Senin, 07 Maret 2011

Serba Serbi Pengolahan Susu: Mengenal Yogurt


Bagian 1 – Sejarah dan Perkembangan Yogurt

Banyak tulisan di Internet mengenai cara pembuatan yogurt, mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks dan teoritis. Tidak sedikit juga yang membingungkan karenanya . Namun sayangnya tulisan dalam bahasa Indonesia, khususnya di Internet, mengenai pembuatan susu fermentasi ini masih sangat sedikit. Hal ini kami rasakan sendiri ketika berusaha mencari literatur yang berhubungan dengan yogurt dalam bahasa Indonesia.
Untuk itu kami berinisiatif untuk membuat tulisan mengenai yogurt (atau yoghurt, atau yoghourt atau yogourt,) ini selain sebagai dokumentasi kegiatan yang kami lakukan juga sebagai alternatif referensi bagi para pembaca sekalian.
Mudah mudahan tulisan serba serbi pengolahan susu ini bisa dibuat serial dengan menambahkan tulisan mengenai pengolahan susu yang lain. Sehingga bisa semakin memperkaya khazanah dan wawasan kita mengenai pengolahan susu dan by-product-nya.

Kami mulai melakukan eksperimen membuat yogurt ini sekitar pertengahan November 2005, dan sampai sekarang (Desember 2005), karena ternyata mikrobiologi dan makanan itu sesuatu yang mengasyikan (dan mengenyangkan tentunya), kami senang melakukan eksperimen yogurt dalam waktu waktu luang yang kami miliki.

Yogurt ?

Yogurt (atau yoghurt) menurut definisi penulis adalah sebuah produk olahan hasil fermentasi (pemeraman, peragian) susu oleh mikroorganisme tertentu yang produk akhirnya (yogurt) harus mengandung mikroorganisme tersebut diatas yang masih aktif dan hidup (active-live-culture).

Rumit ? Memang :). Kenapa sih sedemikian njelimet ? pokoknya asal asam, yogurt lah dia. Mungkin begitu yang ada dipikiran sebagian pembaca :).
Pendapat penulis diatas didasarkan kepada bahwa tanpa kehadiran mikroorganisme tertentu tersebut dalam jumlah yang cukup, yogurt hanyalah susu asam belaka. (NYC; National Yogurt Association di Amerika bahkan mengirimkan petisi pada FDA untuk mengamandemen standar agar memasukkan jumlah bakteri minimal 10^7 CFU / gram pada standar yogurt).
Salah satu kelebihan yogurt justru adalah karena kehadiran mikroorganisme tersebut yang dapat memperbaiki dan menjaga sistem pencernaan kita.

Sayang penulis tidak dapat menemukan dokumen Standar Nasional Indonesia mengenai yogurt dalam versi online (ada pembaca yang memiliki copy dokumen ini ?). Padahal di situs web Badan Standarisasi Nasional; BSN memuat daftar standar yogurt yang tercantum pada dokumen SNI 01-2981-1992.

Legenda dan Sejarah Susu Fermentasi

Tidak ada satu literatur pun yang menyebutkan dengan pasti, kapan dan oleh siapa yogurt pertama kali diketemukan.
Banyak orang percaya bahwa asal muasal berbagai produk susu fermentasi berasal dari jaman dahulu kala ketika masyarakat kuno nenek moyang orang Bulgaria yang adalah suku nomaden penggembala ternak senang menyimpan dan membawa susu hasil hewan ternak ruminansia peliharaan mereka (terutama kambing) di dalam kantong yang terbuat dari kulit atau organ lambung binatang tersebut.

Tersebutlah di lereng selatan gunung tertinggi di Eropa, gunung Elbrus (5642m), yang terletak di Asia Tengah, daerah pegunungan Kaukasus. Walaupun berada di daerah pegunungan, lereng selatan ini berhawa panas karena terletak di antara Laut Hitam dan Laut Kaspia.
Legenda menyebutkan Yogurt ditemukan ketika seorang penggembala terlupa telah menyimpan susu di dalam kantong kulit tersebut, dan ketika teringat kembali, susu telah berubah menjadi cairan semi padat yang memiliki wangi harum dan berasa enak.
Kombinasi hawa panas dan kontaminasi mikroba tertentu yang hidup di lingkungan tersebut secara natural merubah dan menghasilkan sebuah produk olahan susu yang kita kenal sekarang dengan nama yogurt.
Mungkin tidak terlalu salah bila kita tetapkan bahwa yang menemukan yogurt adalah si yogurt itu sendiri .

