Infrastruktur Pembangkit Biogas
1. PENDAHULUAN
Ketika seseorang berbicara mengenai biogas, biasanya yang dimaksud adalah gas yang dihasilkan oleh proses biologis yang anaerob (tanpa bersentuhan dengan oksigen bebas) yang terdiri dari kombinasi methane (CH4), karbon dioksida (CO2), Air dalam bentuk uap (H20), dan beberapa gas lain seperti hidrogen sulfida (H2S), gas nitrogen (N2), gas hidrogen (H2) dan jenis gas lainnya dalam jumlah kecil.
Secara lebih singkat, biogas dapat diartikan sebagai “gas yang diproduksi oleh makhluk hidup”.
Dalam artikel seri pertama ini penulis tidak akan menceritakan mengenai konsep konsep yang melatarbelakangi biogas secara mendalam untuk menghindari terlihat seperti text-book :). Akan tetapi disini penulis akan menceritakan dan mendokumentasikan pengalaman penulis mengenai pembuatan dan instalasi pembangkit (digester) biogas di areal Manglayang Farm yang menggunakan bahan baku kotoran sapi seperti yang telah penulis lakukan.
Pembangkit yang kami buat adalah pembangkit biogas terbuat dari plastik polyethylene tubular dengan tipe pembangkit horizontal continous feed, biasa disebut juga tipe plug-flow, atau terkadang disebut juga sebagai model Vietnam karena dikembangkan terakhir disana.
Pertimbangan kami mengadopsi tipe ini adalah: a. Biaya relatif rendah b. Instalasi relatif mudah c. Bahan serta alat yang digunakan dapat ditemukan di sekitar kota Bandung.
Ada banyak tipe pembangkit biogas yang telah diciptakan dan dikembangkan. Tidak kurang dari Kolombia, Etiopia, Tanzania, Vietnam dan Kamboja telah mengembangkan pembangkit dengan harga murah, dengan tujuan utama mereduksi biaya produksi dengan menggunakan bahan bahan baku yang tersedia di lokal dan instalasi dan proses operasi yang sederhana. (Botero dan preston 1987; Solarte 1995; Chater 1986; Sarwatt et al 1995; Soeurn 1994; Khan 1996).
Model yang digunakan ini berbasis dari model “red mud PVC” yang dikembangkan oleh Taiwan seperti dijelaskan oleh Pound et al (1981) yang kemudian lebih disederhanakan lagi oleh Preston dan kawan kawan untuk pertama kali di Etiopia (Preston unpubl.), dan Kolombia (Botero dan Preston 1987) dan terakhir dikembangkan di Vietnam (Bui Xuan An et al 1994).
Tujuan utama kami melakukan instalasi pembangkit biogas di areal Manglayang Farm adalah bukan pencapaian produksi gas yang maksimal. Namun selain sebagai proses pembelajaran teknologi, juga untuk mendapatkan hasil keluaran dari pembangkit biogas yang merupakan pupuk organik dengan kualitas baik.
2. PERSIAPAN INFRASTRUKTUR PEMBANGKIT
Mari kita lihat konsep dasar alur proses produksi biogas.
Tahapan awal adalah mempersiapkan bahan baku organik yang dapat dicerna oleh bakteri dan mikroorganisme yang ada didalam pembangkit biogas. Dalam hal ini karena instalasi biogas dilakukan di areal peternakan sapi perah, bahan baku utama yang digunakan adalah kotoran sapi. Perlu diketahui, bahwa apabila yang menjadi tujuan utama dari instalasi biogas adalah pencapaian produksi gas yang optimal, kotoran sapi bukan bahan baku yang baik.
Tahap selanjutnya adalah yang kami sebut dengan fase input. Di dalam fase ini dilakukan pengolahan terhadap bahan baku agar dapat memenuhi persyaratan yang telah kami tentukan sebelumnya yaitu:
a. Filtrasi pertama.
Target dari penyaringan ini adalah bahan baku tidak mengandung serat yang terlalu kasar. Serat kasar disini berarti sampah sampah atau kotoran kandang selain kotoran ternak, seperti batang dan daun keras, sisa batang rumput dan kotoran lainnya yang sebagian besar adalah sisa sisa pakan ternak yang terlalu kasar. Hal ini dapat menimbulkan scum/buih dan residu di dalam pembangkit yang dapat mengurangi kinerja dari pembangkit itu sendiri.
b. Pencampuran dengan air dan pengadukan.
