FISIOLOGI DAN PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN PADA SAPI
Pendahuluan
Periode kebuntingan adalah periode dari bertemunya ovum (sel telur) dengan spermatozoa sampai partus (melahirkan) atau kelahiran individu muda. Selama periode ini sel-sel tunggal membelah dan berkembang menjadi organisasi yang lebih tinggi yaitu individu. Tingkat kematian pada periode ini, yaitu periode ovum, periode embrio, maupun fetus lebih tinggi dibanding setelah individu lahir. Keluarnya fetus mati dan yang ukurannya dapat dikenali disebut abortus. Keluarnya fetus yang hidup dan pada waktunya disebut lahir. Lahirnya individu baru sebelum waktunya disebut prematur.
Berdasarkan ukuran individu dan perkembangan jaringan serta organ, periode kebuntingan dibedakan atas tiga bagian yaitu periode ovum / blastula, periode embrio / organogenesis dan periode fetus/ pertumbuhan fetus.
Tabel. Panjang badan fetus pada sapi dan sapi sesuai umur kebuntingan
Kebuntingan | Sapi | Sapi |
(bulan) | (cm) | (cm) |
--------------------------- | ------------------------------- | ------------------------------- |
1 | 0.8 | 09 - 1.0 |
2 | 6 | 4 – 7.5 |
3 | 15 | 10 – 14 |
4 | 28 | 15 – 25 |
5 | 40 | 25 – 34 |
6 | 52 | 35 – 60 |
7 | 70 | 55 – 70 |
8 | 80 | 60 – 80 |
9 | 90 | 80 – 90 |
10 | | 70 – 130 |
11 | | 100 – 150 |
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Membrana Fetus dan Plasenta
1. Membran fetus
Fungsi membran fetus adalah : melindungi fetus, sebagai sarana transport nutrisi dari induk ke fetus, sarana penampung sisa hasil metabolisme, tempat sintesa enzim dan hormone. Membran atau selaput fetus terdiri dari : kantong kuning telur primitif, amnion, alantois dan korion atau tropoblas
Amnion. Kantong amnion mengandung cairan amnion. Volume cairan amnion pada sapi : 2000-8000 . Sumber cairan amnion yaitu epitel amnion dan urine fetus (awalnya), air ludah dan sekresi nasopharynk. Cairan ini membantu kelahiran karena licin seperti lendir
Allantois. Kantong allantois berisi cairan allantois yang jernih seperti air, kekuningan dan mengandung albumin, fruktosa dan urea. Kantong allantoin : menyimpan zat buangan dari ginjal fetus. Volume cairan allantois akhir masa kebuntingan pada sapi : 4000-15000 ml.
Korion. Korion merupakan lapisan terluar dari membrane fetus yang berhubungan langsung dengan endometrium.
2. Plasenta Plasenta terdiri dari dua bagian, yaitu Plasenta fetus (korio-alantois) disebut juga kotiledon dan plasenta induk (endometrium) disebut juga karunkula. Penggabungan karunkula dengan kotiledon disebut plasentom
- Peranan / fungsi plasenta :mensintesis zat-zat yang diperlukan fetus, menghasilkan enzim dan hormon (P4 dan E) serta menyimpan dan mengkatabolisir zat-zat lain.
Tali Pusat
Tali pusat menghubungkan fetus dengan plasenta. Panjang tali pusat pada sapi sekitar 30 - 40 cm. Untuk lebih amannya agar tidak terjadi perdarahan dan infeksi maka tali pusat yang telah putus sebaiknya diligasi. Akibat panjang tali pusat, kadang-kadang tali pusat selama kebuntingan melingkari kepala, leher dan badan fetus sehingga menyebabkan kematian fetus akibat suplai darah ke fetus terganggu.
Perubahan-perubahan Organ Reproduksi
Pada vulva dan Vagina, vulva semakin edematous dan lebih vaskuler. Mukosa vagina pucat dan likat kering selama kebuntingan dan menjadi edematous dan lembek pada akhir kebuntingan. Servik tertutup rapat-rapat. Kripta endoservikal bertambah jumlahnya dan menghasilkan mukus yang sangat kental dan menyumbat saluran servik (sehingga disebut sumbat servik) selama kebuntingan dan mencair segera sebelum partus.
Pada uterus, uterus membesar secara progresif sesuai usia kebuntingan. Pada ligamentum pelvis dan symphisis pubis terjadi relaksasi sejak awal kebuntingan dan meningkat secara progresif menjelang partus
Bentuk Dan Lokasi Uterus Bunting
Pada hewan piara uterus tertarik ke depan dan ke bawah masuk ruang abdomen. Pada ruminansia uterus bunting lokasinya disebelah kanan abdomen. Pada akhir kebuntingan, panjang fetus membentang dari diapragma sampai pelvis. Pada sapi bentuk uterusnya tubuler memanjang, sedangkan pada babi uterusnya sangat panjang terletak pada lantai abdomen.