Kosa kata yogurt berasal dari bahasa Turki yoğurt yang diturunkan dari kata kerja yoğurmak, yang berarti “memadukan/mencampurkan”, sebuah referensi yang menjelaskan bagaimana yogurt dibuat (Wikipedia). Kosa kata ini mulai diperkenalkan sekitar abad ke delapan, dan pada sekitar abad ke sebelas berubah menjadi “Yoghurt”.

Berbicara mengenai legenda yogurt tidak lengkap tanpa menyebut nama mikrobiologis asal Russia, Ilya Ilyich Mechnikov atau dikenal juga dengan nama Eli Metchnikoff (1845 – 1916). Beliau ini yang banyak membuat penelitian mengenai mikrobiologi dan sistem kekebalan membuat teori bahwa yogurt dan kandungan bakteri asam laktat-lah yang membuat orang Bulgarian memiliki kesehatan dan usia serta harapan hidup yang panjang.
Mechinkov-lah yang kemudian mempopulerkan yogurt ke seantero Eropa. Peluang ini kemudian ditangkap oleh seorang wiraswastawan asal Spanyol, Isaac Caracasso yang membuat yogurt dalam skala industri di Barcelona yang mengusung merk Danone – dikenal dengan Dannon di Amerika - pada tahun 1919.

Susu Fermentasi di Indonesia

Sama seperti legenda di tempat lain, sejarah dan asal muasal yogurt di Indonesia juga tidak jelas (setidaknya bagi penulis ). Penulis berpendapat yogurt sebetulnya sudah masuk ke Indonesia bersamaan sejak Belanda mulai masuk dan membawa budayanya kepada bangsa kita. Setidaknya literatur menunjukkan pada sekitar tahun 1906, Belanda memasukkan beberapa jenis sapi pedaging ke Sumba, Nusa Tenggara Timur dan kemudian menetapkan Sumba sebagai sentra pengembangbiakan ternak sapi daging dari jenis Ongole (India). Nampaknya sekitar tahun ini pula sapi perah mulai masuk ke Indonesia atas anjuran pemerintah Hindia Belanda (FAO, Livestock Industries of Indonesia Prior to the Asian Financial Crisis, 1999).
Sejarah juga mencatat bahwa pada sekitar tahun 1920, pemerintah Hindia Belanda menetapkan aturan mengenai produksi susu yang disebut Melk-Codex. Pada sekitar masa ini pula di daerah Lembang, Jawa Barat dibangun sebuah sentra peternakan sapi perah Baroe Adjak (Baru Adjak).

Dadih, susu fermentasi yang jadi tamu di negeri sendiri

Sebetulnya ada jenis produk susu fermentasi yang mirip dengan yogurt yang merupakan produk dalam negeri yaitu dadih. Dadih yang kurang lebih berarti gumpalan dalam adalah bahasa Melayu adalah minuman tradisional hasil fermentasi susu yang berasal dari Sumatera Barat. Dadih biasanya terbuat dari fermentasi susu kerbau yang disimpan di dalam ruas bambu segar, ditutup menggunakan daun pisang atau plastik kemudian didiamkan dalam suhu ruang (25 – 30oC) selama 24 – 48 jam. Setelah waktu tersebut, dengan bantuan berbagai mikroba yang ada di dalam bambu, air susu akan menggumpal menjadi semi padat seperti puding atau tahu putih. Saat ini dadih sedang dalam proses untuk mendapatkan hak paten dan dikembangkan lebih lanjut oleh para peneliti dari UGM.

