Senin, 09 Mei 2011

PEDOMAN PELAKSANAAN PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF


Pedoman Pelaksanaan Penyelamatan Sapi Betina Produktif Tahun 2010
KEMENTERIAN PERTANIAN RI.
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN
Jl. HARSONO RM. No. 3 PASAR MINGGU - JAKARTA 12550
JAKARTA 2010
Pedoman Pelaksanaan Penyelamatan Sapi Betina Produktif Tahun 2010 2
KATA PENGANTAR
Pengembangan usaha sapi potong dalam negeri dimaksudkan untuk
mendayagunakan potensi sumberdaya lokal secara optimal guna memenuhi
kebutuhan konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia dan secara bertahap,
mengurangi ketergantungan impor bakalan dan daging sapi sesuai dengan
blue print Pencapaian Swasembada Daging Sapi 2014 yang diterbitkan oleh
Kementerian Pertanian RI tahun 2010.
Populasi sapi potong nasional pada tahun 2009 adalah 12,8 juta ekor dan
mengalami trend pertumbuhan populasi rata-rata sebesar 5,7% per tahun dari
populasi 10,8 juta ekor pada tahun 2006. Dalam pengembangannya, kita
masih dihadapkan dengan berbagai permasalahan, baik dari sisi teknis
maupun sosial ekonomi sehingga kinerja kelahiran, pertumbuhan populasi,
peningkatan produksi dan produktifitasnya masih rendah. Oleh karenanya
dilakukan impor bakalan sapi dan daging untuk mencukupi kekurangan
pasokan produksi daging sapi dalam negeri.
Berbagai permasalahan pengembangan usaha sapi potong di dalam negeri
tersebut diantaranya adalah masih tingginya angka pemotongan sapi betina
produktif. Terjadinya pemotongan sapi betina produktif selama ini penyebab
utamanya adalah motif ekonomi bagi pemiliknya yang rata-rata income
pendapatannya masih rendah dengan tingkat kepemilikan sapi potong hanya
rata-rata 2-3 ekor. Para peternak cenderung akan menjual ternak mereka
ketika menghadapi permasalahan finansial dengan pertimbangan bahwa sapi
potong merupakan asset yang paling mudah dijual tanpa mempertimbangkan
produktifitas ternak tersebut, sehingga kita menemukan masih banyak sapi
betina usia produktif yang diperdagangkan untuk dijadikan sapi potong dan
akan berujung di RPH.
UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
merupakan payung hukum pelaksanaan pembangunan peternakan di
Indonesia dalam pasal 18, telah diatur berkaitan dengan penyelamatan ternak
ruminansia betina produktif termasuk sangsi hukum atas pelanggarannya.
Menjalankan amanah UU Nomor 18 Tahun 2009 dan menindaklanjuti blue print
PSDS 2010, Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian RI
mengalokasikan anggaran APBN dalam rangka pelaksanaan kegiatan
Pedoman Pelaksanaan Penyelamatan Sapi Betina Produktif Tahun 2010 3
penyelamatan sapi betina produktif tahun 2010.
Dalam rangka kelancaran pelaksanaan kegiatan dimaksud, disusun Pedoman
Pelaksanaan Penyelamatan Sapi Betina Produktif untuk digunakan sebagai
acuan bagi semua pihak yang terkait, baik di pusat maupun di daerah
(Provinsi/Kabupaten/Kota) serta kelompok tani ternak penyelamat dalam
melaksanakan kegiatannya.
Jakarta, Mei 2010
Direktur Jenderal Peternakan,
Dr. Ir. TJEPPY D SOEDJANA, M.Sc
NIP. 19510312 197603 1 002
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................... v
DAFTAR TABEL.............................................................................. v
DAFTAR GAMBAR.......................................................................... v
BAB. I PENDAHULUAN.......................................................... 1
A Latar belakang....................................................... 1
B Tujuan dan sasaran............................................... 4
C Ruang lingkup........................................................ 6
D Pengertian.............................................................. 6
Pedoman Pelaksanaan Penyelamatan Sapi Betina Produktif Tahun 2010 4
BAB. II MEKANISMEPENYELAMATAN SAPI BETINA
PRODUKTIF......................................................
8
A Mekanisme Penyelamatan Sapi Betina
Produktif di sektor Hulu........................................
8
B Mekanisme Penyelamatan Sapi Betina
Produktif di sektor Hilir.........................................
9
BAB. III PELAKSANAAN KEGIATAN……………………. 12
A Pelaksana............................................................... 12
1 Tingkat Pusat................................................. 12
2 Dinas Teknis Provinsi...................................... 13
3 Dinas Teknis Kabupaten/Kota....................... 13
4 Kelompok....................................................... 14
B Kelompok Penyelamat......................................... 15
1 Kriteria Kelompok............................................. 15
2 Seleksi dan Validasi....................................... 16
BAB. IV PENGELOLAAN DANA………………………………. 18
A Rencana Usaha Kelompok……………………….. 18
B Pencairan Dana……………………………………. 18
C Penggunaan Dana………………………………… 20
BAB. V PEMBINAAN…………………………………………… 22
A Pembinaan Teknis................................................ 22
B Pembinaan Kelembagaan.................................... 22
C Pembinaan Usaha................................................ 23
BAB. VI MONITORING DAN EVALUASI SERTA
PELAPORAN................................................................
24
A Indikator Kinerja................................................... 24
B Monitoring dan Evaluasi....................................... 24
C Pelaporan............................................................... 25
BAB. VII PENUTUP..................................................................... 27
Pedoman Pelaksanaan Penyelamatan Sapi Betina Produktif Tahun 2010 5
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran – 1. Form Rencana Usaha Kelompok.………..………………
28
Lampiran – 2.
Form Rekapitulasi Rencana Usaha Kelompok…..…..…
29
Lampiran – 3.
Form Kwitansi …………….…..……..…………………. 30
Lampiran – 4.
Form Berita Acara Pembayaran ………………………… 31
Lampiran – 5.
Form Surat Perjanjian Kerjasama Antara Pejabat
Pembuat Komitmen Direktorat/Dinas Prov/Kab/Kota
dengan Kelompok ….......................................................
32
Lampiran – 6.
Form Laporan Perkembangan Fisik dan
Keuangan….....................................................................
36
Lampiran – 7.a.
Form Laporan Kemajuan Fisik dan Keuangan ..……… 37
Lampiran – 7.b.
Form Laporan Perkembangan Kinerja Fisik
Penyelamatan Sapi Betina Produktif……………………
38
Lampiran – 7.c.
Form Laporan Perkembangan Kinerja Usaha
Penyelamatan Sapi Betina Produktif……………….……
39
DAFTAR TABEL
Tabel – 1.
Proporsi Penggunaan Dana Penyelamatan
Sapi Betina Produktif per Kegiatan……………………. 21
DAFTAR GAMBAR
Gambarl – 1.
Mekanisme penyelamatan sapi betina produktif……..... 11
Pedoman Pelaksanaan Penyelamatan Sapi Betina Produktif Tahun 2010 6
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Seiiring dengan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya
protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan maka kebutuhan
permintaan daging khususnya daging sapi menjadi semakin meningkat.