Dilakukan pencampuran kotoran sapi dan air. Air sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam pembangkit sebagai media transpor. Oleh karenanya tahapan ini cukup krusial mengingat campuran yang terlalu encer atau terlalu kental dapat mengganggu kinerja pembangkit dan menyulitkan dalam penanganan effluent (hasil keluaran pembangkit biogas). Sebagai panduan dasar, campuran yang baik berkisar antara 7% - 9% bahan padat. Disini juga dilakukan pengadukan agar campuran bahan organik – air dapat tercampur dengan homogen.
c. Filtrasi kedua
Target kami dengan melakukan penyaringan tahap kedua adalah untuk memisahkan kotoran sapi sebagai bahan baku organik pembangkit dengan bahan anorganik lain yang lolos di saringan tahap pertama terutama pasir dan batu batu kecil. Proses ini cukup penting mengingat kandungan bahan anorganik (pasir) di dalam pembangkit tidak dapat dicerna oleh bakteri dan dapat menyebabkan residu di dasar pembangkit.
d. Pemasukkan bahan organik
Kami membuat semacam katup/keran sederhana agar proses pemasukkan bahan organik kedalam pembangkit dapat dilakukan dengan semudah mungkin.
Memang cukup banyak parameter parameter yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pembangkit biogas ini (parameter dan syarat syarat lain seperti temperatur, rasio karbon – nitrogen, derajat keasaman dan lainnya mudah mudahan dapat kami singgung di tulisan selanjutnya). Nampaknya hal hal inilah yang menjadi kendala operasi dalam pemasyarakatan dan penggunaan pembangkit biogas secara masal di banyak negara.
Target kami dalam melakukan desain pembangkit dan infrastruktur ini adalah pengerjaan dan operasi dapat dilakukan oleh anak kandang atau pegawai kebun. Sehingga proses proses yang rumit ini harus dibuat sesederhana mungkin dan tidak menambah beban pekerjaan pegawai lebih banyak.
2.1 BAK MIXER
Di dalam bak ini kotoran ternak dicampur dengan air untuk kemudian dialirkan menuju pembangkit. Ukuran bak pencampur yang kami buat adalah 50x50x50cm sehingga volume yang dapat ditampung dengan kapasitas maksimum 80% bak adalah 100 liter. Desain bak permanen dengan bahan semen dan batu bata.
Bak mixer ini memiliki celah miring di kedua sisinya sebagai tumpuan filter/screen untuk memisahkan serat yang terlalu kasar. Screen ini dapat diangkat untuk dibersihkan.
Screen terbuat dari kawat ayam dengan mesh +/- 1cm. Sebelumnya kami sudah mencoba dengan mesh yang lebih rapat, namun ternyata kotoran sapi tidak dapat lewat mesh tersebut. Dengan mesh 1cm inipun kami masih merasa terlalu rapat. Pada gambar terlihat bahwa serat yang kasar tersangkut pada screen.
Desain ini kami anggap masih belum cukup baik, karena untuk melakukan penyaringan, masih diperlukan effort yang besar untuk mengayak kotoran tersebut.
Di bagian belakang bak ini (arah kiri pada gambar 4) terdapat 1 buah lubang (¾”) untuk overflow apabila air terlalu penuh atau apabila bak terisi air hujan. Kemudian 1 lubang lagi (2”) untuk pencucian/drainase dan 1 lubang (PVC 4”) dengan sumbat untuk pengaliran bahan baku ke dalam pembangkit.
2.2 PARIT PEMBANGKIT
Pembangkit yang terbuat dari plastik polyethylene kami tempatkan semi-underground, setengah terkubur di dalam tanah. Untuk itu perlu dibuatkan semacam parit sebagai wadah agar pembangkit yang berbentuk tubular dapat disimpan dengan baik.
Parit ini berukuran panjang 6m, lebar atas 95cm, lebar bawah 75cm, tinggi di ujung input adalah 85cm, dan tinggi di ujung output 95cm. Untuk lebih jelas, perhatikan skema berikut.