Dadih memiliki aroma, cita rasa dan penampilan yang khas karena adanya pencampuran aroma susu dan bambu.Warna dadih putih kekuningan dan berasa asam. Ada dua jenis bambu yang sering digunakan oleh masyarakat Sumatera Barat, bambu gombong (Gigantochloa verticilata) dan bambu ampel (Bambusa vulgaris). Pemilihan bambu tersebut dikarenakan rasa pahit pada bambu, sehingga menghindarkan dari semut. Bambu yang digunakan adalah yang berumur sedang. Selain itu penutup tempat dadih biasa juga menggunakan daun keladi atau daun talas. (Surajudin, Fauzi R. Kusuma, Dwi Purnomo, Yoghurt: Susu Fermentasi yang Menyehatkan, Jakarta: AgroMedia Pustaka, 2005) Jujur, penulis lebih mengenal yogurt daripada dadih. Karenanya tertarik juga untuk mencoba membuat dadih dari susu sapi (bisa tidak ya?).


Bagian 2

Mikrobiologi Susu dan Yogurt Starter
Pengantar
Mikroorganisme adalah sebuah organisme kehidupan yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang. Ukuran yang digunakan untuk mikroorganisme adalah mikrometer (µ m); 1 µ m = 0.001 milimeter; 1 nanometer (nm) = 0.001 µ m.
Mikroorganisme dapat ditemukan dimana mana dan sangat berperan dalam semua kehidupan di muka bumi. Kaitannya dengan makanan, mereka dapat menyebabkan atau mencegah pembusukan, atau bahkan menyebabkan kita sakit.
Mikroorganisme dapat dibagi menjadi beberapa kelas, diantaranya adalah bakteri, fungi dan virus.
Susu, ketika di sekresi di dalam ambing ternak berada dalam keadaan yang steril. Namun ketika dalam perjalanan dari ambing menuju puting, bahkan sebelum susu keluar dari puting, susu sudah terkontaminasi oleh sedikit bakteri yang tinggal di dalam puting (apalagi jika puting tersebut kurang diperhatikan kebersihannya).
Walaupun demikian kontaminasi pada tahap ini boleh dibilang sangat sedikit dan masih terbilang aman, terkecuali apabila sapi menderita penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti Mastitis.
Oleh sebab itu, mikroorganisme dan kontaminasinya memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembuatan dan pengolahan susu.