Pada pertengahan kebuntingan posisi fetus terletak pada sembarang arah. Pada kebuntingan yang lanjut, posisi fetus adalah longitudinal terhadap sumbu panjang induk dalam presentasi anterior dengan kepala dan kedua kaki depannya mengarah ke servik. Sapi, babi, anjing dan kucing punggung mengarah ke dinding abdomen yang kemudian merotasi menjelang partus yaitu punggungnya mengarah punggung induk.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan fetus seperti :
1. Genetik : Spesies, bangsa, litter size dan genotipe
2. Lingkungan seperti; Induk (nutrisi, size) dan plasenta ( aliran darah, ukuran }
3. Hormon Fetus seperti thyroid, insulin dan hormon pertumbuhan
Kembar
Kebuntingan kembar kadang-kadang banyak terjadi pada hewan unipara. Pada sapi kejadiannya 0,5 – 4 %. Kejadian kembar identik (monozigotik) atau fratenal (dizigotik) adalah 4 – 6 % dan 93 – 95 %.
Kelahiran kembar pada hewan unipara tidak dikehendaki karena: Angka abortus yang tinggi; yaitu sekitar : 30 – 40 %, sering berakhir dengan prematur, anak-anaknya lebih kecil dan lemah, sering menyebabkan involusi tertunda, retensi plasenta, metritis septika, kemajiran sementara dan distokia, dan jarak beranak yang panjang
Secara garis besar penyebab kebuntingan kembar dibedakan atas: 1. Pengaruh lingkungan: a. musim (Biasanya dikaitkan dengan perbaikan makanan), b. usia induk ( 5 – 6 tahun biasanya kejadian kembar tinggi, 8 – 12 tahun kejadian kembar rendah), c. penjantan, d. pemberian FSH. 2. Herediter ( bangsa, perbedaan induk-pejantan dan turunannya)
Lama Kebuntingan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi lama kebuntingan yaitu :
1. Faktor induk yang muda lebih pendek masa bunting dibanding yang tua.
2. Faktor fetus: liter size, jenis kelamin (jantan lebih lama)
3. Faktor genetik: spesies, bangsa, dan genotif fetus
4. Faktor lingkungan: nutrisi, temperatur dan musim
Kebuntingan yang diperpendek mungkin terjadi karena : Kembar, penyakit, kurang gizi dan hormonal (PGF2 alfa). Kebuntingan yang diperpanjang dapat karena : pemberian progesteron, dekapitasi fetus dan . abnormalitas fetus
Lama Kemampuan Reproduksi
Lama kemampuan reproduksi pada hewan piara pada dasarnya tergantung 2 faktor yaitu :
1. Kehidupan ternak terhenti karena: kelemahan fisik akibat penyakit dan kekurangan makan karena kehilangan gigi.
2. Kegiatan reproduksi terhenti karena: organ reproduksi mengalami kerusakan.
3. Lama Kemampuan reproduksi pada sapi perah sekitar 8 – 10 th dengan masa produksi 4 – 6 anak sedangkan pada sapi potong : 10 – 12 th dengan masa produksi 6 – 8 anak
Evaluasi Hasil Inseminasi Buatan
Penilaian atau evaluasi hasil inseminasi buatan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan inseminasi dan menentukan penyebab kegagalan dan keberhasilan menggunakan beberapa parameter. Hasil dari perhitungan evaluasi ini akan memperoleh data yang akurat dengan syarat komponen-komponen yang terlibat dalam program tersebut antara lain faktor pejantan dengan semen yang kualitas baik dan seragam serta petugas/inseminator dengan kualifikasi yang baik juga. Apabila salah satu faktor tersebut tidak terpenuhi maka akan diperoleh data yang tidak lengkap dan bahkan dapat menyesatkan. Evaluasi yang tidak benar akan berakibat kebijakan yang akan dan sedang dilakukan menjadi tidak optimal dan mengalami kerugian baik bagi peternak atau bagi pemerintah. Beberapa parameter/teknik evaluasi di bawah ini masinh kurang sempurna namun diharapkan dapat membantu memberikan gambaran secara praktis dan mudah dalam evaluasi hasil inseminasi buatan :
1. NR (Non Return Rate)
Prosentase hewan yang tidak kembali minta kawin atau bila tidak ada permintaan inseminasi lebih lanjut dalam waktu 28 s.d. 35 hari atau 60 s.d. 90 hari. Hewan yang tidak kembali diasumsikan hewan tersebut tidak estrus atau bunting, walaupun tidak menutup kemungkinan hewan yang mati, dijual, sakit dan tidak kembali dianggap bunting. Disamping itu metode ini masih sangat tergantung pada banyak hal antara lain metode pengukuran, kapan dilakukan inseminasi dan pernghitungan dan kondisi sapi sendiri seperti umur, musim, penyakit, semen, teknik perlakukan semen, kondisi betina, dll
Rumus yang dipakai adalah :
Jumlah sapi yang di IB – jumlah sapi yang kembali di IB
NR = ------------------------------------------------------------------------- x 100
Jumlah sapi yang di IB
2. CR (Conception Rate)
Prosentase sapi yang bunting pada inseminasi pertama atau juga dikenal dengan angka konsepsi. Angka konsepsi ditentukan berdasarkan hasil diagnosa dari dokter hewan atau petugas lain yang berwenang pada umur 40 sampai 60 hari sesudah inseminasi, rumus yang digunakan adalah :
Jumlah betina bunting yg didiagnosa secara rektal
CR = ---------------------------------------------------------------- x 100
Jumlah seluruh betina yang diinseminasi
Angka konsepsi ditentukan tiga faktor yaitu , fertilitas pejantan, fertilitas betina dan inseminator.
