjikan. Hal ini didasari oleh jumlah permintaan produk hewani asal unggas baik telur maupun daging tiap tahun makin meningkat. Sebagai contoh di Kotamadya Kendari pada tahun 2002 permintaan ayam buras berkisar 500 – 600 ekor per minggu, sementara baru tepenuhi 300 – 400 ekor per minggu (Anonim, 2002).

Dilihat dari data permintaan tersebut prospek usaha agribisnis unggas yang salah satunya adalah ayam buras cukup potensial. Keunggulan lain usaha agribisnis unggas adalah tidak mutlak memerlukan biaya yang besar, tergantung dari kemampuan peternak yang korelasinya dengan skala pemilikan. Selain itu jenis ternak ini telah lama dikenal masyarakat sehingga teknik budidayanya tidak terlalu rumit. Dalam upaya memacu usaha peternakan unggas perlu adanya sentuhan teknologi tepat dan mudah diterapkan oleh peternak. Dari sisi ketersediaan bibit, teknologi penetasan telur buatan dengan penggunaan mesin tetas telur sangat cocok diterapkan. Keunggulan teknologi ini adalah menghilangkan periode mengeram pada induk sehingga induk mampu menghasilkan telur lebih banyak selama hidupnya, selain itu anak ayam dapat di produksi dalam jumlah yang besar pada waktu yang bersamaan. Prinsip kerja dari mesin tetas ini adalah menciptakan situasi dan kondisi yang sama pada saat telur dierami oleh induk. Kondisi yang perlu diperhatikan adalah suhu dan kelembaban. Suhu optimal adalah 38,8o C atau 101o F. Kondisi suhu tersebut dapat direkayasa dengan penggunaan sumber panas listrik maupun lampu minyak dan untuk kelembaban optimal digunakan air yang ditempatkan dalam mesin tetas. Mesin tetas dibedakan atas dasar sumber panas yang digunakan. Pertama, mesin tetas elektrik dengan menggunakan listrik yang dihubungkan dengan lampu pijar sebagai sumber panas. Kedua, mesin tetas yang menggunakan sumber panas lampu minyak yang dihubungkan dengan silinder yang terbuat dari seng plat sebagai sumber panas. Ketiga, mesin tetas kombinasi yaitu gabungan dari sumber panas yang berbeda (listrik dan lampu minyak), jenis mesin tetas ini sangat efektif pada daerah yang sering mengalami pemadaman lampu, sehingga pada saat lampu padam maka digunakan lampu minyak sebagai sumber panas. Model mesin tetas telur ini dapat diperoleh di toko poultry shop atau membuat sendiri dengan bahan yang mudah dan tersedia di tempat. Besarnya mesin tetas telur yang digunakan disesuaikan dengan kapasitas telur yang akan ditetaskan seperti ; 200 butir, 400 butir dan 600 butir. II. Bahan – Bahan yang Digunakan Pembuatan mesin tetas disesuaikan dengan kondisi sumber panas yang tersedia. Pada tempat yang belum ada listrik bisa dibuat mesin tetas dengan menggunakan lampu minyak sedangkan daerah yang tersedia listrik bisa dibuat mesin tetas telur elektrik atau mesin tetas kombinasi.
Bahan-bahan yang digunakan antara lain :
1.Kayu kaso 4 x 5 cm sebagai rangka mesin
2.Tripleks melamin, kaca dan engsel
3.Kawat ram (tempat peletakan telur)
4.Paku dan seng plat
5.Nampan air dan thermometer
5.Alat pengatur suhu (thermoregulator)
6.Lampu pijar dan lampu minyak
Cara Pengoperasian Mesin Tetas Telur
A. Persiapan
Sebelum digunakan, mesin tetas harus dibersihkan dahulu dari mikroorganisma pengganggu dengan jalan penyemprotan bahan pembunuh kuman / desinfektan.
Pemanas dihidupkan.24 jam sebelum telur dimasukan ke dalam mesin tetas,
Telur dibersihkan dengan menggunakan lap basah hangat dan tiriskan.
Suhu mesin tetas harus konstan, diusahakan 38,8o C atau 101o F.
Nampan air diisi air secukupnya (tidak sampai penuh), penggunaan air ini untuk menjaga kelembaban mesin tetas, untuk itu selama penetasan harus diperhatikan stabilitas volume air.
Setelah telur bersih dan kering, telur diberi tanda pada kedua belah sisi dengan spidol atau alat tulis lain, misal ; huruf A dan B di kedua belah sisi. Pemberian tanda ini berguna untuk memudahkan dalam pemutaran telur agar lebih merata.
Telur yang sudah ditandai dimasukan secara perlahan ke dalam mesin tetas dengan posisi tanda seragam. Tutuplah mesin tetas setelah semua telur dimasukan.
B. Operasional Penetasan
Setelah 48 jam telur dalam mesin tetas, mulai dilakukan pemutaran telur setiap pagi dan sore.
Pemutaran telur dilakukan sampai hari ke 18.
Pemeriksaan telur sebaiknya dilakukan 2 kali, yaitu pada hari ke 7 dan hari ke 18.
Telur yang bertunas (tanda telur hidup) tampak terang dan tidak terdapat bintik-bintik merah
Telur yang bertunas ditandai dengan adanya titik merah di bagian petengahan, ukurannya kira-kira sebesar biji kacang hijau dan tampak bergerak. Apabila titik merah tersebut tidak bergerak pertanda embrio dalam telur mati, maka telur yang mati tersebut harus dibuang agar telur tidak membusuk dalam mesin.
Telur akan memenetas pada hari ke 20 atau 21.
Anak ayam yang keluar dari telur dibiarkan dahulu dalam mesin selama kurang lebih 24 jam, sampai bulu anak ayam kering dan kondisi anak ayam normal.
Setelah kering dan normal, anak ayam bisa dikeluarkan dari mesin tetas.
mesin-tetas