Pertumbuhan Mikroorganisme
Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan daya hidup dan pertumbuhan dari mikroorganisme pada sebuah bahan makanan (faktor intrinsik), diantaranya adalah:
1. kandungan nutrisi
2. kandungan air
3. derajat keasaman (pH)
4. kandungan oksigen
5. struktur biologi
6. kandungan antimikrobial
Sedangkan faktor ekstrinsik yang berpengaruh terutama yang berkaitan dengan lingkungan tempat bahan makanan tersebut disimpan, yaitu suhu, kelembaban relatif, dan kandungan gas yang ada disekitar bahan makanan.
Dalam sebuah kelompok, mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran temperatur yang cukup luas. Namun jumlah dan jenisnya sangat berkaitan dengan suhu lingkungan dimana dia berada. Secara umum, menurut suhu, mikroorganisme dapat dibedakan menjadi 4 jenis utama:
  • Mikroorganisme Psycrophillic, tumbuh optimum pada suhu antara 20 to 30°C. Masih dapat tumbuh pada suhu dibawah 7°C. Dibagi dua kelompok lagi, Obligate Psychrophillic (0 - 15° C) dan Facultative Psychrophillic (0 - 40° C). Pada umumnya organisme inilah yang bertanggung jawab terhadap pembusukan dalam suhu ruang pendingin.
  • Mikroorganisme Mesophillic, tumbuh optimum pada suhu 30 to 40°C. Mikroorganisme mesofilik cenderung tidak tumbuh pada suhu dalam ruang pendingin (refrigerator).
  • Mikroorganisme Thermophillic, tumbuh optimum pada suhu 55 and 65° C.
  • Mikroorganisme Hyperthermophillic, yang hidup dengan baik pada suhu sangat tinggi (sampai 110 ° C, bahkan dalam percobaan, ada yang tahan pada suhu 130° C selama 2 jam).
Untuk setiap kelompok, tingkat pertumbuhan meningkat pesat sampai mencapai temperatur optimum, setelah itu pertumbuhan kembali menurun.
Mikroorganisme dalam Susu
Seperti telah disinggung diatas, susu berada dalam kondisi steril ketika di sekresi di dalam ambing, namun dalam perjalanan menuju puting, susu dapat terkontaminasi berbagai macam mikroorganisme. Apa saja mikroorganisme tersebut ?
Bakteri Asam Laktat (BAL), tidak berlebihan kiranya bila bakteri dalam genus ini disebut sebagai salah satu bakteri terpenting (yang sudah diketahui tentunya) dalam kehidupan manusia.
Lactic acid bacteria termasuk bakteri gram positif fakultatif dan secara umum tidak berbahaya, bahkan dibutuhkan oleh manusia dan hewan. BAL banyak ditemukan di sekeliling kita, sebagai contoh, BAL banyak ditemukan di sekitar vagina dan di dalam usus halus. BAL sangat berperan dalam membantu proses pencernaan kita. Kalau anda ingat minuman kesehatan Yakult, BAL inilah yang juga berperan dalam aspek kesehatan dari minuman tersebut selain kandungan mineral dan nutrisi lainnya. BAL mampu memproses karbohidrat dalam susu yang disebut laktosa menjadi asam laktat. Mereka secara natural ada didalam susu (murni) dan secara luas digunakan sebagai kultur starter dalam produksi berbagai macam produk olahan fermentasi susu.
Bakteri Coliform, coliform adalah mikroorganisme yang berbentuk batang (rod) dan memiliki gram negatif. Coliform memiliki sifat fakultative anaerob. Artinya bakteri ini normalnya dalam pernafasan aerobik memproduksi ATP (Adenosine Triphosphate, sebuah monomer yang berfungsi sebagai media transportasi energi kimia antar sel dalam makhluk hidup) apabila dalam lingkungannya tersedia oksigen. Apabila oksigen tidak tersedia, organisme ini dapat berubah menjadi pemproduksi asam laktat dan alkohol atau yang dikenal dengan nama fermentasi.
Coliform aktif tumbuh pada suhu sekitar 37° C. Organisme ini dapat menyebabkan pembusukan yang cepat pada susu karena mampu melakukan fermentasi pada laktosa pada suhu sekitar 35° C dan sekaligus juga memproduksi asam dan gas. Selain itu mereka juga mampu mendegradasi protein pada susu.
Coliform adalah organisme indikator. Artinya, kehadiran organisme ini sering diasosiasikan dengan organisme patogen, tapi tidak berarti bahwa coliform ini dengan sendirinya adalah patogen. Kehadiran coliform merupakan indikator yang baik bahwa sesuatu itu telah terkena kontaminasi.