Gambar 5: Skema parit pembangkit.
(1) Dimensi Parit. (2). Bentuk parit yang cekung pada dasar, membentuk mangkok.
Dimensi parit yang dibuat sangat tergantung pada dimensi pembangkit yang akan dibuat dan tentu ukuran plastik polyethylene (PE) yang tersedia di pasaran. Kami menggunakan plastik PE dengan lebar bentang 150cm, sehingga apabila membentuk tubular, diameternya sekitar 95cm. Kapasitas pembangkit yang kami buat kurang lebih 4000 liter. Parit ini memiliki inklinasi sekitar 2 – 3 derajat turun mengarah ke lubang output. Inklinasi ini dibuat untuk memaksimalkan volume pembangkit yang dapat diisi oleh bahan baku.
Setelah dilakukan penggalian parit, pembentukan dinding parit dapat dilakukan dengan campuran semen-tanah, semen-batu bata, atau seperti yang kami lakukan, menggunakan campuran air dan tanah saja. Hal ini dilakukan untuk menekan biaya produksi. Tanah galian dicampur dengan air dan diaduk aduk dengan cara di injak injak hingga didapatkan tanah yang memiliki tekstur liat. Setelahnya dengan menggunakan sendok tembok dapat dibuat dinding, persis seperti menembok dengan semen. Cara ini sangat murah dan sederhana, namun memang dari sisi ketahanan tidak baik, karena pengaruh suhu, dan campuran yang tidak homogen dinding tanah akan mudah retak dan pecah. Dinding ini perlu kami buat karena lokasi pembangkit berada di tanah urugan, sebaiknya memang parit dibuat di tanah bukan urugan, sehingga pembuatan dinding dapat memanfaatkan kekerasan tanah yang ada.
Seperti terlihat pada gambar, bagian atas parit untuk sementara ditutupi dengan bekas karung agar tidak pecah sebelum kantung plastik pembangkit masuk ke dalamnya. Yang perlu diperhatikan juga adalah kerataan permukaan pinggir dan dasar parit. Pastikan tidak ada batu atau akar yang tersisa yang dapat melukai kantung plastik. Selain itu buatkan selokan kecil di sekeliling parit agar air tidak masuk ke dalam instalasi pembangkit.
Ketika seseorang berbicara mengenai biogas, biasanya yang dimaksud adalah gas yang dihasilkan oleh proses biologis yang anaerob (tanpa bersentuhan dengan oksigen bebas) yang terdiri dari kombinasi methane (CH4), karbon dioksida (CO2), Air dalam bentuk uap (H20), dan beberapa gas lain seperti hidrogen sulfida (H2S), gas nitrogen (N2), gas hidrogen (H2) dan jenis gas lainnya dalam jumlah kecil.
Secara lebih singkat, biogas dapat diartikan sebagai “gas yang diproduksi oleh makhluk hidup”.
Dalam artikel seri pertama ini penulis tidak akan menceritakan mengenai konsep konsep yang melatarbelakangi biogas secara mendalam untuk menghindari terlihat seperti text-book :). Akan tetapi disini penulis akan menceritakan dan mendokumentasikan pengalaman penulis mengenai pembuatan dan instalasi pembangkit (digester) biogas di areal Manglayang Farm yang menggunakan bahan baku kotoran sapi seperti yang telah penulis lakukan.
Pembangkit yang kami buat adalah pembangkit biogas terbuat dari plastik polyethylene tubular dengan tipe pembangkit horizontal continous feed, biasa disebut juga tipe plug-flow, atau terkadang disebut juga sebagai model Vietnam karena dikembangkan terakhir disana.
Pertimbangan kami mengadopsi tipe ini adalah: a. Biaya relatif rendah b. Instalasi relatif mudah c. Bahan serta alat yang digunakan dapat ditemukan di sekitar kota Bandung.
Ada banyak tipe pembangkit biogas yang telah diciptakan dan dikembangkan. Tidak kurang dari Kolombia, Etiopia, Tanzania, Vietnam dan Kamboja telah mengembangkan pembangkit dengan harga murah, dengan tujuan utama mereduksi biaya produksi dengan menggunakan bahan bahan baku yang tersedia di lokal dan instalasi dan proses operasi yang sederhana. (Botero dan preston 1987; Solarte 1995; Chater 1986; Sarwatt et al 1995; Soeurn 1994; Khan 1996).