Minggu, 13 Maret 2011

BUDIDAYA TERNAK SAPI PERAH ( Bos sp. )

1. SEJARAH SINGKAT
Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili Bovidae. seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan anoa.
Domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM. Sapi diperkirakan berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan seluruh wilayah Asia. Menjelang akhir abad ke-19, sapi Ongole dari India dimasukkan ke pulau Sumba dan sejak saat itu pulau tersebut dijadikan tempat pembiakan sapi Ongole murni.
Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu genetik sapi Madura dengan jalan menyilangkannya dengan sapi Red Deen. Persilangan lain yaitu antara sapi lokal (peranakan Ongole) dengan sapi perah Frisian Holstein di Grati guna diperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai dengan iklim dan kondisi di Indonesia.
2. SENTRA PERIKANAN
Sentra peternakan sapi di dunia ada di negara Eropa (Skotlandia, Inggris, Denmark, Perancis, Switzerland, Belanda), Italia, Amerika, Australia, Afrika dan Asia (India dan Pakistan). Sapi Friesian Holstein misalnya, terkenal dengan produksi susunya yang tinggi (+ 6350 kg/th), dengan persentase lemak susu sekitar 3-7%. Namun demikian sapi-sapi perah tersebut ada yang mampu berproduksi hingga mencapai 25.000 kg susu/tahun, apabila digunakan bibit unggul, diberi pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, lingkungan yang mendukung dan menerapkan budidaya dengan manajemen yang baik. Saat ini produksi susu di dunia mencapai 385 juta m2/ton/th, khususnya pada zone yang beriklim sedang. Produksi susu sapi di PSPB masih kurang dari 10 liter/hari dan jauh dari standar normalnya 12 liter/hari (rata-ratanya hanya 5-8 liter/hari).
3. JENIS
Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu (1) kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta (2) kelompok dari Bos primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus.
Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia). Hasil survei di PSPB Cibinong menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein.
4. MANFAAT
Peternakan sapi menghasilkan daging sebagai sumber protein, susu, kulit yang dimanfaatkan untuk industri dan pupuk kandang sebagai salah satu sumber organik lahan pertanian.
5. PERSYARATAN LOKASI
Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.
Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak. Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.
Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahan-bahan lainnya. Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 m atau 2,5x2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan
kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).
6.2. Pembibitan
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina dewasa adalah:
  1. produksi susu tinggi,
  2. umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak,
  3. berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai keturunan produksi susu tinggi,
  4. bentuk tubuhnya seperti baji,
  5. matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan atau kaki belakang cukup lebar serta kaki kuat,
  6. ambing cukup besar, pertautan pada tubuh cukup baik, apabila diraba lunak, kulit halus, vena susu banyak, panjang dan berkelok-kelok, puting susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris dan tidak terlalu pendek,
  7. tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan
  8. tiap tahun beranak.
Sementara calon induk yang baik antara lain:
  1. berasal dari induk yang menghasilkan air susu tinggi,
  2. kepala dan leher sedikit panjang, pundak tajam, badan cukup panjang, punggung dan pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar,
  3. jarak antara kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup lebar,
  4. pertumbuhan ambing dan puting baik,
  5. jumlah puting tidak lebih dari 4 dan letaknya simetris, serta
  6. sehat dan tidak cacat.
Pejantan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. umur sekitar 4-5 tahun,
  2. memiliki kesuburan tinggi,
  3. daya menurunkan sifat produksi yang tinggi kepada anak-anaknya,
  4. berasal dari induk dan pejantan yang baik,
  5. besar badannya sesuai dengan umur, kuat, dan mempunyai sifat-sifat pejantan yang baik,
  6. kepala lebar, leher besar, pinggang lebar, punggung kuat,
  7. muka sedikit panjang, pundak sedikit tajam dan lebar,
  8. paha rata dan cukup terpisah,
  9. dada lebar dan jarak antara tulang rusuknya cukup lebar,
  10. badan panjang, dada dalam, lingkar dada dan lingkar perut besar, serta
  11. sehat, bebas dari penyakit menular dan tidak menurunkan cacat pada keturunannya.
Prosedur:
  1. Pemilihan Bibit dan Calon Induk
    Untuk mengejar produktivitas ternak yang tinggi, diperlukan perbaikan lingkungan hidup dan peningkatan mutu genetik ternak yang bersangkutan. Bibit yang baru datang harus dikarantina untuk penularan penyakit. Kemudian bibit diberi minum air yang dicampur garam dapur, ditempatkan dalam kandang yang bersih dan ditimbang serta dicatat penampilannya.
  2. Perawatan Bibit dan Calon Induk
    Seluruh sapi perah dara yang belum menunjukkan tanda-tanda birahi atau belum bunting setelah suatu periode tertentu, harus disisihkan. Jika sapi yang disisihkan tersebut telah menghasilkan susu, sapi diseleksi kembali berdasarkan produksi susunya, kecenderungan terkena radang ambing dan temperamennya.
  3. Sistim Pemuliabiakan
    Seringkali sapi perah dara dikawinkan dengan pejantan pedaging untuk mengurangi risiko kesulitan lahir dan baru setelah menghasilkan anak satu dikawinkan dengan pejantan sapi perah pilihan. Bibit harus diberi kesempatan untuk bergerak aktif paling tidak 2 jam setiap hari.
6.3. Pemeliharaan
  1. Sanitasi dan Tindakan Preventif
    Pada pemeliharaan secara intensif sapi-sapi dikandangkan sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan secara ekstensif pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan hidup bebas. Sapi perah yang dipelihara dalam naungan (ruangan) memiliki konsepsi produksi yang lebih tinggi (19%) dan produksi susunya 11% lebih banyak daripada tanpa naungan. Bibit yang sakit segera diobati karena dan bibit yang menjelang beranak dikering kandangkan selama 1-2 bulan.