Coliform dapat dimatikan dengan proses yang disebut HTST (High Temperature, Short Time) pada 72°C selama 16 detik.
Escherichia coli (E-coli) merupakan salah satu anggota dari kelompok coliform dan dapat melakukan fermentasi gula susu (laktosa) pada suhu 44°C.
Mikroorganisme Perusak pada Susu
Kualitas mikrobial dalam susu segar sangat penting bagi penilaian dan produksi produk susu yang berkualitas. Susu dapat disebut telah rusak apabila terdapat gangguan dalam tekstur, warna, bau dan rasa pada kondisi dimana susu tersebut sudah tidak patut lagi dikonsumsi oleh manusia. Kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme dalam makanan sering melibatkan degradasi dari zat zat nutrisi seperti protein, karbohidrat dan lemak, baik oleh mikroorganisme itu sendiri maupun enzim yang diproduksinya.
Secara umum pada susu mikroorganisme yang berperan dalam hal ini adalah organisme psikotrof. Meskipun kebanyakan dari kelompok ini dapat dihancurkan pada temperatur pasteurisasi, sayangnya, beberapa jenis seperti Pseudomonas fluorescens dan Pseudomonas fragi dapat memproduksi proteolitik dan lipolitik enzim yang stabil pada suhu tinggi dan dapat menyebabkan kerusakan.
Beberapa spesies dan keturunan dari Bacillus, Clostridium, Cornebacterium, Arthrobacter, Lactobacillus, Microbacterium, Micrococcus , dan Streptococcus dapat bertahan pada temperatur pasteurisasi dan sekaligus mampu tumbuh pada suhu dalam ruang pendingin yang pada akhirnya dapat menyebabkan masalah kerusakan dan pembusukan pada bahan makanan terutama susu.
Mikroorganisme Patogen pada Susu
Produksi susu yang higienis seperti penanganan yang cepat dan tepat, penggunaan alat produksi dan alat penyimpanan serta teknik teknik pasteurisasi telah menurunkan ancaman penyebaran penyakit melalui susu seperti tuberkulosis (TBC), brucellosis dan lain sebagainya. Walaupun masih menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan, terbukti sudah ada beberapa kasus penyakit yang berasal dari mengkonsumsi susu segar, atau produk susu sapi yang dibuat dari susu yang tidak di pasteurisasi dengan benar atau kurang baik dalam penanganan sepanjang proses produksinya. Beberapa bakteri patogen dalam susu segar dan produk susu yang masih menjadi perhatian saat ini antara lain:
Bacillus cereus
Listeria monocytogenes
Yersinia enterocolitica
Salmonella spp.
Escherichia coli O157:H7
Campylobacter jejuni
Perlu diungkapkan juga disini bahwa beberapa jenis jamur, kebanyakan dari spesies Aspergillus, Fusarium, dan Penicillium dapat tumbuh dalam media susu dan produk susu lainnya. Apabila kondisinya memungkinkan, organisme ini dapat memproduksi zat mycotoxin yang dapat berbahaya bagi kesehatan.
Biakan Pengawal Yogurt
Yogurt starter culture, agak sulit mencari padanan kata ini dalam bahasa Indonesia. Tapi baiklah, kultur starter yogurt atau biasa disebut starter atau kultur saja adalah sekumpulan mikroorganisme yang digunakan dalam produksi biakan atau budidaya dalam pengolahan susu seperti yogurt atau keju.
Seperti diketahui, ‘kebun binatang dan hutan raya’ yang secara natural ada di dalam susu memiliki berbagai kekurangan. Flora dan fauna mikro yang secara natural ada didalam susu ini dianggap tidak efisien, tidak dapat dikendalikan atau bahkan telah hancur akibat perlakuan (biasanya panas) pada media susu itu sendiri.
Kekurangan ini sebagian besar disebabkan karena kita tidak tahu dengan pasti (tanpa dilihat dengan mikroskop) hewan dan tanaman mikro apa saja yang ada di dalam susu tersebut. Dengan menggunakan biakan kultur tertentu, masalah masalah yang ada diatas dapat di hindari.
Kultur starter yang dibiakan oleh manusia (sekarang umumnya dilakukan di laboratorium) dimulai ketika orang mulai memisahkan gumpalan whey/dadih atau krim yang didapat dari proses fermentasi sebelumnya yang berhasil. Dan menggunakannya sebagai inokulan atau starter untuk pembuatan produk selanjutnya.