3. S/C (Service per Conception)
Rata-rata jumlah pelayanan inseminasi yang dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadinya kebuntingan atau konsepsi. Nilai S/C normal berkisar antara 1,6 s.d. 2,0 dengan syarat faktor pejantan, betina dan petugas dalam kondisi yang baik.
4. Calving Rate
Prosentase jumlah anak yang lahir dari hasil satu kali inseminasi. Cara ini digunakan karena sering terjadi tingginya angka kematian pada masa bunting dari induknya (abortus) dan kesulitan penentuan kebuntingan pada bunting umur muda, sehingga penilaian dilakukan sampai anak ersebut lahir. Disamping itu dapat digunakan untuk penilaian terhadap kemampuan dan kesanggupan induk dalam memelihara kebuntingan sampai partus.
PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN
Melaksanakan diagnosa kebuntingan secara dini pada suatu peternakan sapi sangat dianjurkan dalam rangka manajemen peternakan. Pemeriksaan kebuntingan yang termurah dan praktis dapat dilakukan mulai 50 hari setelah perkawinan.
Secara garis besar ada dua indikasi dalam menentukan kebuntingan yaitu;
- Indikasi kebuntingan secara ekternal, meliputi;
- lewat catatan recording
- adanya anestrus
- pembesaran abdomen
- berat badan meningkat
- adanya gerakan fetus
- kelenjar air susu membesar
- gerakan sapi lambat
- bulunya mengkilat
- Indikasi kebuntingan secara internal
o dapat dilakukan pemeriksaan secara per-rektal
o cara ini lebih mudah, praktis, murah dan cepat
o dapat dilakukan setelah 50 –60 hari perkawinan.
o dengan cara ini dapat ditentukan adanya;
v perubahan pada kornu uteri
v adanya kantong amnion
v adanya penggelinciran selaput janin
v adanya fetus
v adanya plasentom dan fremitus
Dalam menentukan kebuntingan seringkali kita terkecoh, terutama bagi dokter hewan yang sudah lama tidak praktek atau yang belum berpengalaman. Differensial diagnosa kebuntingan yang sering adalah adanya tumor, mummifikasi fetus, pyometra, mukometra.
Diagnosa kebuntingan mempunyai arti yang penting dalam ;
a) menentukan bunting tidaknya hewan
b) menanggulangi problem infertilitas seawal mungkin
c) meningkatkan efisiensi managemen
Metode diagnosa kebuntingan dengan cara;
a) deteksi fetus dengan per-rektal (PKB) atau dengan USG
b) menentukan perubahan fisik tubuh induk
c) menentukan perubahan endokrin terutama progesteron (P4)
Diagnosa kebuntingan
1. Pada sapi, umumnya dengan PKB (50 – 60 hari setelah perkawinan) atau dapat dengan assay P4 (hari ke 21 – 24 sesudah kawin)
2. Pada kuda, umumnya dengan PKB atau dapat dengan bioassay (hari ke 40 – 120) atau dapat dengan assay kimia E (hari ke 150 – 250)
3. Pada babi, dapat dengan PKB, atau dengan teknik ultrasonik (gelombang suara) dan dikenal dengan efek doppler (dilakukan pada hari ke 30), atau dengan histologi vagina (95 % ketepatannya)
4. Pada kambing dan domba, dapat dengan radiografi (setelah hari ke 55), ultrasonik (hari ke 60), laparatomi, pemeriksaan abdomen dan perubahan fisik induk
5. Pada anjing, dapat dengan palpasi abdomen (setelah hari ke 40), ultrasonik -¾® mulai hari ke 30, radiografi, pemeriksaan hematologi mulai minggu ke 3 (eritrosit, Hb dan PCV menururun dibanding normal
0 komentar:
Posting Komentar