Sementara laju peningkatan populasi ternak sapi di dalam negeri sebagai
bahan baku produksi daging tidak dapat mengimbangi laju permintaan
sehingga ketersediaan daging dalam negeri mengalami kekurangan.
Salah satu faktor penghambat laju peningkatan populasi adalah
pemotongan sapi betina produktif yang semakin tinggi sebagai akibat
desakan untuk mencukupi permintaan. Mengingat pola peternakan rakyat
adalah sebagai sambilan dan investasi keluarga, pada umumnya penjualan
sapi betina cukup tinggi pada musim paceklik ataupun pada saat tertentu
terkait dengan kebutuhan dana cash (hari raya, awal tahun masuk sekolah).
Sementara dari aspek perdagangan, terjadi kecenderungan harga sapi
betina lebih murah bila dibandingkan harga sapi jantan.
Kondisi demikian, telah berlangsung cukup lama dan semakin tidak
terkendali terutama terjadi pada daerah sumber ternak. Hal ini akibat
kurang efektifnya pelaksanaan pengawasan pemotongan sapi betina
produktif sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang Undang
Petenakan dan Kesehatan Hewan. Berkenaan dengan hal tersebut,
diperlukan langkah penyelamatan pemotongan sapi betina produktif secara
efektif dan terprogram, melalui program aksi penyelamatan sapi betina
produktif dalam rangka Program Swasembada Daging Sapi 2014.
Pedoman Pelaksanaan Penyelamatan Sapi Betina Produktif Tahun 2010 7
Pertumbuhan populasi sapi potong nasional dalam 4 tahun terakhir,
mengalami tren peningkatan rata-rata sebesar 5,03% atau 10.875.120
ekor pada tahun 2006, menjadi 12.610.000 ekor pada tahun 2009.
Peningkatan populasi sapi potong tersebut belum mampu untuk
mencukupi permintaan konsumsi dalam negeri karena kecenderungan
peningkatan daya beli dan pertumbuhan jumlah penduduk. Hal ini
ditunjukkan adanya kecendrungan kenaikan impor bakalan sapi potong
rata-rata 28,3% dalam 4 tahun terakhir yaitu 363.443 ekor (2006) menjadi
765,488 ekor (2009) dan daging rata-rata 4,1% atau 62.400 ton (2006)
menjadi 70.000 ton (2009). Kenaikan trend impor utamanya bakalan sapi
potong yang cukup signifikan tersebut dikarenakan sulitnya para pelaku
industri feedlotters mendapatkan bakalan sapi potong dalam negeri yang
terkait dengan masih rendahnya kinerja usaha budidaya sapi potong
yang digeluti oleh sekitar sekitar 4.572.766 Rumah Tangga Petani
Peternak.
Keberpihakan pemerintah dalam pemberdayaan potensi sumberdaya
domestik (SDA, SDM dan kelembagaan peternakan) ditunjukkan oleh
terbitnya UU Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan sebagai payung hukum pembangunan peternakan, serta
diterbitkannya blue print Swasembada Daging Sapi 2014 yang intinya
menggambarkan road map pencapaian swasembada daging sapi dalam
negeri, diikuti dengan regulasi pembatasan impor bakalan sapi potong
yang efektif dilakukan pada bulan april 2010.
Mengacu pada UU Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan serta blue print Swasembada Daging Sapi 2014,
Pedoman Pelaksanaan Penyelamatan Sapi Betina Produktif Tahun 2010 8
Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian telah
mengimplementasikan dalam berbagai program dan kegiatan strategis
melalui pola pemberdayaan dan fasilitasi kelembagaan petani peternak
sapi potong dalam rangka akselerasi pertumbuhan populasi sapi potong
dalam negeri, sekaligus mengeleminir berbagai faktor penghambat laju
pertumbuhan populasi sapi potong dalam negeri.
Salah satu faktor penghambat laju pertumbuhan populasi adalah
terjadinya tindakan pemotongan sapi betina produktif yang semakin
kurang terkendali sebagai akibat ketidak seimbangan supplay-demand
sapi potong dalam negeri serta adanya desakan kebutuhan ekonomi bagi
peternak sehingga sapi betina produktif yang dimilkinya diperjual belikan
dan akhirnya berujung di RPH. Hal ini juga didukung situasi pasar yang
menjadikan harga sapi betina lebih murah dari sapi jantan. Bahkan dapat
diprediksikan bahwa kecenderungan penjualan sapi betina oleh peternak
meningkat tajam ketika musim paceklik, mengingat pola beternak sapi
adalah sebagai investasi keluarga, belum sebagai komoditi bisnis.
Disamping itu, menurunnya populasi ternak sapi betina di masyarakat
juga sebagai akibat kurangnya animo masyarakat memelihara sapi betina
karena dianggap terlalu lama memetik hasilnya.
Kondisi demikian, telah berlangsung cukup lama dan semakin tidak
terkendali oleh karena pelaksanaan fungsi pengawasan dan pencegahan
pemotongan sapi betina produktif belum optimal, meskipun peraturan
perundangan yang melarang pemotongan ternak betina produktif telah
diundangkan.
Pedoman Pelaksanaan Penyelamatan Sapi Betina Produktif Tahun 2010 9
Berkenaan dengan hal itu, pada tahun 2010 Direktorat Jenderal
Peternakan mengalokasikan anggaran APBN untuk memfasilitasi
kelompok tani ternak yang potensil di lokasi strategis guna melakukan
kegiatan penyelamatan sapi betina produktif yang diperdagangkan
dengan tujuan akhir di RPH.
Untuk terselenggaranya pelaksanaan kegiatan dimaksud, Direktorat
Budidaya Ternak Ruminansia menyusun Pedoman Pelaksanaan
Penyelamatan Sapi Betina Produktif untuk dijadikan acuan bagi
pelaksana baik di tingkat Pusat, Dinas yang membidangi fungsi
Peternakan Provinsi dan Kabupaten/Kota serta berbagai stakeholder
terkait lainnya, dan diharapkan kepada Pemerintah Daerah
(Provinsi/Kabupaten/Kota) menindak lanjutinya dalam Petunjuk Teknis
yang berbasis sumber daya lokal spesifik masing-masing daerah, tanpa
keluar dari substansi dan koridor yang tersurat dalam Pedoman
Pelaksanaan Penyelamatan Sapi Betina Produktif ini.
B. Tujuan dan Sasaran
Tujuan Pedoman Pelaksanaan Penyelamatan Sapi Betina Produktif
Tahun 2010 adalah sebagai acuan bagi seluruh stake holder terkait, baik
di pusat maupun di daerah (Dinas Peternakan atau Dinas yang
membidangi fungsi Peternakan Propinsi dan Kabupaten/Kota) Kelompok
terpilih, serta stakeholder lainnya dalam menjalankan program/kegiatan
berkaitan dengan tugas dan fungsinya masing-masing yang meliputi:
aspek perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, monitoring dan evaluasi,
dan pelaporan serta kegiatan terkait lainnya dalam pelaksanaan
pemberdayaan dan fasilitasi kelompok melalui kegiatan penyelamatan
Pedoman Pelaksanaan Penyelamatan Sapi Betina Produktif Tahun 2010 10
sapi betina produktif Direktorat Jenderal Peternakan.