Dengan menggunakan kultur starter ini dapat dihasilkan karakteristik tertentu yang lebih mudah dikendalikan sehingga menghasilkan produk fermentasi yang diinginkan. Secara umum, fungsi utama dari kultur ini adalah untuk memproduksi asam laktat (lactic acid) dari gula yang ada dalam susu (laktosa).
Selain itu, kultur dapat digunakan juga untuk mengatur:
  • rasa, aroma dan tingkat produksi alkohol
  • aktivitas proteolitik dan lipolitik
  • penghambat organisme yang tidak diinginkan
Secara umum ada dua kategori kultur starter laktat:
1. kultur sederhana. Terdiri dari satu jenis organisme, atau lebih dari satu yang masing masing jumlahnya diketahui.
2. kultur campuran. Lebih dari satu jenis organisme, yang masing masing menghasilkan karakter yang spesifik.
Sekurangnya sekarang terdapat 11 genus LAB (dairyscience.info, 2006) dan yang digunakan untuk kultur starter tidak lebih dari 5 saja. Yang termasuk dalam jenis bakteri asam laktat dan digunakan sebagai kultur starter adalah:
Enterococcus
Lactobacillus
Lactococcus
Leuconostoc
Streptococcus
Enterococcus
Organisme ini termasuk gram positif, katalase negatif berbentuk spiral (cocci) yang sering cenderung membentuk rantai yang memiliki panjang bervariasi. Mereka merupakan organisme penghuni yang secara natural ada di dalam sistem pencernaan manusia dan beberapa jenis hewan. Enterococcus seringkali digunakan sebagai organisme indikator untuk menentukan adanya kontaminasi. Beberapa spesies dari genus ini termasuk kategori patogen. Selain daripada kemampuan untuk tumbuh pada suhu 45 °C dan pH 9.6, dan pada kondisi konsentrasi garam tinggi, mereka sangat mirip dengan lactococci.
Adanya keraguan, bahwa kelompok ini dapat digunakan sebagai starter ditepis oleh bukti bahwa Enterococcus ternyata digunakan oleh beberapa ahli pada kulturnya, sehingga secara praktis dapat dianggap bahwa genus ini termasuk starter.
Lactobacillus
Ada beberapa spesies yang terkenal dalam kelompok ini.
Lb. delbrueckii subsp. bulgaricus, yang umum digunakan sebagai starter yogurt bersama dengan St. thermophillus adalah spesies homofermentatif, menghasilkan sekitar 2% berat asam laktat per volume susu. Temperatur optimum pada 42 °C dan tetap hidup dan tumbuh pada 45 °C atau lebih. Spesies ini tidak menyukai lingkungan dengan kadar garam rendah.
Lb. acidophilus yang secara natural hidup dalam usus secara umum tidak digunakan sebagai starter namun lebih pada penggunaan sebagai probiotik (lihat ulasan probiotik dibawah). Bakteri ini termasuk homofermentatif dan memproduksi D isomer dari asam laktat (D-laktat) pada konsentrasi yang tinggi, memiliki temperatur pertumbuhan optimum pada 37 °C dan relatif toleran terhadap oksigen dibandingkan dengan spesies probiotik lainnya seperti Bifidobacterium. Dibawah suhu 20 °C, pertumbuhannya sudah melambat, dan kebanyakan spesies tidak tumbuh lagi pada suhu 15 °C.
Karena Lb. acidophilus ini memproduksi D-laktat yang cukup besar, penggunaanya pada bayi harus diawasi. Hal ini disebabkan karena isomer D dari laktosa ini tidak dapat segera di metabolis, berbeda dengan L-laktat yang dapat segera diserap tubuh. Ada batasan maksimum D-laktat yang boleh dikonsumsi oleh bayi, sehingga oleh sebab itu pada beberapa produk probiotik untuk bayi, penggunaan Lb. acidophilus ini digantikan oleh jenis lain dari Lactobacilus atau Bifidobacter (dairyscience.info, Probiotic Bacteria, 2006).
Lb. casei juga merupakan penghuni natural dari usus halus manusia dan resistan terhadap cairan empedu. Spesies ini umumnya digunakan sebagai probiotik meskipun digunakan juga pada beberapa kultur starter sebagai non-starter lactic acid bacteria (NSLAB) pada keju Cheddar. L-laktat adalah isomer utama yang diproduksi oleh jenis ini, meskipun beberapa strain juga memproduksi D-laktat dalam jumlah kecil. Rogosa agar telah secara luas digunakan sebagai medium isolat untuk lactobacilli.