Model yang digunakan ini berbasis dari model “red mud PVC” yang dikembangkan oleh Taiwan seperti dijelaskan oleh Pound et al (1981) yang kemudian lebih disederhanakan lagi oleh Preston dan kawan kawan untuk pertama kali di Etiopia (Preston unpubl.), dan Kolombia (Botero dan Preston 1987) dan terakhir dikembangkan di Vietnam (Bui Xuan An et al 1994).
Tujuan utama kami melakukan instalasi pembangkit biogas di areal Manglayang Farm adalah bukan pencapaian produksi gas yang maksimal. Namun selain sebagai proses pembelajaran teknologi, juga untuk mendapatkan hasil keluaran dari pembangkit biogas yang merupakan pupuk organik dengan kualitas baik.
2. PERSIAPAN INFRASTRUKTUR PEMBANGKIT
Mari kita lihat konsep dasar alur proses produksi biogas.
Tahapan awal adalah mempersiapkan bahan baku organik yang dapat dicerna oleh bakteri dan mikroorganisme yang ada didalam pembangkit biogas. Dalam hal ini karena instalasi biogas dilakukan di areal peternakan sapi perah, bahan baku utama yang digunakan adalah kotoran sapi. Perlu diketahui, bahwa apabila yang menjadi tujuan utama dari instalasi biogas adalah pencapaian produksi gas yang optimal, kotoran sapi bukan bahan baku yang baik.
Tahap selanjutnya adalah yang kami sebut dengan fase input. Di dalam fase ini dilakukan pengolahan terhadap bahan baku agar dapat memenuhi persyaratan yang telah kami tentukan sebelumnya yaitu:
a. Filtrasi pertama.
Target dari penyaringan ini adalah bahan baku tidak mengandung serat yang terlalu kasar. Serat kasar disini berarti sampah sampah atau kotoran kandang selain kotoran ternak, seperti batang dan daun keras, sisa batang rumput dan kotoran lainnya yang sebagian besar adalah sisa sisa pakan ternak yang terlalu kasar. Hal ini dapat menimbulkan scum/buih dan residu di dalam pembangkit yang dapat mengurangi kinerja dari pembangkit itu sendiri.
b. Pencampuran dengan air dan pengadukan.
Dilakukan pencampuran kotoran sapi dan air. Air sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam pembangkit sebagai media transpor. Oleh karenanya tahapan ini cukup krusial mengingat campuran yang terlalu encer atau terlalu kental dapat mengganggu kinerja pembangkit dan menyulitkan dalam penanganan effluent (hasil keluaran pembangkit biogas). Sebagai panduan dasar, campuran yang baik berkisar antara 7% - 9% bahan padat. Disini juga dilakukan pengadukan agar campuran bahan organik – air dapat tercampur dengan homogen.
c. Filtrasi kedua
Target kami dengan melakukan penyaringan tahap kedua adalah untuk memisahkan kotoran sapi sebagai bahan baku organik pembangkit dengan bahan anorganik lain yang lolos di saringan tahap pertama terutama pasir dan batu batu kecil. Proses ini cukup penting mengingat kandungan bahan anorganik (pasir) di dalam pembangkit tidak dapat dicerna oleh bakteri dan dapat menyebabkan residu di dasar pembangkit.
d. Pemasukkan bahan organik
Kami membuat semacam katup/keran sederhana agar proses pemasukkan bahan organik kedalam pembangkit dapat dilakukan dengan semudah mungkin.
Memang cukup banyak parameter parameter yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pembangkit biogas ini (parameter dan syarat syarat lain seperti temperatur, rasio karbon – nitrogen, derajat keasaman dan lainnya mudah mudahan dapat kami singgung di tulisan selanjutnya). Nampaknya hal hal inilah yang menjadi kendala operasi dalam pemasyarakatan dan penggunaan pembangkit biogas secara masal di banyak negara.