Sasaran yang ingin dicapai yaitu untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas
dan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan penyelamatan sapi betina
produktif melalui:
a. Penyelamatan sekaligus pengawasan dan pencegahan
pemotongan sapi betina produktif secara efektif
b. Terbinanya kelompok / unit usaha budidaya perbibitan dan
penggemukan sapi potong secara efektif
c. Terjaganya struktur populasi sapi betina produktif sehingga dapat
menjamin kontinuitas peningkatan populasi yang optimal.
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup yang diatur dalam Pedoman Pelaksanaan Penyelamatan Sapi
Betina Produktif meliputi: mekanisme, pelaksanaan kegiatan, pengelolaan dana,
pembinaan, monev dan pelaporan.
D. PENGERTIAN
1. Sapi betina produktif adalah sapi yang melahirkan kurang dari 5 (lima) kali
atau berumur dibawah 8 (delapan) tahun, atau sapi betina yang berdasarkan
hasil pemeriksaan reproduksi dokter hewan atau petugas teknis yang ditunjuk
di bawah pengawasan dokter hewan dan dinyatakan memiliki organ
reproduksi normal serta dapat berfungsi optimal sebagai sapi induk
2. Pemeriksaan reproduksi adalah pemeriksaan sapi betina yang dilakukan oleh
dokter hewan atau petugas teknis reproduksi atas penyelia dokter hewan
dengan metode explorasi rectal, untuk mendeteksi kondisi status reproduksi
sapi betina
3. Petugas teknis reproduksi adalah dokter hewan atau petugas teknis yang
telah mendapatkan sertifikat pelatihan teknik reproduksi dan ditetapkan
melalui Surat Keputusan Bupati/Walikota atas usulan Kepala Dinas yang
membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan kabupaten/kota.
4. Dokter hewan adalah profesional medik veteriner yang memiliki keahlian
khusus bidang reproduksi dan ditetapkan dengan Surat Keputusan
Bupati/Walikota atas usulan Kepala Dinas yang membidangi fungsi
peternakan dan kesehatan hewan kabupaten/kota.
5. Kelompok penyelamat sapi betina produktif adalah kelompok peternak yang
ditetapkan sebagai kelompok pelaksana.
6. Penyelamatan sapi betina produktif di sektor hulu adalah kegiatan
penyelamatan yang dilaksanakan di pasar hewan.
7. Penyelamatan sapi betina produktif di sektor hilir adalah kegiatan
penyelamatan yang dilaksanakan di rumah potong hewan.
BAB II
MEKANISME PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF
A. Mekanisme Penyelamatan Sapi Betina Produktif di sektor Hulu
Penyelamatan sapi betina produktif pada sektor hulu adalah kegiatan
penyelamatan yang dilaksanakan di pasar hewan.
Penyelamatan pemotongan sapi betina produktif di sektor hulu yakni di
pasar hewan, dilaksanakan dengan mekanisme kerja teknis sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan status reproduksi ternak sapi potong betina produktif
yang akan diselamatkan dilakukan oleh dokter hewan atau petugas
yang ditunjuk oleh Dinas Kabupaten/Kota yang menangani fungsi
peternakan.
2. Terhadap sapi betina yang termasuk kategori produktif yang
dinyatakan dengan surat keterangan kesehatan reproduksi
selanjutnya dibeli oleh kelompok peternak penyelamat sapi betina
produktif dengan memanfaatkan dana penyelamat sapi betina
produktif untuk selanjutnya dipelihara.
3. Sapi betina produktif yang belum bunting, selanjutnya di IB sampai
terjadi kebuntingan. Setelah ternak sapi betina produktif tersebut
bunting 3 – 5 bulan, sapi tersebut dijual kepada kelompok lain atau
masyarakat yang memerlukan untuk dibudidayakan lebih lanjut.
4. Setiap sapi betina yang dijual atau didistribusikan dari kelompok
peternak penyelamat sapi betina produktif harus disertai
surat/dokumen kesehatan hewan dan reproduksi dari dokter hewan
sebagai dokumen jaminan ternak produktif serta nomor registrasi
ternak (contohnya ear tag).
B. Mekanisme Penyelamatan Sapi Betina Produktif di sektor Hilir
Penyelamatan pemotongan sapi betina produktif di sektor hilir yakni di
Rumah Potong Hewan (RPH), dilaksanakan dengan mekanisme kerja
teknis sebagai berikut :
1. Setiap ternak sapi betina yang akan dipotong di RPH harus dilakukan
pemeriksaan teknis kesehatan hewan dan kesehatan reproduksi oleh
dokter hewan atau petugas teknis yang ditunjuk,
2. Ternak sapi betina yang masih produktif berdasarkan hasil
pemeriksaan dokter hewan atau petugas teknis yang ditunjuk, segera
dipisahkan pada kandang penampungan khusus,
3. Ternak sapi betina produktif yang akan dipotong dapat diganti dengan
sapi siap potong yang telah disediakan dengan perhitungan nilai yang
disepakati dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, atau dibeli
dengan dana penyelamatan sapi betina produktif yang besarnya
ditentukan sesuai ketentuan di daerah tersebut,
4. Sapi betina produktif yang telah dibeli segera diberi perlakuan
/pelayanan teknis sehingga dapat meningkatkan status kesehatan
hewan dan status reproduksi di kelompok peternak penyelamat sapi
betina produktif,
5. Sapi betina produktif yang belum bunting, selanjutnya di IB sampai
terjadi kebuntingan. Setelah ternak sapi betina produktif tersebut
bunting 3 – 5 bulan, sapi tersebut dijual kepada kelompok lain atau
masyarakat yang memerlukan untuk dibudidayakan lebih lanjut,
6. Setiap sapi betina yang dijual atau didistribusikan dari kelompok
peternak penyelamat sapi betina produktif harus disertai
surat/dokumen kesehatan hewan dan reproduksi dari dokter hewan
sebagai dokumen jaminan ternak produktif serta nomor regristasi (ear
tag).
Gambar 1. Mekanisme Penyelamatan Sapi Betina Produktif:
RPPETERNAK H PEMBINA TEKNIS
PASAR
HEWAN
PEDAGANG
PEJAGAL
SAPI
BETINA
ANTE MORTEM
DIPOTONG DITOLAK
SURAT KET.:
STATUS REPROD.