Lb. helveticus sering digunakan bersama sama dengan bakteri asam laktat dari kelas termofilik lainnya dalam proses pembuatan produk susu fermentasi seperti keju Emmental, Mozzarella dan yogurt. Salah satu keuntungan penggunaan spesies ini bersama sama dengan Lb. delbrueckii subsp. bulgaricus adalah bahwa Lb. helveticus mengkonsumsi galaktosa, hal ini berguna bila diinginkan produk yang mengandung sedikit atau bahkan bebas gula. Selain itu beberapa jenis yang dibudi daya kan di laboratorium juga digunakan sebagai perubah karakter rasa manis, mengurangi rasa pahit, mengembangkan rasa atau bahkan mempercepat pematangan pada keju.
Secara umum, jenis Lb. helveticus ini tumbuh baik pada suhu sampai 45 °C, dan optimal pada 42 – 43 °C. Kebanyakan tidak tumbuh atau melambat pada suhu 15 °C.
Lactococcus
Dahulu, bakteri dalam kelompok ini di klasifikasikan sebagai anggota dari genus Streptococcus. Dibedakan karena reaksi spesifik daripada antiserum Grup N dan toleransi jenis ini terhadap suhu dan kandungan garam.
Leuconostoc
Spesies ini penting bagi pembentuk rasa pada beberapa produk olahan susu. Ada semacam kesepakatan bahwa 2 jenis spesies, Leuconostoc mesenteroides subsp. cremoris dan Leuconostoc lactis merupakan spesies utama dalam kultur starter. Tidak seperti lactococci, keluarga leuconostoc ini tumbuh dalam Rogosa agar dan merupakan organisme hetrofermentatif yang menghasilkan karbon dioksida dari glukosa dan juga fruktosa. Keluarga Leuconostoc termasuk keluarga spiral gram positif, yang masing masing memiliki ukuran dan bentuk yang hampir sama dengan lactococci. Walaupun tidak seperti lactococci, keluarga leuconostoc tidak menghasilkan amonia dari arginine dan hanya menghasilkan D isomer dari asam laktat.
Streptococcus
St. thermophillus adalah satu satunya spesies dari genus ini yang digunakan secara luas sebagai kultur starter beberapa jenis keju termasuk Mozzarella dan yogurt. Sejak pertengahan 1990, St. thermophillus juga digunakan sebagai starter pada pembuatan keju Cheddar.
Kultur starter mikrobial pada yogurt (dan keju) berdasarkan suhu pertumbuhan optimalnya secara umum dapat bagi menjadi 2 macam, mesofilik dan termofilik seperti telah diuraikan diatas.
Mesofilik
Lactococcus lactis subsp. cremoris (LLC)
Lactococcus lactis subsp. lactis biovar diacetylactis (LLD)
Leuconostoc mesenteroides subsp. cremoris (LMC)
Termofilik
Streptococcus thermophilus (ST)
Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus (LB)
Lactobacillus lactis (LBL)
Lactobacillus casei subsp. casei (LBC)
Lactobacillus helveticus (LH)
Lactobacillus plantarum (LP)
Simbiosis Dua Sejoli
Campuran atau kombinasi dari kedua kelompok ini sering digunakan pada beberapa macam produksi yogurt dan keju. Namun demikian, yang paling umum digunakan, terutama di Indonesia menurut pengetahuan penulis adalah kombinasi dua buah bakteri utama yaitu Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus. Walaupun kedua mikro organisme tersebut dapat digunakan secara terpisah, namun penggunaan keduanya dalam kultur starter yogurt secara bersama sama terbukti telah bersimbiosis dan meningkatkan efisiensi kerja kedua bakteri tersebut. Selain menyebabkan tingkat produksi asam yang lebih tinggi, St. thermophilus tumbuh lebih cepat dan menghasilkan asam dan karbon dioksida. Format dan karbon dioksida yang dihasilkan ini menstimulasi pertumbuhan Lb. bulgaricus. Disamping itu, aktivitas proteolitik dari L. bulgaricus ternyata juga menghasilkan peptide dan asam amino yang digunakan oleh S. thermophillus. Seperti diketahui pula, dalam proses pembuatan yogurt, susu menggumpal disebabkan oleh derajat keasaman yang turun. S. thermophillus berperan dahulu untuk menurunkan pH sampai sekitar 5.0, baru kemudian disusul L. bulgaricus menurunkan lagi sampai mencapai 4.0. Kerjasama yang indah sekali bukan ?. Selain itu beberapa zat hasil fermentasi mikroorganisme yang berperan dalam menentukan rasa produk adalah asam laktat, asetaldehid, asam asetat dan diasetil.
Initinya adalah jenis dan jumlah mikroorganisme dalam starter yang digunakan sangat berperan dalam pembentukan dan formasi rasa serta tekstur yogurt. Selain tentunya lama fermentasi dan suhu lingkungan.
