Rabu, 12 Oktober 2011

Anatomi Perah (susune mbok darmi)


I. PENDAHULUAN

Produksi susu dalam negeri hanya mampu memasok sekitar 30% untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan Industri Pengolah Susu (IPS), sedangkan sisanya 70% dipasok dari luar negeri. Permasalahan utama persusuan di Indonesia adalah masih rendahnya populasi dan produktivitas sapi perah dalam negeri terutama peternak rakyat serta kualitas susu yang belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (Ditjen Bina Produksi Peternakan, 2004).
Perkembangan sapi perah di Indonesia dapat dibagi menjadi dua periode  yaitu periode Pemerintah Belanda  dan periode Pemerintah Indonesia . Masa Pemerintahan Hindia Belanda, peternakan sapi perah umumnya berbentuk perusahaan  susu . Konsumen susu umumnya orang-orang Eropa atau orang-orang asing lainnnya. Pada saat itu orang-orang pribumi tidak menyukai susu dan kalaupun mau kondisi ekonomi tidak memungkinkan untuk membeli susu. Perusahaan susu pada saat itu dimiliki oleh orang-orang Eropa,  Cina, Arab dan India (  Sudono et al; 2003).
Sapi perah Frisian-Holstein mempunyai identitas warna hitam belang putih, kepala berbentuk panjang, lebar dan lurus . Tanduk relatif pendek dan melengkung kearah depan. Temperamennya jinak dan tenang akan tetapi jantannya  ada pula yang galak. Kemampuan berproduksi susu sapi perah Frisian-Holstein dapat mencapai lebih dari 6.000 kg per laktasi dengan kadar lemak 3,6%. Standar bobot badan betina dewasa berkisar antara 570 – 730 kg, sedangkan jantan dewasa minimal 800 kg bahkan dapat mencapai 1 ton  ( Siregar, 1992).
Ada beberapa faktor penyebab rendahnya produksi susu dalam negeri antara lain karena terbatasnya daerah pengembangan sapi perah, kualitas pakan yang kurang baik dan manajemen pemeliharaan yang masih dibawah standar, sehingga produktivitas sapi di Indonesia belum optimal sesuai dengan potensi genetik yang dimiliki (Direktorat Budidaya, 1983) .
Pada sapi perah produksi yang dibutuhkan adalah produksi susu, kualitas air susu dan keteraturan beranak. Karakter produksi susu mempunyai sifat menurun mulai dari produksi tinggi, sedang sampai rendah, hal ini berarti seleksi berdasarkan sapi yang berproduksi tinggi dapat dilaksanakan, meskipun pelaksanaannya membutuhkan waktu yang cukup panjang. Kualitas dan jumlah produksi susu yang mempunyai sifat menurun dapat diperbaiki melalui seleksi (AAK, 1995).
Menurut Adi Sudono et al (2003) bibit sapi perah yang baik harus berasal dari induk yang produktivitasnya tinggi dan pejantan unggul. Hal ini disebabkan sifat unggul kedua tetua akan menurun kepada anaknya.  Akan lebih baik apabila bibit tersebut berasal dari induk yang produktivitasnya tinggi dikawinkan dengan pejantan unggul.  Bentuk ambing pada sapi perah dapat menentukan kualitas dan kuantitas susu yang akan dihasilkan. Ambing yang baik adalah ambing yang besar, pertautan antar otot kuat dan memanjang sedikit ke depan, serta putting tidak lebih dari empat.

II. ANATOMI AMBING

Kelenjar susu, istilah yang dipakai bergantian dengan ambing (udder), merupakan kelenjar dibawah kulit. Pada sapi, kerbau, kuda, kambing dan domba serta ikan paus, ambing terletak disebelah selangkangan, daerah inguinal. Pada gajah dan primata ambing terletak daerah  dada , sedangkan pada babi, pemakan daging dan pada binatang pengerat terletak sejajar memanjang didaerah ventral dari daerah dada dan perut ( Subronto, 1985).  Menurut Frandson (1992) kelenjar mamae merupakan modifikasi kelenjar sudoriferosa (kelenjar keringat). Kelenjar tersebut berkembang disepanjang apa yang disebut garis susu, yaitu berupa garis pada masing-masing sisi dinding abdominal yang paralel dengan garis tengah.

      1.  Dilihat dari Luar
Kelenjar mamae atau ambing sapi terdiri dari 4 bagian. Kulit ambing ditutupi rambut halus tetapi puting sama sekali tidak tertutup rambut.  Setiap bagian dilihat dari jaringan kelenjarnya merupakan suatu kesatuan yang terpisah. Separo bagian kanan dan separo bagian kiri, masing-masing terdiri satu kuarter (seperempat bagian) cranial ambing (depan) dan satu kuarter caudal ambing (belakang) dan masing-masing bagian tersebut lebih kurang merupakan kesatuan sendiri-sendiri. Separo bagian ambing yang satu tidak tergantung pada separo bagian ambing yang lain, khususnya dalam hal suplai darah, suplai saraf dan aparatus suspensoris (Frandson, 1992).
Sedangkan merunut (Bambang, 1977) kelenjar susu sapi sebenarnya merupakan gabungan  empat kelenjar susu  menjadi suatu bangunan yang merupakan ambing kanan dan ambing kiri yang dari luar nampak jelas terpisah. Ambing merupakan kelenjar kulit yang diliputi oleh bulu atau rambut, kecuali pada puting susu tidak ditumbuhi rambut. Ambing terpisah menjadi bagian kanan dan kiri oleh suatu sulcus yang berjalan longitudinal yang disebut sulcus intermamaria. Kadang-kadang bagian depan dan belakang dari ambing dipisahkan oleh suatu sulcus pula, hal ini tidak diinginkan.
Separo bagian kelenjar mamae dapat diambil dengan cara operasi tanpa merusak separo bagian yang lain. Pembagian ambing menjadi empat bagian meliputi jaringan kelenjar dan sistim saluran yang lebih kurang mirip dua buah pohon  yang saling berdekatan dimana ranting serta dahannya saling bertaut, namun masing-masing mempunyai ciri sendiri sendiri. Semua susu berasal dari puting dan diproduksi oleh jaringan kelenjar mamae dari masing-masing satu kuarter ambing.
   Puting susu sapi biasanya ada empat buah, tapi kadang-kadang ada juga terdapat lebih dari empat puting susu, kejadian ini disebut supranumerarytent. Puting susu ekstra ini biasanya terletak disebelah belakang. Sebaiknya  puting yang berlebih itu dihilangkan sebelum pedet mencapai umur satu tahun, hal ini untuk mencegah terjadinya mastitis. Berat ambing tergantung umur, masa laktasi, banyaknya air susu didalam ambing dan faktor genetis. Beratnya berkisar antara 14,4 – 165,7 lbs (Bambang, 1977).
Menurut  Subronto (1985) Ambing kosong pada sapi yang sedang laktasi mempunyai berat 6,5 – 75,3 kg dengan berat rata-rata 22,7 kg. Kapasitas rata-rata 30 kg pada tekanan sedikit kurang dari 5 kg . Berat dan kapasitas ambing mencapai puncaknya pada waktu sapi berumur 6 tahun. Kenaikan kemampuan menampung cairan berbeda pada tiap periode laktasi, namun yang tertinggi terdapat pada periode laktasi pertama dan kedua. Jaringan penyangga ambing seluruhnya berjumlah 7 lapis. Pada bagian luar ambing terdapat jaringan ikat ligamentum suspensorium lateralis yang bersifat fibrous dan kurang elastis. Apabila terlalu banyak jaringan ikat yang terbentuk kemampuan menampung air susu dari sisterna akan menurun. Penyangga utama ambing adalah ligamentum suspensorium laterale et mediale. Kulit luar lebih bersifat sebagai pelindung dari pada sebagai penyangga ambing.
       2.  Struktur Bagian Dalam
      Bagian dalam ambing terdapat ligamentum suspensorium medialis yang memisahkan ambing menjadi bagian kanan dan kiri. Ligamentum ini terdiri atas dua lapisan jaringan ikat padat. Meskipun tidak ada pemisah antara kwartir depan dengan belakang, tetapi sistim ductusnya sama sekali terpisah. Ambing terdiri dari bagian-bagian kecil yang berwarna kemerah-merahan. Bagian-bagian kecil ini yang merupakan sel-sel sekretorik dibungkus oleh kapsula jaringan ikat, sel-sel sekretorik inilah yang mempunyai alveoli. Sejumlah alveoli bergabung menjadi satu dengan perantaraan ductus-ductus dan dibungkus oleh jaringan ikat membentuk suatu bangunan yang disebut lobulus. Segerombolan lobuli dibungkus oleh jaringan ikat sehingga terbentuk lobus (Bambang, 1977).
Munurut Subronto (1985) bagian kelenjar ambing terdiri dari alveoli, tempat pembentukan air susu, lobuli dan lobi. Tinggi rendahnya produksi susu tergantung pada jumlah alveoli yang aktif dan tidak pada saluran ambing. Diameter alveolus dalam keadaan penuh adalah 0,1 – 0,3 mm. Volume maksimum tiap lobulus adalah 1 mm. Air susu yang dihasilkan oleh alveoli akan ditimbun didalam sisterna yang terdiri dari sisterna glanduler (sisterna klaktiferous) dan sisterna puting pada bagian distal terdapat lipatan mukosa, disebut roset Furstenburg,  yang diduga mampu menghalangi keluarnya air susu dari sisterna. Otot sphincter pada saluran puting ini mempunyai peranan dalam mencegah mengalirnya air susu keluar. Pada ujung puting terdapat saluran pendek, yang disebut ujung puting, ductus papillaris atau streak canal, yang permukaannya selalu mengalami keratinasi. Pada induk-induk muda saluran ujung puting merupakan penghalang ( barier) yang efektif masuknya kuman kedalam sisterna.
 