• PEMDA
• DINAS
• APBN-P
• KESWAN

REPRODUKSI

DANA
KLP. PETERNAK
PENYELAMAT
SBP
REPRODUKSI
NON
PRODUKTIF PRODUKTIF
PEMERIKSAAN
POST MORTEM
JANTAN BETINA
PELAYANAN
• PETERNAK
• KELOMPOK PETERNAK
• SWASTA PETERNAKAN • KOPERASI
TERNAK BETINA PRODUKTIF SEHAT
BERSERTIFIKAT
SWASEMBADA DAGING
2014
SWASEMBADA DAGING
SAPI SIAP
POTONG
TIM TEKNIS
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
Pengelolaan kegiatan penyelamatan sapi betina produktif, harus memenuhi prinsip
akuntabilitas dan transparansi. Oleh karenanya, kepada semua pihak yang terkait
dengan pelaksanaan kegiatan penyelamatan sapi betina produktif ini, baik di Pusat
maupun di daerah (Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan
Hewan Provinsi/Kabupaten/Kota), serta Kelompok Peternak dan para anggotanya
harus mampu menerapkan prinsip sebagai berikut:
a. Menghindarkan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).
b. Melakukan kegiatan dan pengelolaan keuangan secara transparan sehingga
dapat dipertanggungjawabkan.
c. Kegiatan dilaksanakan dalam rangka meningkatkan populasi sapi potong.
d. Sapi betina produktif yang didapatkan melalui kegiatan penyelamatan,
dibudidayakan dengan mengacu pada good farming practices dan dikelola secara
berkelompok dengan pendekatan usaha agribisnis.
A. Pelaksana
1. Tingkat Pusat memiliki tugas dan tanggung jawab dalam hal :
a. Menyusun pedoman pelaksanaan penyelamatan sapi betina produktif;
b. Melakukan sosialisasi, edukasi dan advokasi penyelamatan sapi betina
produktif;
c. Mengkoordinasikan kegiatan penyelamatan pemotongan sapi betina
produktif dengan instansi terkait di tingkat pusat;
d. Mengadakan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan penyelamatan
sapi betina produktif.
2. Dinas Teknis tingkat propinsi memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai
berikut:
a. Mengkoordinasikan kegiatan penyelamatan sapi betina produktif dengan
instansi terkait di tingkat provinsi;
b. Membuat surat edaran terkait dengan pelaksanaan kegiatan
penyelamatan sapi betina produktif kepada RPH baik milik pemerintah
maupun swasta.
c. Membuat jejaring (network) pengawasan pengadaan dan penyaluran
sapi betina produktif (SBP) dan sapi siap potong (SSP)
d. Membina dan memantau pelaksanaan penyelamatan sapi betina produktif
di tingkat povinsi;
e. Melakukan replikasi kepada kelompok yang lain dengan menggunakan
dana APBD Provinsi;
f. Membuat rekapitulasi laporan hasil pelaksanaan kegiatan penyelamatan
sapi betina produktif;
g. Melaporkan hasil pelaksanaan penyelamatan sapi betina produktif ke
tingkat pusat.
3. Dinas Teknis Tingkat Kabupaten/Kota yang memiliki tugas dan tanggung
jawab sebagai berikut :
a. Membuat dan menetapkan spesifikasi teknis sapi betina produktif yang
meliputi aspek :
1). Umur : tidak lebih dari 8 tahun
2). Jumlah kelahiran : kurang dari 5 kali
3). Status kesehatan hewan dan reproduksi
b. Membuat dan menetapkan spesifikasi teknis sapi siap potong antara lain :
jenis ternak, umur, status present, berat badan;
c. Membuat dan menetapkan standar harga sesuai dengan harga yang
berlaku di daerah setempat;
d. Mengusulkan dokter hewan, paramedik atau petugas teknis yang
ditugaskan di RPH dan pasar hewan dengan Surat Keputusan
Bupati/Walikota;
e. Membentuk Tim Teknis yang diketuai oleh Kepala Bidang atau yang
setingkat dengan anggota seperti pada point (d);
f. Melakukan pembinaan dan supervisi pelaksanaan kegiatan penyelamatan
sapi betina produktif di tingkat kabupaten/kota dalam segi teknis dan
manajemen;
g. Melakukan replikasi kepada kelompok yang lain dengan menggunakan
dana APBD Kabupaten/Kota;
h. Mengevaluasi kegiatan penyelamatan sapi betina produktif di tingkat
Kabupaten/Kota;
i. Membuat laporan hasil pelaksanaan penyelamatan sapi betina produktif
ke tingkat provinsi.
4. Kelompok
Kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab :
a. Membeli sapi betina produktif yang disertai surat keterangan status
kesehatan dan reproduksi;
b. Menyediakan stok sapi siap potong untuk pengganti sapi betina yang
diselamatkan;
c. Memelihara / mengelola sapi betina secara optimal hingga terjadi
kebuntingan dan terjamin sehat;
d. Menjual sapi betina produktif yang telah bunting 3-5 bulan dan sehat
kepada pembeli baik kelompok, koperasi, swasta maupun masyarakat
umum;
e. Uang hasil penjualan dikelola sebagai asset kelompok yang bersifat abadi
dan selanjutnya digunakan untuk penyelamatan sapi betina produktif
berikutnya;
f. Keuntungan dari hasil pemeliharaan dan penjualan sapi betina produktif
bunting dibagi untuk kesejahteraan kelompok dengan sebagian
dikembangkan untuk penambahan modal usaha;
g. Membuat laporan kegiatan (jumlah ternak yang dibeli, dijual/sebar, suplai
sapi siap potong) setiap bulan yang disampaikan kepada Dinas yang
membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di kabupaten/kota
setempat;
h. Mengembangkan kerja sama dan usaha yang bergerak di bidang
peternakan dalam rangka optimalisasi agribisnis berbasis ekonomi
kerakyatan.
B. Kelompok Penyelamat
1. Kriteria Kelompok
Kelompok peternak penyelamat sapi betina produktif harus memenuhi kriteria
sebagai berikut :
a. Kelompok peternak yang sudah berpengalaman di bidang pengelolaan
ternak sapi potong dan terdaftar pada dinas peternakan kab/kota;
b. Membuat proposal usaha penyelamatan sapi betina produktif dan
direkomendasi oleh Kepala Dinas Peternakan/Dinas yang membidangi
fungsi Peternakan Kabupaten/Kota;
c. Menerapkan sistem manajemen administrasi keuangan secara tertib;
d. Memiliki kepengurusan kelompok dan peraturan kelompok (AD-ART)
yang diterapkan secara intensif;
e. Memiliki sarana usaha peternakan yang memadai untuk dikembangkan
(lahan, fasilitas kandang, potensi sumber pakan dll);
f. Pengurus kelompok termasuk anggotanya, diantaranya bukan berasal
dari kerabat dekat (misalnya Ketua kelompok dan bendahara merupakan
keluarga terdekat);
g. Pengurus dan anggota kelompok adalah petani peternak, bukan PNS,
Polisi, dan TNI;
h. Mematuhi dan melaksanakan persyaratan dan perjanjian yang telah
ditetapkan;
i. Memiliki tanggung jawab terhadap keberhasilan program/ kegiatan;
j. Melaksanakan koordinasi yang baik dengan Petugas Pendamping/PPL,
Dokter Hewan/ATR, Aparat Desa/ kelurahan, Tim Teknis Kabupaten/Kota,
Kelompok Tani/Petani Peternak di sekitarnya.