Probiotik
Selain beberapa bakteri yang telah disebutkan diatas, dewasa ini berkembang juga kelas organisme yang disebut probiotik atau prebiotik.
Definisi probiotik mungkin diawali dari kerja Ilya Mechnikov (1908) seperti telah diungkapkan pada bagian pertama tulisan mengenai sejarah perkembangan yogurt. dan telah berevolusi sejak saat itu.
Pada 1965, Lilley dan Stillwell yang kemungkinan adalah orang orang pertama yang menggunakan terminologi tersebut, menyatakan bahwa probiotik adalah sebuah substansi yang dihasilkan oleh satu mikroorganisme yang menstimulasi pertumbuhan mikroorganisme yang lain. Merupakan lawan dari antibiotik.
Pada 1971, Sperti menggunakan kata tersebut untuk menggambarkan ekstrak jaringan yang menstimulasi pertumbuhan mikroorganisme. Sedangkan Parker menyatakan bahwa Probiotik adalah organisme dan substansi yang memiliki kontribusi pada keseimbangan mikroba dalam sistem pencernaan (1974). Selanjutnya, Fuller pada 1989 mendefinisikan probiotik sebagai “suplemen makanan dalam bentuk mikroba hidup yang bermanfaat bagi ternak inang (host) dengan cara meningkatkan keseimbangan mikroba dalam sistem pencernaan” (dairyscience.info, 2006)
Cara kerjanya adalah dengan membantu menurunkan derajat keasaman dan menghambat pertumbuhan organisme penganggu dalam sistem pencernaan. Sementara klaim mengungkapkan bahwa probiotik juga ikut berperan dalam meningkatkan kekebalan tubuh (Wikipedia, 2006).
Pada umumnya, dalam tubuh kita terdapat sistem ekologi dari mikroorganisme yang disebut sebagai gut flora atau flora usus. Jumlah dan keseimbangan bakteri dalam sistem pencernaan tersebut dapat berubah akibat adanya intrusi dari luar seperti penggunaan obat obatan dan antibiotik, alkohol yang berlebihan, stres, penyakit, paparan terhadap racun, bahkan sekedar penggunaan bahan bahan antibakteri pada sabun. Pada kondisi terkena paparan ini, jumlah bakteri (tidak saja yang jahat, yang baik pun juga berkurang) yang bekerja dan hidup di dalam usus menjadi berkurang. Situasi ini membuat kondisi tubuh lemah dan lebih jauh akan membuat kemungkinan paparan dari bakteri yang merugikan menjadi meningkat.
Disinilah probiotik berperan. Dengan terlebih dahulu mengintroduksi berbagai jenis bakteri ‘baik’ ke dalam flora usus, akan mengurangi kemungkinan terserang bakteri yang merugikan.
Beberapa jenis bakteri yang masuk dalam kelas probiotik adalah:
Bifidobacterium bifidum
Bifidobacterium breve
Bifidobacterium infantis
Bifidobacterium longum
Lactobacillus acidophilus
Lactobacillus casei
Lactobacillus plantarum
Lactobacillus rhamnosus
Lactobacillus GG
Penutup
Dalam perkembangan selanjutnya mungkin akan ditemukan strain-strain mikroorganisme baru yang dapat digunakan untuk melakukan pengolahan makanan fermentasi khususnya produk susu sapi, seperti misalnya Matsoni, produk yogurt dari daerah kaspia yang disebut juga Georgian Yogurt dimana setelah dianalisa ternyata mikroorganisme yang digunakan adalah Lactococcus cremoris dan Gluconobacter sp.
Dan kita tentunya tidak lupa, seperti telah disinggung pada artikel pertama, mengenai dadih, bakteri apa yang berperan dalam dadih tersebut ?
Karena fungsinya sebagai penganan sekaligus suplemen kesehatan, penulis sependapat pada pernyataan yang menyebutkan bahwa setiap produk yogurt itu harus mengandung biakan mikroorganisme non-patogen yang hidup dan aktif (live and active culture). Bila tidak mengandung mikroorganisme aktif (biasanya karena produk mengalami pasteurisasi untuk memperpanjang shell-life/lama simpan), maka sebaiknya disebut fermented milk, atau susu yang telah difermentasi.
Mudah mudahan pada kesempatan lain penulis dapat menyusun artikel lanjutan mengenai yogurt ini dan kandungan yang ada didalamnya, serta tidak lupa juga tulisan dan gambar mengenai proses pembuatan yogurt yang telah dilakukan.



Tips Sehat Alami


0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Total Tayangan Halaman

Copyrights  © edna disnak 2012 and introducing Panasonic S30

Back to TOP