      3.  Sistim Saluran
Lobi dibungkus oleh saluran-saluran yang bermuara pada saluran yang lebih besar. Saluran-saluran yang lebih besar ini menuju ke saluran induk (major ductus) yang kemudian bermuara di sinus lactiferous (gland cisterna) diatas putting susu. Seluruh system saluran dan sinus lactiferous mengalirkan/membawa air susu dari sel-sel sekretorik menuju ke puting susu (teats), yang kemudian dapat diambil/dikeluarkan air susunya dengan jalan pemerahan. Saluran-saluran dan gland cisterna juga berfungsi sebagai penampung air susu untuk sementara waktu sebelum pemerahan. Hal ini memungkinkan ambing mensekresikan lebih banyak air susu dibanding yang dapat disekresikan sel-sel sekretorik saja. Pada tempat-tempat percabangan dari saluran, biasanya terdapat lubang yang sempit kemudian membentuk semacan sinus sebelum mejadi sempit lagi. Pada beberapa kejadian  ductus bercabang menjadi dua buah yang sama ukurannya. Adanya penyempitan pada percabangan ini untuk mencegah mengalirnya air susu karena adanya gravitasi kearah puting susu dan gland sistern (Bambang , 1977).
Menurut Frandson (1992) Streak canal pada ujung puting dikelilingi oleh sfingter yang tersusun dari serabut-serabut otot polos sirkuler. Pada sapi-sapi yang sulit diperah (hard milker), sfingter tersebut amat ketat, sedangkan yang cenderung bocor, sfingter tersebut tidak ketat. Sfingter yang kuat dapat diperbaiki melalui pembedahan, tapi mastitis selalu dimungkinkan timbul mengikuti operasi ambing atau puting tersebut.
Saluran-saluran yang besar pada bagian bawah dari kwartir depan mengelompok pada permukaan lateral, sedangkan pada bagian atas dari kwartir depan maupun belakang distribusi dari saluran-saluran itu lebih uniform. Saluran-saluran yang besar mempunyai tendensi memendek dan melebar, sedangkan saluran-saluran yang lebih kecil lebih membulat. Biasanya terdapat 10 sampai 12 saluran menuju ke tiap-tiap gland cistern, paling banyak terdapat 20 buah tetapi kadang-kadang dijumpai lebih banyak lagi (Bambang, 1977)
 4.  Gland Cistern
Ukuran dan bentuk dari sinus lactiferous untuk tiap-tiap kwartir sangat bervariasi. Pada beberapa hal cistern ini sirkuler, pada kejadian lain nampak tidak lebih hanya berupa saku-saku dari berbagai ukuran sebagai akhir dari saluran induk. Kapasitas dari sinus lactiferous adalah 100 – 400 gram air susu. Menurut penelitian ternyata tidak ada hubungan yang nyata antara ukuran gland cistern dengan jumlah air susu yang disekresikan oleh kwartir-kwartir. Tekanan yang timbul karena akumulasi air susu didalam putting susu dan gland cistern menyebabkan plica meregang yang membantu retensi air susu.

      5.   Aparatus Suspensioris.
Aparatus suspensioris ambing terdiri daeri ligament suspensoris medial dan ligament suspensoris lateral (Gambar 2). Ligamen suspensoris  medial mengandung banyak jaringan elastis kuning sebab jaringan tersebut berasal dari tunica abdominal yang merupakan modifikasi dari fasia (jaringan pengikat) yang menutupi permukaan superfisial otot oblik abdominal eksternal. Ligamen suspensoris medial ini turun antara dua bagian ambing (masing-masing separo bagian ambing). Dua lapisan ligament tersebut dapat dipisahkan dengan mudah, karena keduanya hanya diikat dengan sejumlah kecil jaringan pengikat areolar yang longgar. Hampir tidak ada pembuluh darah atau saraf melewati ligament medial dari sebagian (masing-masing separo bagian) ambing ke bagian ambing yang lain (Fransdson, 1992).
Menurut Bambang (1997) pada sapi Holstein terdapat 7 buah jaringan penunjang yaitu:
1.   Jaringan 1 (tissue 1)
      Jaringan ini berupa kulit, meskipun perannya kecil sebagai jaringan penunjang dan stabilisator ambing, tetapi perannya sangat besar sebagai jaringan pelindung bagian yang lebih dalam.
 2.  Jaringan 2 (tissue 2)
Merupakan jaringan yang mengikat kulit dengan lapisan dibawah adalah jaringan 2 disebut fascia superfisialis.
            3.  Jaringan 3 (tissue 3)
Merupakan jaringan yang menyerupai tali yang membentuk ikatan longgar antara permukaan dorsal dari jaringan ini dari kwartir depan dan dinding perut.
4.      Jaringan 4 (tissue 4) .
Marupakan pasangan dari lapisan supertificialis dari ligamentum suspensorium superficialis dan sebagian terdiri atas jaringan elastis. Ligamenta ini muncul dari tendo subpelvis dan meluas kearah bawah depan meliputi ambing dan membelok ke permukaan dalam dari paha. Lapisan ini sangat dekat dengan garis median pada ambing belakang dan kemudian menyebar keluar kearah bagian anterior dari ambing. Ligamenta ini merupakan salah satu jaringan penunjang utama dari ambing.
5. Jaringan 5 (tissue 5). Pasangan bagian dalam yang tebal dari ligamenta suspensorium merupakan jaringan 5 yang asalnya juga dari tendo subpelvis. Lapisan  lateral bagian dalam ini meluas kearah bawah dan meliputi ambing. Jaringan ini terikat dengan permukaan lateral dari ambing yang konveks dengan perantaraan lamellae yang menuju ke dalam dan bersambungan dengan jaringan interstisiil dari ambing. Jaringan penunjang ini merupakan jaringan penunjang ambing utama.
       6.  Jaringan 6 (tissue 6). Ini adalah merupakan tendo subpelvis, yang sebenarnya bukanlah jaringan penunjang ambing, tetapi merupakan tempat asal dari lapisan superfisialis dan profunda dari ligamenta suspensoria lateralis.
       7. Jaringan 7 (tissue 7). Dua buah jaringan yang berdekatan yang terdiri atas jaringan elastis yang tebal dan berwarna kuning membentuk ligamentum suspensorium medialis merupakan jaringan 7. Ligamentum ini berasal dari dinding perut dan terhambat   pada   permukaan medial dari ambing (Bambang.,1977).