2. Seleksi dan Validasi
Kelompok Tani Ternak yang mengajukan proposal dan mendapat
rekomendasi dari kepala dinas yang membidangi fungsi peternakan
kabupaten/kota, adalah merupakan kelompok sasaran yang dapat diproses
untuk mengikuti proses seleksi. Proposal yang memenuhi kriteria dan
dinyatakan layak selanjutnya dilakukan validasi lapangan.
Hasil pelaksanaan seleksi dan validasi lapangan, merupakan dasar dalam
penetapan kelompok terpilih untuk ditetapkan sebagai penerima dana
penyelamatan sapi betina produktif melalui Surat Keputusan Direktur
Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian.
BAB IV
PENGELOLAAN DANA
A. Rencana Usaha Kelompok
Dalam rangka proses pencairan dana, dipersyaratkan adanya Rencana Usaha
Kelompok (RUK). Rencana Usaha Kelompok yang disusun berisi rencana
kegiatan dan rincian biaya yang diperlukan per kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh kelompok. RUK tersebut harus ditandatangani Ketua
Kelompok dan diketahui Tim Teknis Kabupaten/Kota.
B. Pencairan Dana
Tata cara pencairan dana mengacu pada Surat Edaran Direktur Jenderal
Anggaran, Departemen Keuangan tahun 2010 tentang Penyediaan dan
Pencairan dana Penguatan Modal Kepada Kelompok Sasaran.
Penyaluran dan pencairan dana penyelamatan sapi betina produktif melalui
mekanisme Bantuan Sosial kepada kelompok, yakni penyaluran dana dilakukan
melalui Kantor Perbendaharaan dan kas Negara (KPKN) setempat, dengan tata
cara Pembayaran langsung (LS) yaitu pemindahbukuan (transfer) dana dari
rekening Kas Negara ke rekening Kelompok Penyelamat Sapi Betina Produktif
pada Kantor Cabang/Unit Bank Penyalur/Kantor Pos terdekat dengan domisili
kelompok.
Prosedur pencairan dana penyelamatan sapi betina produktif adalah sebagai
berikut :
1. Rencana Usaha Kelompok (RUK) disusun secara musyawarah oleh Ketua
Kelompok bersama dengan seluruh pengurus dan anggota kelompok,
2. RUK tersebut ditanda tangani oleh ketua kelompok dan tim teknis
Kabupaten/Kota,
3. Kelompok membuka rekening tabungan pada Kantor Cabang/Unit BRI atau
Bank lain terdekat dan memberitahukan kepada Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) di Kabupaten/Kota,
4. Rekening tabungan kelompok diajukan dan ditandatangani sedikitnya oleh
Ketua dan Bendahara Kelompok,
5. Ketua Kelompok mengusulkan RUK kepada Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA),
6. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) setelah meneliti rencana usaha kelompok
yang mendapatkan dana penyelamatan sapi betina produktif, selanjutnya
mengajukan SPP-LS (lembar A) kepada Kantor Perbendaharaan dan Kas
Negara (KPPN) setempat, dengan melampirkan :
a. Kuitansi yang ditandatangani oleh Ketua Kelompok, diketahui oleh Tim
Teknis dan disetujui oleh KPA/PPK(sesuai format Lampiran -3).
b. Rekapitulasi Rencana Usaha Kelompok (RUK) dengan mencantumkan :
i. Nama Kelompok
ii. Nama Ketua dan Bendahara Kelompok
iii. Nomor Rekening Bank atas nama kelompok
iv. Nama Cabang/unit Bank terdekat
v. Jumlah dana yang disetujui
c. Surat Perjanjian Kerjasama antara Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
dengan ketua kelompok terpilih tentang fasilitasi dan pemberdayaan
petani peternak melalui kegiatan penyelamatan sapi betina produktif
(Lampiran -5).
7. Atas dasar SPP-LS, Pejabat Penguji dan Perintah Pembayaran (PPPP)
menguji dan menerbitkan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS),
yang selanjutnya PPPP menyampaikan SPM-LS ke Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN).
8. KPPN menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) ke rekening
kelompok tani ternak penerima dana kegiatan penyelamatan sapi betina
produktif.
C. Penggunaan Dana
Dana penyelamatan sapi betina produktif merupakan dana abadi yang
dialokasikan kepada kelompok terpilih, digunakan sebagai dana untuk
penyelamatan sapi betina produktif. Penggunaan dana diatur dalam RUK yang
meliputi:
1). Dana untuk pembelian sapi betina produktif
2). Dana untuk penyiapan sapi siap potong pengganti
3). Dana untuk perawatan dan pemeliharaan sapi betina produktif, antara lain
pakan, kandang, obat-obatan dll.
Rincian penggunaan dana penyelamatan sapi betina produktif adalah sebagai
berikut :
Tabel – 2: Proporsi penggunaan dana Penyelamatan Sapi Betina Produktif per
kegiatan
Komponen
Kegiatan
Proporsi Pembiayaan
(%)
Pembelian Ternak (85)
a. Betina Produktif (uang cash) 51
b. Sapi siap potong (sapi pengganti) 34
Sarana Penunjang (15)
1 Perbaikan Kandang 4
2 Pengembangan HMT 2
3 Pakan Konsentrat 4
4 Pengolahan limbah ternak
2
5 Obat-obatan & Vitamin/Mineral 2
6 Administrasi Kelompok 1
BAB V. PEMBINAAN
A. Pembinaan Teknis
Dalam pelaksanaan kegiatan penyelamatan sapi betina produktif pembinaan
dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota
sesuai dengan kewenangannya. Pembinaan teknis yang meliputi pelayanan
kesehatan hewan, produksi dan reproduksi dengan menerapkan sistem
manajemen teknis secara efektif bertujuan untuk meningkatkan populasi ternak
sapi potong. Dalam hal pelayanan jasa reproduksi, konsultasi pakan, kesehatan
hewan dan penyuluhan dilakukan dengan memanfaatkan sarana/prasarana
pelayanan yang sudah ada seperti pos IB, Puskeswan dan lain-lain
B. Pembinaan Kelembagaan
Tujuan kegiatan ini adalah dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat
dan peternak dalam hal penyelamatan sapi betina produktif. Pembinaan
kelembagaan baik dalam aspek teknis, adminstrasi dan manjemen dilakukan
dengan melibatkan secara langsung para peternak sebagai pelaku utama,
sehingga pada akhirnya kelompok ini mampu menjadi penggerak dalam
penyelamatan sapi betina produktif. Dalam rangka menunjang eksistensinya yang
lebih luas, kelompok penyelamat juga diarahkan untuk membentuk jejaring
dengan kelompok lainnya.
C. Pembinaan Usaha
Pembinaan usaha diarahkan kepada usaha kelompok dengan orientasi agribisnis
yang mencakup sektor hulu sampai hilir. Kegiatan penyelamatan sapi betina
produktif ini merupakan satu kegiatan usaha yang bersifat konstruktif dan
edukatif yang dilakukan oleh kelompok peternak. Disamping itu kelompok
penyelamat juga diberdayakan melalui penguatan modal untuk usaha
penyelamatan sapi betina produktif dan sekaligus mampu memanfaatkan potensi
sumberdaya baik sumberdaya alam, sosial budaya maupun modal, secara lebih
luas dengan membentuk jejaring dengan berbagai komponen bisnis seperti
koperasi, swasta dan sumber dana lain.