  2. Perawatan Ternak
    Ternak dimandikan 2 hari sekali. Seluruh sapi induk dimandikan setiap hari setelah kandang dibersihkan dan sebelum pemerahan susu. Kandang harus dibersihkan setiap hari, kotoran kandang ditempatkan pada penampungan khusus sehingga dapat diolah menjadi pupuk. Setelah kandang dibersihkan, sebaiknya lantainya diberi tilam sebagai alas lantai yang umumnya terbuat dari jerami atau sisa-sisa pakan hijauan (seminggu sekali tilam tersebut harus dibongkar). Penimbangan dilakukan sejak sapi pedet hingga usia dewasa. Sapi pedet ditimbang seminggu sekali sementara sapi dewasa ditimbang setiap bulan atau 3 bulan sekali. Sapi yang baru disapih ditimbang sebulan sekali. Sapi dewasa dapat ditimbang dengan melakukan taksiran pengukuran berdasarkan lingkar dan lebar dada, panjang badan dan tinggi pundak.
  3. Pemberian Pakan
    Pemberian pakan pada sapi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
    1. sistem penggembalaan (pasture fattening)
    2. kereman (dry lot fattening)
    3. kombinasi cara pertama dan kedua.
      Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa
      umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum).
      Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan per hari.
      Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara kereman dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya.
  4. Pemeliharaan Kandang
    Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar. Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Penyakit
  1. Penyakit antraks
    • Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan.
    • Gejala:
      1. demam tinggi, badan lemah dan gemetar;
      2. gangguan pernafasan;
      3. pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul;
      4. kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina;
      5. kotoran ternak cair dan sering bercampur darah;
      6. limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
    • Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.
  2. Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
    • Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE.
    • Gejala:
      1. rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening;
      2. demam atau panas, suhu badan menurun drastis;
      3. nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali;
      4. air liur keluar berlebihan.
    • Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.
  3. Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)
    • Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri.
    • Gejala:
      1. kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan;
      2. leher, anus, dan vulva membengkak;
      3. paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua;
      4. demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
    • Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.
  4. Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
    • Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor.
    • Gejala:
      1. mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh;
      2. kulit kuku mengelupas;
      3. tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit;
      4. sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.
7.2. Pencegahan Serangan
Upaya pencegahan dan pengobatannya dilakukan dengan memotong kuku dan merendam bagian yang sakit dalam larutan refanol selama 30 menit yang diulangi seminggu sekali serta menempatkan sapi dalam kandang yang bersih dan kering.
8. PANEN
8.1. Hasil Utama
Hasil utama dari budidaya sapi perah adalah susu yang dihasilkan oleh induk betina.
8.2. Hasil Tambahan
Selain susu sapi perah juga memberikan hasil lain yaitu daging dan kulit yang berasal dari sapi yang sudah tidak produktif serta pupuk kandang yang dihasilkan dari kotoran ternak.
9. PASCAPANEN : …
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1. Analisis Usaha Budidaya
Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsisten oleh peternak kecil dan belum mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/ketrampilan petani yang mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem recording, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit. Selain itu pengetahuan petani mengenai aspek tata niaga harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya. Produksi susu sapi di dunia kini sudah melebihi 385 juta m2/ton/th dengan tingkat penjualan sapi dan produknya yang lebih besar daripada pedet, pejantan, dan sapi afkiran. Di Amerika Serikat, tingkat penjualan dan pembelian sapi dan produknya secara tunai mencapai 13% dari seluruh peternakan yang ada di dunia. Sementara tingkat penjualan anak sapi (pedet), pejantan sapi perah, dan sapi afkir hanya berkisar 3%. Produksi susu sejumlah itu masih perlu ditingkatkan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di dunia ini. Untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi maka pengelolaan dan pemberian pakan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan ternak, dimana minimum pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak (terserap) diusahakan sekitar 3,5-4% dari bahan kering
10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Usaha peternakan sapi perah keluarga memberikan keuntungan jika jumlah sapi yang dipelihara minimal sebanyak 6 ekor, walaupun tingkat efisiensinya dapat dicapai dengan minimal pengusahaannya sebanyak 2 ekor dengan rata-rata produksi susu sebanyak 15 lt/hari. Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani melalui pembudidayaan sapi perah tersebut dapat juga dilakukan dengan melakukan diversifikasi usaha. Selain itu melakukan upaya kooperatif dan integratif (horizontal dan vertikal) dengan petani lainnya dan instansi-instansi lain yang berkompeten, serta tetap memantapkan pola PIR diatas.