III. SUPLAI DARAH PADA AMBING

Suplai darah ke ambing sebagian besar melalui arteri pudental (pudik) eksternal (Gb. 2), yang merupakan cabang dari pudendoepigastrik. Arteri pudentaleksternal bergerak kearah bawah melalui kanalis inguinalis yang berliku-liku dan terbagi menjadi cabang-cabang kranial dan kaudal yang mensuplai bagian depan dan belakang kuarter ambing pada sisi yang sama dari arteri tersebut. Arteri kecil yang mungkin tunggal atau sepasang yaitu arteri parineal yang bersambung dengan arteri pudental internal dan bergerak ke arah bawah dari vulva yang terletak cukup dalam pada kulit di garis median. Arteri parineal umumnya mensuplai sejumlah kecil darah kebagian kaudal dari kedua bagian (masing-masing separo bagian ) ambing.
 Aliran vena dari ambing kebanyakan melalui lingkaran vena pada dasar ambing yang melekat pada dinding abdominal. Lingkaran vena dibentuk dari vena-vena utama yang mengaliri ambing. Vena pudental eksterna menerima darah dari kedua bagian kuarter ambing, baik kranial maupun kaudal dari sisi yang sama. Kearah kranial masing-masing vena pudental eksternal bersambung dengan vena epigastrik superficial kaudal (subkutaneus abdominal) tepat pada atau didepan ambing, mengakiri lingkaran vena. Masing-masing vena sub kutaneosa abdominal merupakan vena yang berliku-liku, pada sapi yang memproduksi susu banyak. Vena tersebut berjalan kearah depan di dalam bidang sagital dari lateral sampai garis tengah dinding abdominal sebelah ventral (Frandson, 1992).
 
            Pembuluh-pembuluh Limfa
  Pembuluh-pembuluh limfa mengaliri ambing tampak pada permukaan, dibawah kulit, terutama pada sapi yang produksi susunya banyak. Pembuluh limfa tersebut mengalir dari seluruh ambing, meliputi puting susu , sampai ke inguinal superficial (mammary atau supra mammary) nod lymphatikus berada di dekat lingkaran inguinal superficial (eksternal) diatas bagian kaudal dari dasar ambing (Frandson, 1992).

IV.  HISTOLOGI KELENJAR SUSU
       1.  Alveolus
       Komponen utama dari jaringan sekretorik adalah alveolus. Tiap-tiap alveolus berbentuk bulatan dan tersusun atas satu lapis sel epitel yang meliputi suatu rongga yang disebut lumen. Sel-sel epitel bersandar pada membrana propria. Air susu dari sel epitel disekresikan kedalam lumen alveoli dan dialirkan kedalam saluran kecil yang disebut ductus intercalaris. Ductuli ini tergabung membentuk ductus intralobulair. Sel-sel myoepitel terletak diantara membrana propria dan sel-sel epitel. Myoepitel bila diaktivir oleh oksitosin akan berkontraksi menyebabkan air susu dalam alveoli terperas keluar dan ditampung dalam lumen. Tiap-tiap alveolus dikelilingi oleh kapiler-kapiler darah yang membawa darah yang mengandung bahan-bahan pembentuk air susu “milk precursors”, kedalam sel epitel untuk sintesa air susu (Bambang, 1977).

      2.   Lobuli dan Lobi
Sekelompok alveoli yang terletak sacara fungsional dalam satu unit disebut lobulus, yang mempunyai ductus dan dibungkus oleh kapsula jaringan ikat. Sebuah lobulus dari sapi yang laktasi terdiri atas 150-220 alveoli dan mempunyai volume sebanyak 0,7 – 0,8 mm3. Segerombolan lobuli bergabung menjadi satu dan mempunyai ductus yang lebih besar. Lobuli-lobuli membentuk lobus dan dibungkus oleh bungkus jaringan ikat. Pada sapi jaringan ikat ini nampak berwarna putih sedangkan jaringan sekretorik berwarna seperti daging atau ke-kuning-kuningan. Perbedaan warna ini dapat dilihat dengan mata telanjang pada penampang lintang dari kelenjar susu (Bambang, 1977).
       3.   Ductus
 Adanya lobi dan lobuli dan ductus-ductusnya memudahkan identifikasi dari ductus intralobulair (dalam lobulus), ductus interlobulair (diantara lobulus), ductus intra lobus (dalam lobus) dan ductus intra lobus (diantara lobus). Pembatasan dari ductus tergantung dari lokasinya didalam kelenjar susu. Ductus-ductus yang kecil (ductus intercalaris dan intralobulair) terdiri atas membrane propria yang mempunyai lapisan epitel kolumner yang membentuk ductus lumen menjadi bulat. Permukaan membrana propria dikelilingi oleh sel-sel myoepitel sepanjang sumbu dari ductus. Ductus interlobulair mempunyai struktur dan tampak luar yang sama dengan ductus intralobulair. Para ahli menganggap bahwa ductus yang mempunyai satu lapis sel-sel epitel mampu mengadakan sekresi air susu. Ductus-ductus yang besar mempunyai lebih dari satu lapis sel epitel. Sel-sel epitel kuboid bersandar pada membrane propria dan diliputi oleh lapisan dalam dari sel-sel epitel kolumner. Seluruh epitel ductus dan cistern dari sapi diliputi oleh sel-sel myoepitel yang nampaknya sedikit lebih tebal dan padat dibanding dengan alveoli. Makin besar suatu ductus, makin tebal lapisan jaringan ototnya, tetapi makin kecil lapisan jaringan ikatnya.  Berkas-berkas elastis mengelilingi saluran-saluran susu baik yang besar maupun yang paling kecil (ductuli). Banyaknya jaringan elastis yang mengelilingi saluran  susu pada ductus-ductus yang besar dan lebih sedikit terdapat ductus-ductus yang kecil ukurannnya menjadi sangat jarang pada ductus intercolaris (Bambang, 1997).