VI. MONITORING DAN EVALUASI SERTA PELAPORAN
Indikator Kinerja
1. Indikator Keluaran (Outputs)
Terlaksananya penyelamatan sapi betina produktif dari pemotongan di RPH
dan juga dari perdagangan di pasar hewan.
2. Indikator Keberhasilan (Outcomes)
Tumbuhnya kelompok-kelompok penyelamat sapi betina produktif.
3. Indikator Manfaat (Benefit)
Meningkatnya jumlah betina produktif yang terselamatkan yang selanjutnya
akan meningkatkan kelahiran dan populasi sapi potong.
4. Indikator Dampak (Impact)
Tumbuhnya kesadaran kelompok peternak dalam penyelamatan sapi betina
produktif sebagai sumber produksi anakan dalam wadah kelompok usaha,
yang akan mampu mendorong tumbuh dan berkembangnya unit pembibitan
sapi potong dan unit usaha penggemukan (fattening),
A. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan penyelamatan sapi betina
produktif, dimaksudkan untuk mengetahui secara akurat realisasi fisik dan
keuangan, serta perkembangan usaha dan kelembagaannya, termasuk
mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan penyelamatan
sapi betina produktif, mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota dan yang lebih
utama adalah di kelompok pelaksana.
Monitoring dan Evaluasi dilakukan secara berkala dan berjenjang sesuai
dengan tahapan pelaksanaan kegiatan di kelompok, dengan tujuan untuk
mengidentifikasi dan memberikan solusi pemecahan permasalahan yang dihadapi
pada masing-masing jenjang (pusat, provinsi, kabupaten/kota dan kelompok
pelaksana)
Monitoring dan evaluasi dilakukan secara terkoordinasi oleh pusat, Dinas
Propinsi dan Kabupaten/Kota untuk memantau perkembangan pelaksanaan
kegiatan. Sasaran pembinaan, monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara
berjenjang tersebut meliputi :
1. Kemajuan pelaksanaan kegiatan sesuai indikator kinerja
2. Permasalahan/potensi masalah yang dihadapi di tingkat kelompok,
kabupaten/kota dan provinsi.
3. Laporan mencakup perkembangan kinerja usaha kelompok termasuk realisasi
fisik dan keuangan.
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan penyelamatan sapi betina
produktif yang dilaksanakan oleh kelompok terpilih ini dilaksanakan sepanjang
tahun. Hasil monitoring dan evaluasi diformulasikan dalam bentuk laporan,
merupakan data dan informasi untuk bahan koreksi pelaksanaan kegiatan, dan
untuk perbaikan sistem pelaksanaan kegiatan yang sama di masa yang akan
datang
B. Pelaporan
Pelaporan sangat diperlukan untuk mengetahui kemajuan pengembangan
kinerja usaha kelompok di lapangan. Untuk itu perlu ditetapkan mekanisme sistem
pelaporan sebagai berikut :
1. Kelompok wajib melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan setiap
bulan kepada Dinas yang membidangi fungsi peternakan Kabupaten/Kota
dengan tembusan kepada Dinas Provinsi dan Pusat (Form : 6 dan 7)
2. Dinas yang membidangi fungsi Peternakan Kabupaten/Kota melakukan
rekapitulasi seluruh laporan perkembangan yang diterima dari kelompok
pelaksana kegiatan untuk disampaikan ke Dinas Provinsi setiap triwulan
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya, dengan ditembuskan ke
Pusat.
3. Dinas Propinsi melakukan rekapitulasi seluruh laporan perkembangan yang
diterima dari Kabupaten/Kota dan selanjutnya setiap triwulan menyampaikan
kepada Pusat, selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya.
VII. PENUTUP
Pedoman Pelaksanaan Penyelamatan Sapi Betina Produktif ini dimaksudkan
sebagai acuan bagi para pelaksana untuk mendukung kelancaran operasionalisasi
pelaksanaan kegiatan dalam rangka melaksanakan amanah UU Nomor 18 Tahun
2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan serta tindak lanjut Blue Print
Swasembada Daging Sapi 2014.
Diharapkan dengan adanya Pedoman ini, semua pelaksana kegiatan di tingkat pusat,
provinsi, kabupaten/kota, kelompok pelaksana serta stakeholder terkait dapat
melaksanakan seluruh tahapan kegiatan secara baik dan benar menuju tercapainya
sasaran yang telah ditetapkan dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan yang
berlaku.
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN
Lampiran – 1
RENCANA USAHA KELOMPOK
No
Kegiatan
Volume
Harga satuan
(Rp.)
Jumlah (Rp.)
Total
……………………, .......................... 2010
Kelompok Tani Ternak………………..
1 …………… (……ttd………)
Ketua
2 …………… (……ttd………)
Anggota
Mengetahui/Menyetujui
Tim Teknis Dinas Peternakan Kabupaten/
Kota
......................................
NIP. ...............................
Lampiran - 2
Nama Kelompok :
Desa/Kelurahan :
Kecamatan :
Kabupaten/Kota :
Provinsi :
REKAPITULASI RENCANA USAHA KELOMPOK
Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Peternakan Nomor……....tanggal……...tentang Penetapan Kelompok
dan Lokasi Penerima Dana Penyelamatan Sapi Betina Produktif Tahun 2010, dengan ini kami mengajukan
permohonan dana sebesar Rp.……......(……....rupiah) sesuai Rencana Usaha Kelompok (RUK) terlampir dengan
rekapitulasi kegiatan sebagai berikut:
No Kegiatan Jumlah Unit Jumlah (Rupiah)
1
2
dst
T o t a l
Selanjutnya kegiatan tersebut akan dilaksanakan sesuai dengan Surat Perjanjian Kerjasama
Nomor…….tanggal…..Dana bantuan sosial kelompok tersebut agar dipindah bukukan ke rekening Kelompok
Ternak…………….…yang berkedudukan di
Desa/Kelurahan………………………Kecamatan….Kabupaten/Kota……Provinsi….padaBank……Cabang.…..…………..Denga
n Nomor Rekening…………………
MENYUTUJUI Ketua Kelompok
Tim Teknis Kabupaten/Kota
………………………………
NIP. ………………………..
……………………….
…………….., …………………… 2010
Kepada Yth :
Kuasa Pengguna Anggaran Ditjen Peternakan
Di …………………..………..
MENGETAHUI/MENYETUJUI,
Pejabat Pembuat Komitmen
Ditjen Peternakan
…………………………………
NIP. ....................
Lampiran – 3 : Format Kwitansi
NPWP :
MAK :
T.A : 2010
KWITANSI
No: ………………………
Sudah Terima dari : Kuasa Pengguna Anggaran Ditjen Peternakan
Uang sebanyak : Rp. .............................