Target kami dalam melakukan desain pembangkit dan infrastruktur ini adalah pengerjaan dan operasi dapat dilakukan oleh anak kandang atau pegawai kebun. Sehingga proses proses yang rumit ini harus dibuat sesederhana mungkin dan tidak menambah beban pekerjaan pegawai lebih banyak.
2.1 BAK MIXER
Di dalam bak ini kotoran ternak dicampur dengan air untuk kemudian dialirkan menuju pembangkit. Ukuran bak pencampur yang kami buat adalah 50x50x50cm sehingga volume yang dapat ditampung dengan kapasitas maksimum 80% bak adalah 100 liter. Desain bak permanen dengan bahan semen dan batu bata.
Bak mixer ini memiliki celah miring di kedua sisinya sebagai tumpuan filter/screen untuk memisahkan serat yang terlalu kasar. Screen ini dapat diangkat untuk dibersihkan.
Screen terbuat dari kawat ayam dengan mesh +/- 1cm. Sebelumnya kami sudah mencoba dengan mesh yang lebih rapat, namun ternyata kotoran sapi tidak dapat lewat mesh tersebut. Dengan mesh 1cm inipun kami masih merasa terlalu rapat. Pada gambar terlihat bahwa serat yang kasar tersangkut pada screen.
Desain ini kami anggap masih belum cukup baik, karena untuk melakukan penyaringan, masih diperlukan effort yang besar untuk mengayak kotoran tersebut.
Di bagian belakang bak ini (arah kiri pada gambar 4) terdapat 1 buah lubang (¾”) untuk overflow apabila air terlalu penuh atau apabila bak terisi air hujan. Kemudian 1 lubang lagi (2”) untuk pencucian/drainase dan 1 lubang (PVC 4”) dengan sumbat untuk pengaliran bahan baku ke dalam pembangkit.
2.2 PARIT PEMBANGKIT
Pembangkit yang terbuat dari plastik polyethylene kami tempatkan semi-underground, setengah terkubur di dalam tanah. Untuk itu perlu dibuatkan semacam parit sebagai wadah agar pembangkit yang berbentuk tubular dapat disimpan dengan baik.
Parit ini berukuran panjang 6m, lebar atas 95cm, lebar bawah 75cm, tinggi di ujung input adalah 85cm, dan tinggi di ujung output 95cm. Untuk lebih jelas, perhatikan skema berikut.
Gambar 5: Skema parit pembangkit.
(1) Dimensi Parit. (2). Bentuk parit yang cekung pada dasar, membentuk mangkok.
Dimensi parit yang dibuat sangat tergantung pada dimensi pembangkit yang akan dibuat dan tentu ukuran plastik polyethylene (PE) yang tersedia di pasaran. Kami menggunakan plastik PE dengan lebar bentang 150cm, sehingga apabila membentuk tubular, diameternya sekitar 95cm. Kapasitas pembangkit yang kami buat kurang lebih 4000 liter. Parit ini memiliki inklinasi sekitar 2 – 3 derajat turun mengarah ke lubang output. Inklinasi ini dibuat untuk memaksimalkan volume pembangkit yang dapat diisi oleh bahan baku.
Setelah dilakukan penggalian parit, pembentukan dinding parit dapat dilakukan dengan campuran semen-tanah, semen-batu bata, atau seperti yang kami lakukan, menggunakan campuran air dan tanah saja. Hal ini dilakukan untuk menekan biaya produksi. Tanah galian dicampur dengan air dan diaduk aduk dengan cara di injak injak hingga didapatkan tanah yang memiliki tekstur liat. Setelahnya dengan menggunakan sendok tembok dapat dibuat dinding, persis seperti menembok dengan semen. Cara ini sangat murah dan sederhana, namun memang dari sisi ketahanan tidak baik, karena pengaruh suhu, dan campuran yang tidak homogen dinding tanah akan mudah retak dan pecah. Dinding ini perlu kami buat karena lokasi pembangkit berada di tanah urugan, sebaiknya memang parit dibuat di tanah bukan urugan, sehingga pembuatan dinding dapat memanfaatkan kekerasan tanah yang ada.
Gambar 6: Parit pembangkit, bagian atas adalah bak mixer. | Gambar 7: Parit pembangkit, sudah dibuatkan tiang tiang untuk atap |
0 komentar:
Posting Komentar