4.   Teat dan Gland Sistern.
Teat dan Gland cistern seperti pada ductus-ductus yang besar dibatasi oleh dua lapis sel –sel epitel. Lapisan dalam tersusun atas sel-sel kuboid dan lapisan atasnya terdiri atas sel-sel silindris. Sel-sel itu bersandar pada lapisan jaringan ikat longgar. Berkas-berkas otot campuran sangat banyak didaerah ini dan terdapat pula beberapa berkas otot yang longitudinal. Glandula accossorius yang kecil dijumpai pada dinding dari teat cistern dan gland cistern pada sapi. Kelenjar ini kecil dan nampak seperti lobuli dari jaringan sekretorik. Glandula accessories tersusun atas bangunan yang seperti alveoli kecil yang mempunyai lumen dan sel-sel epitel kuboit (Bambang, 1997).
 5.   Epitel, Otot dan Struktur dari Puting Susu .
Epitel yang membatasi teat meatus serupa dengan epidermis dari kulit putting, kecuali stratum corneum dari teat meatus sangat lebih tebal. Didalam kelenjar susu terdapat transisi dari epitel berlapis-lapis yang membatasi teat meatus menjadi epitel satu lapis yang membatasi lumen dari alveolu. Material yang membatasi teat meatus terdiri atas keratin. Ini merupakan bagian dari stratum corneum yang membatasi teat meatus yang melepaskan diri kedalam lumen dari teat meatus. Keratin putting peranannnya didalam mencegah masuknya bakteri penyebab mastitis. Lapisan dibawah keratin dalam otot meatus sama dengan yang terdapat pada epidermis.
Dinding dari puting susu sapi terdiri atas sejumlah besar jaringan ikat elastis yang berselang seling dengan berkas-berkas otot dimana didalamnya banyak sekali berkas-berkas yang longitudinal. Bagian tengah dari dinding puting susu yang disebut corpus cavernosum merupakan daerah yang kaya akan pembuluh limfe. Vena sangat banyak didaerah ini yang sangat sukar dibedakan dengan arteri karena dindingnya sangat tebal. Perbedaan pokok antara arteri dan vena didaerah ini yaitu bahwa arteri mempunyai lumina yang membulat, sedangkan vena pipih. Disamping itu arteri tidak punya kelep, vena banyak mengandung kelep (Bambang , 1977).


DAFTAR PUSTAKA


AAK. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Bambang Wilkanta. 1977. Biologi Laktasi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Direktorat Budidaya.2003. Pedoman Teknis Model Pengembangan Ternak Perah. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2004.  Statistik Peternakan Tahun 2004 Statistical on Livestock 2004. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Jakarta.

Frandson, R.D.1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Subroto.1985. Ilmu Penyakit Ternak. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Sudomo, A , R.F. Rosdiana, B.S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agro Media Pustaka,  Bogor.













                 
     

Kesehatan Hewan Secara Umum

GEJALA DAN DIAGNOSA TERNAK SAKIT

Indikator Keberhasilan :

Setelah selesai mempelajari Gejala dan Diagnosa Ternak Sakit diharapkan memiliki kemampuan mengetahui beberapa macam gejala ternak sakit dan cara melakukan pemeriksaan klinis maupun mendiaknosanya dengan baik dan benar

Sakit merupakan perubahan phisiologis pada individu yang merupakan akibat dari penyebab penyakit. Dalam kegiatan agribisnis di bidang peternakan, penyakit merupakan hambatan utama dalam usaha meningkatkan produksi ternak. Oleh karena itu pengendalian yang berupa pencegahan atau pengobatan perlu dilakukan secara baik dan efisien.
Pencegahan penyakit dilakukan untuk menghindari agar ternak tidak terserang penyakit. Sedangkan pengobatan terhadap suatu penyakit dilakukan apabila ternak  sudah terserang penyakit. Telah diketahui bersama bahwa pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Hal ini karena dengan pengobatan biaya produksi menjadi lebih besar daripada biaya untuk pencegahan.
Ternak yang terserang penyakit harga jualnya juga menjadi lebih murah dari ternak yang sehat, bahkan mungkin bisa tidak laku di pasar.
 A.       GEJALA PENYAKIT
 Suatu penyakit dapat di identifikasi jenisnya apabila diketahui rangkaian gejalanya dan perubahan cairan tubuh atau cairan sel. Untuk dapat mengetahui ternak dalam keadaan sehat atau sakit, terlebih dahulu harus diketahui ciri-ciri atau penampilan secara umum ternak yang sehat maupun gejala-gejala ternak yang sakit. Gejala sakit yang ditemukan pada ternak yang masih hidup disebut gejala klinis.
 Gejala klinis dibedakan menjadi dua macam yaitu gejala klinis yang bersifat umum dan gejala klinis yang bersifat khusus.
 Gejala klinis khusus timbul sebagai reaksi dari kelainan suatu sistem organ tubuh ternak. Setiap kelainan dari sistim organ tubuh akan menunjukkan gejala yang yang khas. Secara mudah dapat dikatakan bahwa kelainan yang terjadi dari sistem organ pencernakan akan menunjukkan gejala yang berbeda dengan gejala yang timbul akibat kelainan dari sistem organ pernafasan, organ peredaran darah, organ reproduksi dan lainnya. Dengan mengamati gejala-gejala khusus yang timbul maka pemeriksaan lebih lanjut dapat lebih diarahkan.
Banyak perubahan-perubahan secara phisiologis yang dapat diamati diantaranya:
1. Perubahan suhu tubuh
   Setiap ternak mempunyai suhu tubuh normal yang tidak sama dan suhu tubuh tersebut pada umumnya akan banyak mengalami perubahan apabila individu tersebut dalam keadaan sakit, terutama akan terjadi kenaikan suhu tubuhnya.
2. Peradangan
   Peradangan terjadi karena adanya infeksi dalam tubuhnya. Adanya peradangan dalam tubuh ternak, biasanya ditandai dengan adanya kesakitan (rasa sakit), panas, kemerahan, kebengkakan.
3. Tidak ada atau kurangnya nafsu makan
    Hampir seluruh gejala sakit pada semua jenis penyakit akan ditandai oleh kurang adanya nafsu makan. Hal ini disebabkan karena pengaruh kondisi tubuh yang tidak normal atau tidak nyaman.
4. Depresi
   Tanda-tanda umum pada ternak yang sedang sakit biasanya sangat berhubungan dengan tingkah laku dan kondisi umum tubuh ternak. Untuk itu perlu diperhatikan
 a. Pengamatan
     Pengamatan terhadap sikap dan kondisi umum merupakan pemeriksaan awal
      untuk memastikan gejala-gejala yang berhubungan dengan penyakit.      
      Biasanya ternak yang sakit mempunyai kelainan sikap seperti pada saat ternak
    berdiri, duduk, berbaring dan berjalan. Sikap ternak ditentukan pula oleh  
                temperamen ternak tsb. Kondisi yang tidak normal seperti sikap kelainan  
                kaki yang berbentuk O, berbentuk X, kaki sempit ke bawah, dan lain-lain.
            b.  Nafsu Makan
         Nafsu makan merupakan salah satu naluri ternak untuk mempertahankan hidupnya. Pada ternak yang sehat maka nafsu makan pada umumnya normal, sehingga apabila ada ternak yang nafsu makannya kurang maka kemungkinan diduga adanya gangguan-gangguan pada pencernaan atau organ lainnya.
             c. Keadaan Kulit
         Keadaan kulit ternak perlu mendapat perhatian pada waktu pemeriksaan kesehatan karena keadaan kulit memperlihatkan status kesehatan dari ternak tersebut.
      d. Keadaan Bulu
                 Ternak yang sehat keadaan bulunya normal yaitu tampak mengkilat, lemas dan tidak rontok. Kelainan keadaan bulu dapat berupa kerontokan, bulu tampak suram, kering, kasar dan berdiri. Bulu yang rontok kebanyakan berkaitan dengan penyakit-penyakit seperti eksim, skabies, dermatitis, jamur, kutu, caplak dan lainnya. Keadaan bulu atau rambut berkaitan dengan ternak yang diperiksa, perawatan, dan sistem perkandangannya.
                e. Keadaan Moncong
         Moncong atau cungur ternak yang sehat adalah selalu basah, sehingga apabila dilakukan pemeriksaan moncong nampak kering maka ada kemungkinan ternak menderita demam. Perhatikan pula lubang hidung bila ada leleran hidung dan bau yang tidak wajar. Apabila ada perdarahan maka perlu diteliti keadaan selaput lendir hidung. Apabila hidung tampak kembang kempis, maka dapat diduga ternak menderita sesak napas.
               f. Suhu Badan
         Ternak termasuk homoiterm yaitu hewan yang berdarah panas. Suhu badan hewan tersebut tidak bergantung kepada suhu lingkungannya. Ternak yang sehat suhu badannya normal dan tidak dipengaruhi oleh suhu sekitarnya
              g. Kenaikan Suhu Badan
         Kenaikan suhu badan lebih dari suhu normal disebut demam. Demam yang disebabkan adanya infeksi bakteri, virus, jamur dan protozoa disebut demam patologis. Gejala-gejala klinis demam adalah menggigil, ada kenaikan denyut nadi, ada kenaikan angka pernafasan, lesu, suhu badan bagian luar tidak teratur, kotoran atau tinja yang mengeras dan urine mengental.
               h. Denyut Nadi
Pemeriksaan denyut nadi (pulsus) dilakukan dengan cara palpasi pada arteria atau nadi. Pada masing-masing ternak, frekuensi denyut nadi dapat ditentukan dengan memeriksa beberapa arteria. Kenaikan frekuensi denyut nadi menunjukkan adanya gangguan fungsi jantung, paru paru, hewan demam, anemia dan terjadi pada hewan-hewan yang sedang merasa kesakitan atau dalam keadaan tenang.
               i. Frekuensi Pernafasan
Pernafasan adalah proses pengambilan oksigen dari udara dan mengeluarkan karbon dioksida dari jaringan-jaringan tubuh lewat paru-paru. Pada waktu pemeriksaan pernafasan perlu diperhatikan frekuensi pernafasan.
               j. Pemeriksaan Mata
         Pemeriksaan Mata dilakukan dengan cara melihat bola mata, bulu mata dan kelopak mata. Pada ternak yang keadaan matanya memperlihatkan kelainan maka perlu diperiksa kemampuan melihatnya yaitu dengan cara menggerakkan tangan di depan matanya atau dengan cara mengamati refleks dari pupil mata.
             k. Feses/Kotoran
         Keadaan feses yang tidak normal ada hubungannya dengan penyakit dan gangguan pencernakan. Pada feses dapat juga dibuktikan adanya investasi parasit dalam. Oleh karena itu pemeriksaan untuk feses perlu dilakukan, terutama jika ternak menunjukkan gejala-gejala atau keadaan feses yang mencurigakan. Bentuk fisik kotoran yang tidak normal dapat berupa mencret atau diare.
               l. Urine
Pemeriksaan fisik urine meliputi jumlah urine per hari, warna, bau, berat jenis dan sedimen. Warna urine yang normal berwarna kuning muda hingga kuning kecoklatan. Urine yang normal berbau amoniak. Nilai Normal Frekuensi Urininasi.
                m. Vulva
         Pemeriksaan vulva dilakukan secara inspeksi yaitu dengan memperhatikan vulva dan cairan yang keluar.
              N. Keadaan Air Susu
Pemeriksaan fisik pada ambing dilakukan secara inspeksi yaitu dengan cara memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi pada kulit dan puting. Kelainan yang mungkin terjadi dapat diamati dengan memperhatikan warna, bau, dan lendir atau gumpalan yang terdapat dalam air susu. Keadaan fisik air susu perlu dicurigai apabila menampakkan gejala-gejala seperti air susu menjadi kuning kemerah-merahan berbau tidak segar. Atau terasa asin dan terlihat gumpalan-gumpalan yang halus. Air susu yang berlendir atau mengandung darah dan nanah atau air susu yang terasa asam dapat dijumpai bila ambing menderita mastitis.