Rabu, 09 Maret 2011

cara ternak kura-kura sulcata




Sulcata Tortoise (African-Spurred Tortoise) atau dengan bahasa latinnya (Centrochelys [Geochelone] sulcata), adalah jenis kura-kura ketiga terbesar di dunia setelah Galapagis Tortoise dan Aldabra Tortoise. Berasal dari dari bagian utara dan tengah Benua Afrika, menyebar dari guruh Sahara hingga gurun Ethiopia. Keadaan suhu gurun yang berubah drastis setiap harinya, dari 60F/42C dimalam hari hingga 110F/92C disiang hari membuat binatang ini memiliki daya tahan tubuh yang sangat baik. Untuk menyelamatkan diri dari iklim gurun, ia memiliki kemampuan untuk menguburkan dirinya dengan menggali lubang hingga kedalaman dua kaki dalam satu jam. Selain menguburkan diri dalam tanah atau pasir, mereka juga mampu menguburkan diri dalam lumpur hingga beberapa jam lamanya.

Sifat- sifat tersebut menjadikan binatang ini salah satu binatang peliharaan yang paling digemari dari jenis kura-kura. Jika anda telah memiliki pasangan dewasa yang siap kawin, saatnya mengumpulkan uang dari sebuah hobi. Reproduksi biakan Sulcata Tortoise bisa terbilang sangatlah mudah.

Proses Perkawinan:

Pejantan Sulcata Turtoise tiba pada masa siap kawin ketika diameter tubuhnya mencapai 35cm. Di iklim Indonesia Musim kawin bisa terjadi setiap saat dari bulan September hingga Januari, walaupun pada kenyatannya perkawinan sering terjadi setelah musim penghujan.
Hal pertama yang anda harus persiapkan adalah ruangan yang cukup luas bagi kedua induk, karena dalam ruangan yang sempit, pejantan yang sangat agresif dapat melukai tubuh terutama tempurung betina. Pindahkan juga pejantan lainnya karena pejantan lain dapat menganggu proses perkawinan, para pejantan cenderung untuk bertarung satu sama lain hingga dapat berakibat fatal. Satu pejantan sudah cukup untuk mengawini empat betina. Tetapi kalo keadaan tempat gak memungkinkan , mau gimana lagi. Anda akan melihat mereka mulai kawin ketika ketika pejantan bergerak untuk mengarahkan betina dengan berbagai cara, misalnya membatasi pergerakan betina dengan mengitarinya atau bahkan sampai memblokade jalannya. Alasan pejantan melakukan ini adalah untuk menghentikan pergerakan betina selama mungkin agar pejantan memiliki waktu untuk mengambil posisi menumpuk diatas betina. Biasanya proses perkawinan akan disertai dengan raungan dan erangan yang cukup berisik.