Untuk Pembayaran : Penyelamatan Sapi Betina Produktif kepada Kelompok
Tani Ternak di
Desa..........Kecamatan............Kabupaten.............Provinsi
.................Sesuai Surat Perjanjian Kerjasama
No..............tanggal............... 2010
Terbilang : ................................(dengan huruf)
.................., ...................... 2010
Mengetahui/Menyetujui, Yang menerima,
Pejabat Pembuat Komitmen Ketua Kelompok
Ditjen Peternakan
.....................................
..................................
NIP. ...................
Setuju dibayar, Tanggal ......................
Kuasa Pengguna Anggaran,
Bendaharawan,
.....................................
NIP. ....................
.......................................
NIP. .................
Lampiran - 4
BERITA ACARA PEMBAYARAN
Pada hari ini .......... tanggal ............... Bulan ................... Tahun ................., kami yang bertanda tangan dibawah
ini:
1. Nama : ....................................
Jabatan : Pejabat Pembuat Komitmen Ditjen Peternakan
Alamat : ....................................
Selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
2. Nama : ..........................................................
Jabatan : Ketua Kelompok .................................
Alamat : .........................................................
Selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
PIHAK PERTAMA telah membayar Dana Bantuan Sosial Penyelamatan Sapi Betina Produktif tahun 2010 kepada
PIHAK KEDUA sebesar Rp. .................... (.........................rupiah) sesuai dengan Rencana Usaha Kelompok dan
PIHAK KEDUA menerima pembayaran dari PIHAK PERTAMA sejumlah tersebut diatas.
Demikian Berita Acara Pembayaran ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.
PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA
Ketua Kelompok
.....................................
Pejabat Pembuat Komitmen
Ditjen Peternakan
...............................................
..........................................
NIP. ........................
Lampiran - 5
SURAT PERJANJIAN KERJASAMA
NOMOR : ....................................
ANTARA
PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN
DENGAN
KELOMPOK PENYELAMAT SAPI BETINA PRODUKTIF ............................
DESA ....................., KECAMATAN ..................., KABUPATEN ............................
PROVINSI .......................................................................
TENTANG
PENGGUNAAN DANA PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN TAHUN 2010
Pada hari ini ............... tanggal ................. bulan ..................... tahun dua ribu sembilan bertempat di Kantor
Dinas......./Kab/Kota, Jalan ..........No. Prov...Kab/Kota...... kami yang bertanda tangan di bawah ini :
1. ...................... : Pejabat Pembuat Komitmen Ditjen Peternakan berdasarkan
Keputusan No.................yang berkedudukan di Jalan...........yang
untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
2. ……………… : Ketua Kelompok Tani Ternak…......dalam hal ini bertindak untuk
dan atas nama Kelompok Ternak…….yang berkedudukan di
Desa/Kel…………………Kecamatan……………Kabupaten/Kota…
Provinsi……..….yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
Kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan Perjanjian Kerjasama yang mengikat dan berakibat hukum bagi
kedua belah pihak untuk melaksanakan Penyelamatan Sapi Betina Produktif Direktorat Jenderal Peternakan
Tahun 2010 kepada Kelompok, dengan ketentuan sebagai berikut :
Pasal 1
DASAR PELAKSANAAN
1. Undang Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan;
2. Keputusan Presiden No. 42 Tahun 2002, tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4212) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden No. 72 Tahun 2004
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4418);
3. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Direktorat Jenderal Peternakan Tahun Anggaran 2010
Nomor:...............tanggal................2010;
4. Peraturan Menteri Pertanian Nomor……………tentang Pedoman Penyaluran Bantuan Sosial kepada Petani
Tahun Anggaran 2010;
5. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor: PER……………….. tanggal ………….. 2010 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penyaluran dan Pencairan Dana Bantuan Sosial Kepada Petani Tahun Anggaran 2010
melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
6. Keputusan Direktur Jenderal Peternakan Nomor…….tanggal……. 2010 tentang Penetapan Nama Kelompok
dan lokasi Penerima Dana Penyelamatan Sapi Betina Produktif Tahun 2010.
Pasal 2
LINGKUP PEKERJAAN
PIHAK PERTAMA memberikan tugas kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA telah setuju untuk menerima
dan memanfaatkan Dana Penyelamatan Sapi Betina Produktif Tahun 2010 sesuai dengan Rencana Usaha
Kelompok (RUK) terlampir yang disusun oleh Kelompok dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
Surat Perjanjian Kerjasama ini.
Pasal 3
PELAKSANAAN KEGIATAN
1. PIHAK KEDUA bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan dengan mengerahkan segala kemampuan,
pengetahuan dan pengalamannya;
2. Jika dalam pelaksanaan kegiatan diperlukan perubahan yang tak dapat dihindari atas Rencana Usaha
Kelompok, maka perubahan tersebut harus dituangkan dalam Berita Acara Perubahan yang disepakati dan
disahkan oleh kedua belah pihak paling lambat 1 (satu) minggu sebelum pelaksanaan kegiatan;
3. PIHAK PERTAMA berwenang mengadakan pemantauan, pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan
yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA;
4. Kelompok wajib menyampaikan laporan realisasi penggunaan anggaran sesuai Rencana Usaha Kelompok
kepada PIHAK PERTAMA, setiap bulan;
5. Dalam melaksanakan kegiatannya, PIHAK KEDUA berkewajiban mengembangkan modal usahanya untuk
kegiatan penyelamatan sapi betina produktif sesuai petunjuk Tim Teknis Dinas Kabupaten/Kota setempat.
Pasal 4
SUMBER DAN JUMLAH DANA
Sumber dan jumlah dana Penyelamatan Sapi Betina Produktif yang diterima oleh PIHAK KEDUA adalah:
1. Sumber dana sebagaimana tertuang dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA Direktorat Jenderal
Peternakan Tahun Anggaran 2010 Nomor:…….tanggal…….. 2010;
2. Jumlah dana yang disepakati kedua belah pihak sebesar Rp. …………………,- (……………………….juta rupiah).
Pasal 5
PEMBAYARAN DAN PENCAIRAN DANA
1. Pembayaran Dana Pengembangan Penyelamatan Sapi Betina Produktif Tahun 2010 sebagaimana dimaksud
pasal 4 ayat 2 (dua) Surat Perjanjian Kerjasama ini akan dilakukan oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK
KEDUA setelah perjanjian kerjasama ini ditandatangani oleh kedua belah pihak dan dilaksanakan melalui
Surat Perintah Membayar (SPM) yang disampaikan oleh KPA kepada kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara…..dengan cara pembayaran langsung ke rekening Kelompok.…yang berkedudukan di
Desa/Kel...Kecamatan....Kabupaten/Kota..…Provinsi….pada Bank….Cabang...dengan Nomor
Rekening…………………..
2. Penarikan dana dari Bank ditandatangani minimal oleh Ketua Kelompok dan Bendahara Kelompok dengan
persetujuan Tim Teknis Dinas…Kab/Kota.