         B. PEMERIKSAAN KLINIS
 Mendiagnose suatu penyakit perlu juga dilakukan pemeriksaan secara klinis, yaitu dengan jalan menelusuri atas riwayat kejadian penyakit dan pemeriksaan secara fisik bagi penderita. Namun gangguan-gangguan klinis pada ternak tidak dikenal batasan-batasannya sehingga diagnosispun tidak selalu dapat ditentukan. Oleh sebab itu ahli klinis harus dapat menentukan masalahnya setuntas mungkin dan memulai dengan melakukan pengobatan atau pencegahan sebelum diagnosis dapat ditentukan. Beberapa hal yang dilakukan dalam pemeriksaan klinis diantaranya:
 1.     Menelusuri Riwayat Penyakit
                    Catatan kejadian yang telah berlangsung sebelum si ternak mendapat pemeriksaan dari dokter hewan merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan diagnosis. Riwayat penyakit merupakan hasil tangkapan indera
       dan kadang-kadang kalau pemeriksaan ini dilakukan oleh seorang awam beresiko menyesatkan. Pada penelusuran riwayat penyakit, harus juga ditelusuri mengenai penyakit yang terdahulu, tipe kandangnya, pakannya, air dan sebagainya. Demikian juga riwayat tentang vaksinasi dan pengobatan yang telah diberikan.
            Informasi yang perlu dicatat dan dilaporkan adalah:
            a.     Kondisi ternak atau status tiap kelompok
            b.    Kejadian kematian
            c.     Tanggal waktu pemberian vaksin
 2.     Pemeriksaan Umum
                      Pemeriksaan umum merupakan pemeriksaan terhadap keadaan lingkungan yang meliputi tingkat sanitasi lingkungan, konsistensi tinja dan urine dalam kandang, tingkat pencemaran dan kualitas pakan dan air, pemeriksaan terhadap tanaman beracun maupun bahan kimia yang mencurigakan, serta kelakuan hewan baik dalam keadaan berdiri maupun tiduran, seperti:
              a.  Adanya kelainan dalam mastikasi yaitu cara mengunyah makanan;
              b. Prehensi (mengambil makanan) atau kemampuan lidah dan bibir untuk hal
                  tersebut.
                      Pemeriksaan umum hewan sakit dimulai dari suatu jarak yang tidak mengganggu ketenangan dan sikap penderita. Oleh sebab itu pemeriksaan umum dilaksanakan dari jarak agak jauh dan dilakukan dari berbagai arah yaitu depan, belakang dan kedua sisi hewan.
         3.  Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara palpasi, inspeksi visual dan penciuman serta pendengaran. Palpasi dan inspeksi visual ini digunakan untuk:
a. Mengenal kelainan-kelainan kecil atas susunan anatomi
b. Menilai kepekaan terhadap rasa sakit
c. Tanda peradangan dan tumor
d. Kelainan konsistensi seperti busung
e. Pengapuran yang patologik Pemeriksaan secara penciuman dapat dilakukan untuk penderita yang mengalami radang di dalam mulut atau saluran pernafasan yang biasanya disertai dengan bau pernafasan yang busuk.
 Pemeriksaan dengan cara mendengar, misalnya digunakan untuk menentukan diagnosis secara pasti terhadap lokasi jaringan yang berisi gas didalam perut. Caranya dengan menggunakan stetoskop. Pada umumnya ternak yang sehat mempunyai nilai normal parameter faali        
          4.  Pemeriksaan Bagian-Bagian atau Wilayah Tubuh                  
Pada ternak besar pemeriksaan akan lebih mudah apabila didasarkan pada wilayah-wilayah tubuh misalnya wilayah kepala dan leher, dada dan perut sebelah kiri, wilayah belakang, dan wilayah dada dan perut perut sebelah kanan. Pada pemeriksaan terhadap semua wilayah, maka kulit dan bulu perlu diperiksa terhadap adanya lesi dan parasit luar. Kulit yang longgar pada saat mencubit kulit leher, mewujudkan nilai tingkat hidrasi yang meningkat dari tubuh.
 5.  Penentuan Gejala Ternak Sakit
Penentuan gejala penyakit perlu periksaan secara teliti dan sistematik. Pemeriksaan ini dimulai dari:
a. Inspeksi
                   Inspeksi dilakukan dengan cara melihat, mengamati dan memeriksa semua permukaan tubuh mulai dari lubang hidung, telinga, lesi pada kulit, anus dan semua bagian tubuh secara seksama. Inspeksi ini dapat dibantu dengan menggunakan alat-alat seperti stetoskop, vaginoskop atau dengan menggunakan alat Rontgen.
                b. Palpasi
Palpasi adalah memeriksa dengan cara meraba semua permukaan tubuh. Cara palpasi ini digunakan untuk menilai kepekaan terhadap rasa sakit, proses peradangan, tumor dll
                C. Perkusi
                   Perkusi yaitu memeriksa lebar daerah paru-paru dengan cara mengetuk-ngetuk atau memukul-mukul dengan mempergunakan alat yang terdiri atas perkusi hamer dan pleksimeter yang dipukul dan diletakkan langsung pada kulit.
                 d. Auskultasi
                   Auskultasi yaitu memeriksa jantung dan paru-paru dengan cara mendengarkan suaranya. Alat yang digunakan adalah stetoskop.
                e. Pemeriksaan Bau
                   Melakukan pemeriksaan adanya bau-bauan yang bermacam-macam yang menunjukkan adanya kelainan.
f. Penentuan Denyut Nadi
                   Melakukan perhitungan denyut nadi dengan cara memegang pembuluh nadi dan menghitung detak nadi dalam satuan waktu Frekuensi Pernafasan, Pulsus dan Gerakan Rumen tertera pada Tabel dibawah.
 g.  Pengambilan Contoh
                     Mengadakan punctie yaitu membuat tusukan pada bagian badan yang sakit untuk mendapatkan cairan-cairan dengan menggunakan trokar atau kanul.
h.     Pemeriksaan Laboratorium
     Pemeriksaan laboratorium
                    a. Fisik: bau, rasa dan warna
                    b. Chemis: yaitu pemeriksaan secara biokimia seperti mengukur gula    
                        darah, ureum dalam darah, protein dalam urine dan lain-lain
                    c. Histopatologik: Pemeriksaan seperti perubahan patologi, anatomis,
                        kelainan jaringan dan lain-lain
                    d. Mikroskopis: Pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan
                        mikroskop
                      e. Pembiakan: Pemeriksaan dilakukan dengan cara membiakkan atau   
                         dengan melakukan perkembangbiakan terlebih dahulu.
                      f. Penyuntikan hewan percobaan
                     g. Haemotologik. Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengamati
                         sel darah
                      h. Serologik. Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara mengamati
                          serum atau cairan darah.
              Ciri-ciri ternak yang sehat :
a.Badan cukup berisi / tidak kurus
b.     Bulu mengkilat dan lemas
c.   Lincah, aktif, berjalan dengan langkah yang teratur
d.     Mata bersinar, terbuka dan jernih. Selaput lendir tidak pucat, tidak merah dan tidak kuning
e.Kulit halus dan mengkilat
f.    Nafsu makan baik, memamah biak dengan tenang
g.     Suhu tubuh normal
h.     Tidak ada tanda-tanda penyakit khusus seperti batuk, keluarnya ingus, bengkak, berak encer, perut kembung, kencing keruh, menderita nyeri dsb.
 Ciri-ciri Ternak yang sakit mempunyai gejala-gejala umum seperti berikut ini:
a. Tidak ada atau kurangnya nafsu makan
b. Depresi
c. Lesu
d. Mata tidak bersinar
e. Kulit pucat
f.   Bulu kusut/kusam atau tidak mengkilat
g. Perubahan suhu tubuh
h. Kadang-kadang disertai dengan peradangan
 PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT

Indikator keberhasilan
Setelah selesai mempelajari Program Pencegahan Penyekit, diharapkan dapat memahami cara cara pencegahan masuknya penyakit ke dalam farm.
 Kesehatan ternak sangat penting agar ternak dapat berproduksi dengan optimal dan produk yang dihasilkan berkualitas baik. Pada kesehatan ternak terdapat 4 hal yang disarankan untuk menuju Good Management Practices (GMP) , masing-masing dijelaskan sebagai berikut: Mencegah penyakit masuk ke farm, Memiliki program pengelolaan kesehatan yang efektif, Menggunakan obat-obatan sesuai dengan saran dokter hewan atau sesuai aturan yang tertera pada label kemasan obat, dan Melatih orang yang sesuai.
 A.   Mencegah Penyakit Masuk Ke Farm
          1.    Membeli ternak yang sehat untuk dipelihara dan mengontrol kesehatan sapi setelah masuk kandang. Sebelum masuk ke usaha ternak kita, sapi harus diperiksa kesehatannya terutama untuk sapi yang didatangkan dari daerah yang terjangkit penyakit. Bila dimungkinkan kita bisa mencari surat keterangan sehat dari dinas peternakan.
                          2.     Menjamin agar alat angkut yang membawa sapi ke usaha ternak kita tidak membawa bibit penyakit. Hal ini bisa dilakukan dengan menghindari alat angkut yang habis dipakai membawa ternak mati atau ternak sakit. Bisa juga diakukan dengan menyemprot dengan bahan desinfektan semua kendaraan yang masuk farm kita.
       3.   Memiliki pembatas keamanan/ pagar. Pagar membatasi ternak, hewan liar memasuki farm kita. Ternak dari luar farm dan hewan liar berpotensi membawa bibit penyakit jika memasuki farm kita.
         4.    Membatasi orang dan hewan liar memasuki farm. Orang dan kendaraan yang mengunjungi beberapa farm dapat menyebarkan bibit penyakit ke ternak. Jika diperlukan, semprot terhadap orang dan kendaraan yang memasuki farm serta batasi pengunjung dan kendaraan. Perlakukan pengunjung untuk meminimalkan penyakit, misalnya jaga kebersihan kendaraan dari kotoran sapi. Pengunjung di persilahkan menggunakan pakaian dan sepatu pelindung dan catat semua pengunjung, karena pengunjung dan hewan liar dapat menyebarkan penyakit.
          5.  Memiliki program untuk mengendalikan binatang pengganggu. Binatang pengganggu antara lain tikus, burung dan  serangga dapat menyebarkan penyakit ke sapi. Pastikan kita mempunyai program pengendalian binatang tersebut. Hal yang perlu dijaga antara lain tempat pemerahan, tempat penyimpanan pakan, kandang dan lain-lain.
          6.  Gunakan peralatan yang bersih. Peralatan yang digunakan pada budidaya sapi harus dijaga kebersihan. Untuk alat yang disewa dari luar harus dipastikan bahwa peralatan tersebut bersih dan bebas penyakit. Perlakukan dengan hati-hati peralatan yang dipinjam dari luar.
     B.  Memiliki Program Pengelolaan Kesehatan yang Efektif
      1. Membuat Sistem Identifikasi Ternak. Sapi dapat diindentifikasi oleh orang yang datang untuk melakukan tugas tertentu. Identifikasi harus dibuat permanen dan unik sehingga setiap ternak dapat diidentifikasi dari lahir sampai mati. Identifikasi yang banyak digunakan adalah memasang anting telinga (ear tag), tato, freeze branding dan microchips.
    2. Mengembangkan pengelolaan kesehatan yang berfokus pada pencegahan. Program pencegahan meliputi semua aspek yang berkaitan dengan pengelolaan farm. Pencegahan kesehatan yang paling lazim adalah melakukan vaksinasi ternak Obat-obatan pencegah penyakit dapat digunakan jika tidak ada strategi lain untuk mencegah penyakit, misalnya penggunaan antibiotika dengan dosis tertentu.
    3. Memeriksa Kesehatan Ternak jika ada Gejala Penyakit. Amati ternak secara reguler untuk mendeteksi adanya gejala penyakit. Gunakan metode yang akurat untuk mendeteksi dan mendiagnosis penyakit. Beberapa cara dapat menggunakan termometer anus, pengamatan tingkah laku sapi, kondisi tubuh, dan pengujian susu. Jika hasil diagnosis menunjukkan penyakit harus diperlakukan dengan baik.
    4. Ternak sakit harus ditangani dengan baik secepat mungkin. Perlakukan ternak yang sakit, luka dan kondisi kesehatannya  jelek setelah mendapat hasil diagnosis. Tindakan diperlukan untuk mengurangi akibat infeksi dan meminimkan sumber patogen.
    5. Isolasi ternak sakit dan pisahkan produksi susu dari ternak sakit atau ternak sedang diobati. Untuk mengurangi penyebaran penyakit, isolasi ternak sakit pada tempat khusus. Gunakan prosedur yang ada untuk memisahkan susu dari ternak sakit agar tidak tercampur dengan susu dari ternak sehat.
    6. Buatlah catatan terhadap semua perlakukan dan ternak yang pernah diobati. Catatan ternak yang pernah diobati perlu dibuat agar semua orang yang berkepentingan mengetahui perlakukan apa saja yang pernah diberikan. Gunakan cara untuk menandai ternak yang sakit, misalnya menggunakan cat untuk menandai sapi yang terserang penyakit mastitis.
    7. Menjaga penyakit yang dapat menular ke manusia (Zoonosis). Peternak harus menjaga penyakit yang dapat menulari manusia pada level yang tidak berbahaya. Produk ternak harus dijaga agar tidak terkontaminasi penyakit, misalnya anthrax, bakteri pada susu, dan lain-lain