Proses Bertelur

Tubuh betina akan mulai membengkak selang beberapa waktu setelah kawin, ini merupakan indikasi bahwa betina telah terbuahi dan tubuhnya penuh dengan telur. Betina akan mulai mengurangi jatah makannya dan menampakan tanda-tanda kegelisahan. Ini disebabkan karena betina sedang mencari sarang bagi telur-telurnya. Setelah enam hingga delapan minggu dari waktu perkawinan betina mulai bertelur.

Pertama kali yang dilakukan betina setelah menemukan lokasi sarang, ia akan membersihkan dataran tanah/pasir dengan kakinya , lalu mengencingi tanah tersebut dan menggalinya. Kedalaman sarang berukuran kira-kira 7cm hingga 14cm dengan diameter 60cmKetika betina merasa sarangnya telah cukup dalam, dia akan memutar balik posisi badan hingga ekor menghadap kedalam sarang lalu mulai bertelur. Selama ia meletakkan telurnya, kedua kaki belakang bekerja untuk mengubur telur-telurnya dengan tanah . Beberapa betina akan menggali empat hingga lima lubang sarang sebelum ia memutuskan untuk bertelur.

Proses bertelur ini dapat memakan waktu kurang lebih hingga lima jam. Seekor betina mampu bertelur 15 sampai 42 butir dan setiap telur memakan waktu hingga 3 menit untuk keluar. Setelah selesai bertelur, dia akan menutupi sarangnya dan memakan waktu kurang lebih satu jam.

Pada saat ini betina sangat protektif dengan sarang telurnya, dia akan bersikap agresif hingga terkadang menyerang apapun atau siapapun yang mendekati sarangnya. Jadi sebaiknya anda amankan betina tersebut dari makhluk lain selama ia bertelur. Biasanya betina akan berjaga pada sarangnya hingga tiga hari kedepan, jika anda ingin mengumpulkam telur-telur tersebut sesegera mungkin, berhati-hatilah karena ada kemungkinan besar induk betina akan menyerang anda dengan ganas. Tak jarang pulan beberapa betina bersikap jinak, mereka hanya akan menutupi kembali sarangnya setelah anda kosongkan.

Inkubasi / Pengeraman:

Ada dua cara yang dapat anda tentukan sendiri untuk pengeraman telur. Cara pertama adalah dengan membiarkan telur pada sarangnya hingga menetas secara alami delapan bulan kemudian. Tapi anda harus benar-benar yakin bahwa lingkungan sarang aman dari pemangsa telur dan suhu berkisar antara 82F/64C hingga 86F/68C.

Cara kedua adalah mengumpulkan telur secepat mungkin dari sarangnya, terutama jika sarang telur berada diluar ruangan tertutup. Hal ini untuk menghindari rusaknya telur dari pemangsa. Letakan telur pada sebuah wadah dan kuburkan dengan “vermiculite” ditambah air dengan berat rasio 1:5. Ukurlah suhu diantara 82F/64Chingga 86F/68C. Telur akan menetas dalam waktu 100 hingga 200 hari.

Pada umumnya telur akan menetas secara bersamaan dalam waktu beberapa hari saja, tapi terkadang telur-telur tersebut menetas dengan selisih waktu yang cukup lama, yaitu dari jangka waktu satu minggu sampai satu bulan untuk menetas semuanya.

Setelah menetas biarkan bayi-bayi tortoise di tempat inkubasi hingga cairan telur merembes, lalu angkatlah mereka dan letakkan diatas handuk bersih untuk mengeringkan tubuhnya.

Sifat dasar dari Sulcata Tortoise adalah agresif terhadap sesama jenisnya. Keagresifan ini telah dimulai pada saat mereka baru saja menetas. Bayi-bayi Sulcata Tortoise akan saling menerjang satu sama lain hingga tubuh lawannya terbalik.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Total Tayangan Halaman

Copyrights  © edna disnak 2012 and introducing Panasonic S30

Back to TOP