Pasal 6
SANKSI
Apabila PIHAK KEDUA tidak dapat melaksanakan kegiatan dan pemanfaatan dana Penyelamatan Sapi Betina
Produktif sebagaimana dimaksud dengan Pasal 2, maka PIHAK PERTAMA berhak secara sepihak mencabut
seluruh dana yang diterima PIHAK KEDUA yang mengakibatkan Surat Perjanjian Kerjasama batal.
Pasal 7
PERSELISIHAN
1. Apabila terjadi perselisihan antara PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sehubungan dengan surat perjanjian
kerjasama ini, maka akan diselesaikan secara musyawarah untuk memperoleh mufakat;
2. Apabila dengan cara musyawarah belum dapat dicapai suatu penyelesaian, maka kedua belah pihak sepakat
untuk menyerahkan penyelesaiannya Kepada Pengadilan Negeri…., sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku;
3. Keputusan Pengadilan Negeri yang telah mempunyai kekuatan hukum adalah mengikat kedua belah pihak.
Pasal 8
FORCE MAJEURE
1. Jika timbul keadaan memaksa (force majeure) yaitu hal-hal yang diluar kekuasaan PIHAK KEDUA sehingga
mengakibatkan tertundanya pelaksanaan kegiatan, maka PIHAK KEDUA harus memberitahukan secara
tertulis kepada kepada PIHAK PERTAMA dengan tembusan kepada Dinas……Kab/Kota……Provinsi…….dalam
waktu 4 X 24 jam;
2. Keadaan memaksa (force majeure) yang dimaksud pasal 8 ayat (1) adalah :
a. Bencana alam seperti gempa bumi, angin topan, banjir besar, kebakaran yang bukan disebabkan kelalaian
PIHAK KEDUA;
b. Peperangan;
c. Perubahan kebijakan moneter berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
LAIN-LAIN
1. Bea materai yang timbul akibat pembuatan surat perjanjian kerjasama ini menjadi beban PIHAK KEDUA;
2. Segala lampiran yang melengkapi surat perjanjian kerjasama ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dan
mempunyai kekuatan hukum yang sama;
3. Perubahan atas surat perjanjian kerjasama ini tidak berlaku kecuali terlebih dahulu telah mendapatkan
persetujuan kedua belah pihak.
Pasal 10
PENUTUP
Surat perjanjian kerjasama ini ditandatangani oleh kedua belah pihak dengan penuh kesadaran dan
tanggungjawab tanpa adanya paksaan dari manapun dan dibuat rangkap 6 (enam) yang kesemuanya mempunyai
kekuatan hukum yang sama untuk digunakan sebagaimana mestinya.
PIHAK KEDUA
Ketua Kelompok ............
……………………………….
PIHAK PERTAMA
Pejabat Pembuat Komitmen
Direktorat Jenderal Peternakan
...........................................
Mengetahui
Direktur Jenderal Peternakan
.........................................
NIP. ..............................
Pedoman Pelaksanaan Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) Tahun 2010 37
Lampiran – 6 : LAPORAN KEMAJUAN FISIK DAN KEUANGAN
Nama Kelompok :
Alamat :
Bulan :
No Uraian Kegiatan (RUK) Bulan
Pelaksanaan
Target (Sesuai RUK) Realisasi (Sampai Bln Laporan) Sisa Dana
Masalah KeVol t
Harga
Satuan
(Rp)
Jumlah
(Rp) Vol
Harga
Satuan
(Rp)
Jumlah
(Rp) Vol Dana
(Rp)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1
Pembelian Ternak
a. Sapi betina produktif
(uang cash)
b. Sapi siap potong
(sapi pengganti)
2 Renovasi Kandang
d
st dst
Jumlah
Petugas Pendamping, ………………….., Tgl …………………… 2010
Ketua Kelompok
( …………………………………………… ) ( …………………………………………… )
Keterngan : Laporan kemajuan fisik dan keuangan dibuat sampai realisasi fisik dan keuangan 100%
Pedoman Pelaksanaan Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) Tahun 2010 37
Lampiran – 7.a. : LAPORAN PERKEMBANGAN PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF
Nama Kelompok :
Alamat :
Laporan Bulan :
Populasi
Sapi
Kelompok
Jumlah Sapi Betina Produktif Yang Diselamatkan
Jumlah Sapi Betina Produktif Yang
Dijual ke Kelompok Pemelihara
Populasi Sapi
Kelompok
Saat ini
Permasalahan
Bulan Lalu
Membayar Dengan Uang Cash Pengganti Sapi Siap Potong
Breed/Jenis Rata-Rata Umur
Kebuntingan
Melalui
RPH
(Ekor)
Melalui
Pedagang
(Ekor)
Melalui
Peternak
(Ekor)
Melalui
RPH
(Ekor)
Melalui
Pedagang
(Ekor)
Melalui
Peternak
(Ekor)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12
……………………….., Tgl ………………………………… 201…….
Petugas Pendamping Ketua Kelompok
(…………………………………….…) (…………………………………….… )
Pedoman Pelaksanaan Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) Tahun 2010 37
Lampiran – 7.b. : LAPORAN PERKEMBANGAN KINERJA FISIK PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF
Pembelian
Perlakuan//Treatment
Nomor
Urut
Pembelian
Sapi Betina
(Disertai
Kode/tanda
per
individu
sapi)
Tgl,
Bln,
Thn
Harga
(Rp)
Sumber Pembelian
Kondisi Saat Pembelian
RPH
Pasar
Hewan
/Peda
gang
Kelompok
/Peternak Umur
Status Kebun
tingan Positif
Bunting
Tidak Bunting (9)
Dara Induk (+) (-) Pengo
batan
IB
I
IB
II
IB
III
Ke
RPH
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
……………………….., Tgl ………………………………… 201…….
Petugas Pendamping Ketua Kelompok
(…………………………………….…) (…………………………………….… )
Pedoman Pelaksanaan Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) Tahun 2010 37
Lampiran – 7.c. : LAPORAN PERKEMBANGAN KINERJA USAHA PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF
No.
Pembelian Sapi Betina Produktif Penjualan
Keuntungan
Keterangan
Nomor Urut
Pembelian
Dan Kode/tanda
per individu sapi)
Tgl,
Bln,
Thn
Harga
(Rp)
Harga Pembelian
Biaya
Perlakuan
Pemeliharaan
(Rp.)
Tgl.Bln.
Thn
Harga
(Rp.)
Pembeli
(***)
Cash (*)
SSP (**)
1 2 3 4 5 6 7 8
……………………….., Tgl ………………………………… 201…
Petugas Pendamping Ketua Kelompok
(…………………………………….…) (…………………………………….… )
Keterangan:
(*) : Membeli Sapi Betina Produktif dengan membayar Uang Tunai
(**) : Menukar dengan Sapi Siap Potong (Nilai)
(***) : Pembeli sapi betina produktif yang telah positif bunting, Kelompok Penyelamat menjualnya ke :
Peternak lain, Kelompok/Koperasi Tani, SMD atau ke LM3


Tips Sehat Alami


0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Total Tayangan Halaman

Copyrights  © edna disnak 2012 and introducing Panasonic S30

Back to TOP