KESEHATAN PEMERAHAN

Indikator keberhasilan:

Setelah mempelajari Kesehatan Pemerahan diharapkan  dapat memahami cara pemerahan yang baik sesuai dengan prosedur yang ada, sehingga dihasilkan susu yang berkualitas.
 Pemerahan merupakan kegiatan yang penting dalam budidaya sapi perah ( FH / PFH ), dan kambing perah ( Kambing Etawa, Kambing Saanem, Kambing Togenburg, Kambing Nubian ) , Konsumen menghendaki susu yang berkualitas tinggi, sehingga pengelolaan pemerahan ditujukan untuk meminimalkan kontaminasi mikroba, bahan kimia dan kotoran lainnya. Pemerahan yang baik disamping akan menghasilkan susu yang berkualitas tinggi dan menjaga kesehatan sapi maupun kambing perah.
 A.     Pemerahan tidak Melukai Sapi / Kambing dan tidak mengotori Susu
Sapi / kambing yang diperah harus memiliki identifikasi, untuk mengetahui statusnya apakah sapi / kambing  laktasi, kering, sedang diobati, susunya abnormal karena penyakit, atau sedang diberi antibiotik. Jadi identifikasi diperlukan untuk menentukan langkah selanjutnya.
 B.     Persiapan Ambing sebelum Pemerahan
Bersihkan dan keringkan puting sapi atau kambing  yang kotor. Ambing dan puting yang basah harus dikeringkan. Harus tersedia air bersih selama kegiatan pemerahan. Periksalah ambing dan puting sebelum pemerahan, apakah ada indikasi mastitis atau penyakit lainnya.
  C.     Menggunakan Teknik Pemerahan yang Konsisten
Pemerahan harus menggunakan teknik pemerahan yang baik, kesalahan teknik dapat menyebabkan sapi atau kambing  terserang mastitis dan cedera atau melukai sapi/ kambing . Teknik pemerahan yang benar:
1. Siapkan sapi / kambing dengan baik sebelum pemerahan
2. Untuk pemerahan dengan mesin ( sapi ) , usahakan udara yang masuk sesedikit mungkin, pasang dan lepas cup mesin perah dengan halus
3. Untuk pemerahan dengan tangan, tangan pemerah harus bersih, dan dapat menggunakan sedikit paslin atau minyak untuk menghidari puting lecet,
4. Minimumkan pemerahan berlebihan
5. Semprotkan larutan Iodium setelah pemerahan
 D.     Pemerah Mengikuti Aturan Kesehatan
   Pemerah harus mengenakan pakaian yang sesuai dan bersih, menjaga kebersihan tangan dan lengan selama pemerahan, jika memiliki luka harus dibalut, dan tidak menderita penyakit infeksi. Penyakit dapat meluas jika terkena kotoran atau mencemari susu.
 E.     Ternak Sehat, Bebas Nyeri dan Cedera
  Ternak harus diperiksa secara reguler untuk mendeteksi adanya cedera atau sakit. Kandang dan tempat pemerahan lantainya tidak boleh licin untuk mengurangi peluang cedera sapi. Sapi / kambing yang laktasi harus diperah secara reguler.
  Jangan menggunakan prosedur dan proses yang menyebabkan ternak nyeri misal pada dehorning (penghilangan tanduk), kastrasi dan lain-lain. Menyediakan fasilitas beranak yang nyaman, dan memeriksa secara reguler apakah sapi / kambing  memerlukan bantuan pada saat melahirkan.
  Prosedur pemasaran pedet/ cempe harus baik, penjualan dilakukan setelah lepas sapih, dan menggunakan alat transportasi yang memadai.
   Jika ternak harus dibunuh difarm karena sakit parah, harus digunakan cara yang tidak menyakitkan.
  Hindari cara pemerahan yang salah karena bisa menyebabkan sapi cedera.
  1.  kesehatan dan kesejahteraan ternak
  2.  Mampu mengelola produksi ternak
    3.  Menangani ternak dengan baik dan dengan cara yang benar,   
         mengantisipasi penyebab masalah dan tindakan pencegahan.
  
HYGIENE DAN SANITASI

Indikator Keberhasilan :
 Setelah selesai mempelajari Hygiene dan Sanitasi diharapkan memahami pengertian hygiene dan sanitasi.
 Tantangan utama dalam proses pembangunan bangsa adalah menciptakan SDM yang cerdas, sehat, berkualitas dan produktif. Dan ini berkorelasi positif dengan asupan protein hewani.
Protein hewani adalah protein lengkap karena memiliki semua asam amino esensial dan ini mempengaruhi pemanfaatan protein oleh tubuh
Agar Protein dari pangan asal hewan tidak rusak diperlukan penanganan dengan sanitasi dan hygiene yang baik.
Pangan asal hewan adalah makanan yang berpotensi berbahaya karena dapat mengandung bibit penyakit ( kuman/ bakteri, virus, cacing, racun dll ).
Kesmavet : Segala urusan yang berhubungan dengan bahan-bahan yang berasal dari hewan, yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan  manusia( PP no 22 tahun 1983)
 A. HIGIENE
Hygiene adalah: Kesehatan masyarakat yang khusus meliputi segala usaha melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan badan dan jiwa, baik untuk umum maupun untuk perorangan, dengan tujuan memberikan dasar dasar kelanjutan hidup yang sehat serta mempertinggi kesejahteraan dan daya guna perikehidupan manusia   ( ringkasnya kondisi kesehatan atau suatu tindakan untuk mencapai kesehatan )
 1.      Cara Penanganan makanan yang hygienis
Keuntungan:
a.       Menjamin kualitas dan keamanan pangan asal ternak
b.      Meningkatkan kepercayaan dalam keamanan produk dan produksi
c.       Mengurangi kerugian dan pemborosan
d.      Menjamin efisiensi penerapan HACCP
e.       Diakui secara nasional/ internasional
f.        Memenuhi persyaratan/ peraturan/ spesifikasi/standar Persyaratan :
 2. Lingkungan sarana pengolahan
     a. Lingkungan terawatt aik, bersih bebas pencemaran ( bebas polusi asap, debu,   
          bau kontaminan lain, banjir hama)
b.      Tempat pembuangan sampah tertutup,
c.   Jauh dari pemukiman padat dan kumuh
d.   Sarana jalan tersedia baik,
     e.   Sistim drainase lancer
f.    Instalasi pengolahan limbah baik
     3.  Bangunan dan fasilitas
                 a. Disain, konstruksi dan tata ruang sesuai tujuan sehingga proses produksi lancer dan 
                       teratur terhindar dari kontaminasi silang bebas hama
       b. Ruang bersih terpisah dengan ruang kotor
       c.  Lampu penerangan berpelindung
   d. Intensitas cahaya cukup
        e.  Aliran udara dibuat dari daerah bersih ke daerah kotor
        f.  Pengatur suhu ruang
   4.   Peralatan Pengolahan
         a. Alat mudah dibersihkan, dipelihara dan disanitasi
    b. Mudah dibongkar pasang
         c. Bahan kuat, tidak korosif dan tidak beracun
         d. Penempatan sesuai alur proses, teratur sehingga pekerjaan menjadi mudah dan aman
         e.Peralatan dilengkapi penunjuk ukuran ( timbangan, suhu dll)
5.  Fasilitas dan Kegiatan.
a.      Air untuk pengolahan ( bahanbaku, pencucian alat/ bahan) sesuai baku mutu air minum
b.      Air untuk keperluan lain (pemadam api, pendingin) terpisah
c.      Ketersediaan air cukup dengan tempat penampungan
d.      Fasilitas air panas
 e.      Pembuangan limbah cairtidak mencemari sumberair bersih dan makanan
f.        Fasilitas pencuci untuk makanan berbeda untuk alat
     g. Fasilitas hygiene karyawan untuk menjamin kebersihan karyawan dan menghindari pencemaran produkseperti sarana cuci tangan, tempat ganti pakaian dan lockeruntuk menjamin
6.      Sistim pengendalian hama
Hama ( tikus, burung, kelelawar, serangga dan hama lain) dicegah masuk kedalam bangunan tempat pengolahan
7.      Hygiene karyawan
a.                Karyawan rutin diperiksa kesehatannya
b.                Selalu menjaga kebersihan diri, mengenakan baju kerja, penutup kepala     sepatu dan perlengkapan lain
c.                 Jangan menduduki/ menyandari peralatan
d.                Jangan sentuh hidung, mulut wajah telinga rambut
e.                Tidak merokok, makan, minum saat bekerja
f.                   Jangan bersin/ batuk di depan produk pangan
g.                Jangan menggunakan make up dan parfum berlebihan di area produk pangan
8.      Pengendalian proses
a.                Produksi dilakukan sesuai alur proses
b.                Daging, susu dan hasil olahan dilakukan dengan proses rantai dingin
c.                 Bahan baku dan produk yang lainsesuaikan SOP
 d.                PenyiTmpanan bahan pangan dan non pangan dipisahkan sesuai SOP
e.                ransportasi pangan dan non pangan dipisah sesuai SOP
Sanitasi adalah: suatu penataan kebersihan yang bertujuan meningkatkan/ mempertahankan keadaan suatu tempat atau benda yang sehat sehingga tidak berpengaruh negative terhadap lingkungan hidup sekitarnya ( ringkasnya kondisi kebersihan atau suatu tindakan untuk mencapai kebersihan).
Delapan  kunci persyaratan Sanitasi
1.      Keamanan air
a.   Keamanan suplai air yang kontak dengan produk pangan
b.   Keamanan air untuk produksi, cuci produk, alat, sarana lain dan minum
c.   Monitoring air yang digunakan
2.      Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan
Permukaan dibuat dari bahan yang aman, (nonyoxic, nonabsorbent, tahan karat, tahan terhadap pembersihan dan bahan sanitasi ).
3.      Pencegahan kontaminan silang
a.      Pemisahan bahan dengan produk siap onsumsi
b.      Desain sarana dan prasarana mencegah kontaminasi
c.      Cara mencegah kontaminasi silang ( pisahkan penanganan bahan baku dengan produk jadi, Pembersihan dan sanitasi area alat pengolahan, praktek hygiene pekerja, arus pergerakan pekerja dalam tempat usaha).
 4.      Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet
a.      Kondisi dan fasiliytas cuci tangan, air tersedia cukup, ada bahan sanitasi
b.      Tempat cuci tangan terletak di jalan masuk/keluar ruang produksi
c.      Kondisi dan fasilitas toilet: air tersedia cukup, rajin dibersihkan, ada bahan sanitasi
d.      Toilet harus agak jauh dari ruang produksi dengan pintu tidak mengarah ke ruang produksi
e.      Bahan sanitasi jangan sampai habis
5.      Proteksi dari bahan bahan kontaminan
a.      Agar produk aman lindungi bahan produk pangan dari microbial, bahan kimia dan fisik. ( panas, kelembaman
b.      Jauhkan kontaminan dari bahan dan permukaan yang kontak langsung dengan bahan.
c.      Simpan bahan dalam ruang tertutup yang suhu, aliran udara dan kelembabannya disesuaikan dengan kondisi bahan.
d.      Hindari ruang penyimpanan dari genangan air walau bahan itu basah.
6.      Pelabelan, penyimpanandan penggunaan bahan toksin yang benar
a.      Untuk menjamin bahwa pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin adalah benar untuk proteksi produk dari kontaminasi
b.      Atur tempat penyimpanan bahan yang beracun dengan benar
c.      Setelah dipakai kembalikan ketempat semula
d.      Bila label rusal segera diperbaiki
e.      Periksa keamanan produk dari kontaminasi.
7.      Pengawasan kondisi kesehatan pekerja
Untuk mengetahui pekerja yang mempunyai tanda tanda penyakit, luka atau kondisi
8.      Menghilangkan Hama dari unit pengolahan
a.      Hama tidak boleh ada dalam bangunan pengolahan
b.      Hama yang mungkin membawa penyakit diantaranya: lalat, hewan pengerat, burung
c.      3 program Hama control adalah: hilangkan tempat persembunyian pest, hilangkan pest dari ruang pengolahan, cegah pest masuk.

Lampiran
DAFTAR PUSTAKA


Anonimus, 1992. Diagnosa Klinik Pada Ruminansia, Balai Penyidikan Penyakit Hewan Wilayah IV Yogyakarta 1992.

Anonimus, A. 2005. Manual Untuk Paramedis Kesehatan Hewan, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah Ungaran 2005

Anonimus, A. 2008. Kumpulan perundang undangan di bidang kesehatan hewan, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah Ungaran 2008

Anonimus, A. 2008. Kumpulan peraturan di bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah Ungaran 2008

Anonimus, A. 2011. Manual for Mastitis control program in Developing countries, The project for Improvement Of Countermeasures on Productive Disease in Dairy Cattle  2011

Arif Hidayat, Drh, 2002, Kesehatan Reproduksi, Japan International Cooperation Agency, PT Sonysugema Pressindo Bandung 2002


Nugroho, C.P, 2008. Agribisnis Ternak Ruminansia Jilid 2 untuk SMK, Direktorat Pembinaan  ekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

Retno Widayani, 2008. Kesehatan Hewan, Swagati Press Cirebon, 2008.












Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Total Tayangan Halaman

Copyrights  © edna disnak 2012 and introducing Panasonic S30

Back to TOP